Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG tengah malam, Ketua Umum Partai Golkar yang baru, Aburizal Bakrie, muncul di kantor Bravo Media Center, Jalan Teuku Umar 51, Jakarta Pusat. Ia diapit Sekretaris Jenderal Idrus Marham dan Rizal Mallarangeng.
Kamis malam pekan lalu itu, Ical menghadiri acara penandatanganan kontrak politik partai koalisi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Golkar, yang sebelumnya mengusung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, kini bergabung dengan barisan koalisi.
Inilah pertama kalinya Rizal Mallarangeng muncul dalam acara resmi dengan jabatan barunya, Ketua Bidang Pemikiran dan Kajian Kebijakan Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar. Ia bertengger di posisi itu setelah Ical menang dalam pemilihan ketua umum Partai Beringin tersebut dalam Musyawarah Nasional VIII Golkar di Pekanbaru, Riau.
Tak ada kader Golkar yang menyangka nama Rizal akan masuk susunan pengurus pusat. Apalagi tata tertib partai mengharuskan ketua bidang menjadi anggota paling tidak lima tahun. Namun, dalam musyawarah nasional, ketentuan itu berubah.
Perubahan itu muncul dalam bentuk ayat yang membolehkan sepuluh persen pengurus pusat bukan orang yang sudah menjadi anggota partai selama lima tahun. Ayat itu disetujui keempat calon ketua umum.
Perubahan tata tertib itu dipakai memasukkan Rizal Mallarangeng yang bukan anggota partai, dan Fuad Hasan Mansyhur, yang sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Patriot, menjadi Ketua Bidang Informasi dan Penggalangan Opini. Kritik pun menghujani Ical, yang dinilai merusak kaderisasi partai.
Anggota tim formatur pengurus pusat partai, Ridwan Bae, membela orang yang dipilihnya dalam rapat selama tujuh jam tersebut. Ia berkeras, penunjukan Rizal dan Fuad tak menyalahi aturan partai. ”Golkar itu partai terbuka, dan mereka dibutuhkan demi kemajuan partai,” katanya.
Menurut Ridwan, Rizal berpengalaman sebagai pemoles citra partai, sementara Fuad jago melobi dan punya massa cukup besar. Namun sumber Tempo mengatakan, pemilihan Rizal lebih karena kedekatan, sedangkan Fuad punya kontribusi besar sebagai anggota tim sukses, dan punya kedekatan dengan ormas Pemuda Pancasila.
Sumber ini juga mengkhawatirkan sosok Rizal yang gemar berpindah-pindah partai bisa menjatuhkan citra partai. Sepulang kuliah di Amerika Serikat, Rizal merapat ke Megawati. Adalah suami Mega, Taufiq Kiemas, yang membawa Rizal masuk ke kandang Banteng. Ketika Mega kalah melawan Yudhoyono dalam Pemilu 2004, Rizal lompat pagar. Tahun lalu ia sempat menggarap kampanye Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir, lantas mendeklarasikan diri sebagai calon presiden, sebelum akhirnya bergabung dalam tim kampanye Boediono.
Rizal tak menampik masuknya dia sebagai pengurus pusat sudah dibicarakan sebelum musyawarah nasional. Pria kelahiran Makassar 44 tahun silam ini juga mengaku memang dekat dengan Ical dengan menjadi anggota staf khusus Ical, baik ketika menjadi Menteri Koordinator Perekonomian maupun Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. ”Saya dan Pak Ical memang dekat,” katanya.
Namun pemilihan Rizal bukan saja karena faktor kedekatan. Menurut orang dekat Rizal, Ical menginginkan citra Golkar sebagai partai pemikir dan intelektual. Tujuan itu akan dicapai lewat berbagai publikasi penelitian, esai, dan diskusi seperti yang biasa dilakoni Rizal di Freedom Institute, lembaga kajian yang disokong Ical.
Karena itu, sejak namanya disebut di Munas Golkar, Rizal langsung mengontak orang-orang yang dikenal publik sebagai intelektual muda, peneliti, dan akademisi. Soal ini, Rizal sendiri tak mau banyak bicara. ”Nanti ya, kita bahas lain kali,” katanya.
Fuad tak menyangkal perannya dalam tim sukses Ical bisa menjadi pertimbangan masuk ke pengurus pusat. ”Saya memang selalu dilibatkan dalam tim pemenangan Ical, tapi di luar itu hubungan kami juga sudah lama,” ujarnya. Tapi presiden direktur biro perjalanan haji Maktour itu mengaku tak meminta jabatan kepada Ical.
Nama pengurus pusat lainnya yang cukup menyedot perhatian adalah Siti Hediyati, atau Titiek Soeharto, yang menjabat Wakil Sekjen. Menurut Ridwan Bae, pertimbangan memilih Titiek demi merangkul trah Soeharto, yang dianggap masih punya loyalis cukup besar. Ical sendiri yang menghubungi anak-anak mantan presiden itu. ”Kami coba siapa yang berminat dari mereka, dan Titiek yang bersedia,” kata Ridwan.
Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo