Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang menyatakan partainya siap memberikan bantuan hukum kepada kader partainya Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 4 Januari 2017. Sehari setelah penangkapan, Abdul Latif resmi dinyatakan sebagai tersangka penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan tahun 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Partai Berkarya lewat Lembaga Bantuan Hukum Berkarya siap mendampingi. Abdul Latif tetap Ketua DPW Kalsel dan keluarga besar kami," kata Andy Picunang saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 Januari 2018.
Baca: Ditangkap KPK, Bupati Abdul Latif Pernah Jadi Napi Korupsi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, lanjut Andi, partai besutan Tommy Soeharto tersebut sepenuhnya menyerahkan keputusan kepada Abdul Latif dan keluarga untuk menentukan siapa yang akan mendampingi Abdul Latif menghadapi kasus hukumnya. ”Keluarga yang bisa menentukan siapa yang akan mendampinginya. Kita serahkan kepada pak Abdul Latif,” kata Andi.
Sebelumnya, Andi Picunang menjelaskan jika Abdul Latif merupakan Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Berkarya untuk Provinsi Kalimantan Selatan. Dia menjelaskan, pada 3 Januari 2018, Abdul Latif masih di kantor DPW Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk mengikuti tahapan verifikasi faktual oleh KPUD Kalsel dan dinyatakan lolos serta memenuhi syarat (MS).
KPK juga menetapkan tiga orang lainnya,yakni Fauzan Rifani, Ketua Kamar Dagang lndonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah; Abdul Basit, Direktur Utama PT Sugriwa Agung, dan Donny Winoto, Direktur Utama PT Menara Agung, sebagai tersangka.
Baca: KPK Geledah Kantor dan Rumah Bupati Hulu Sungai Tengah
Doni Winoto disangka memberikan sejumlah uang kepada Abdul Latif, Fauzan Rifani dan Abdul Basit sebagai imbalan untuk proyek Pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP, dan Super VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. "Komitmen fee dari proyek itu 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar," kata ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 5 Januari 2018.
Pemberian pertama dilakukan Donny sekitar September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar. Pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar. Terakhir, Donny mentransfer uang komisi untuk Fauzan Rifani Rp 25 juta.
KPK menangkap tangan para tersangka di dua tempat yakni Surabaya dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dalam operasi itu, KPK memblokir rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp1,825 miliar dan Rp 1,8 miliar. KPK turut mengamankan uang dari brankas di rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp 65,6 miliar dan uang dari tas milik Abdul Latif di ruang kerjanya sebesar Rp 35 juta.
Untuk kepentingan penanganan perkara itu, KPK juga telah menyegel ruang kerja Abdul Latif di Kantor Bupati Hulu Sunagi Tengah, ruangan di RSUD Damanhuri, rumah dinas Abdul Latif di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan beserta 8 mobil terdiri dari BMW, Lexus, Cadillac, Rubicon, Hummer, dan Toyota Vellfire. KPK juga telah menyegel kantor Donny Winoto di Jakarta.
Sebagai pihak penerima suap, Abdul Latif, Fauzan Rifani dan Abdul Basit disangka melanggar Pasal12 huruf 3 atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Antikorupsi. Sedangkan Donny Winoto yang disangka pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Anti Korupsi.