Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Keluar dari islam (lalu masuk lagi)

Marpu, 50, beserta kaumnya 262 orang penghuni desa cimanggung, sumedang, menganut aliran kebatinan "perjalanan" menyatakan keluar dari islam. camat cikeruh memasukkan mereka kembali ke dalam islam.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARPU, 50 tahun, terpatah-patah melisankan kalimat syahadat di hadapan sidang Bakor Pakem Kejaksaan Negeri Sumedang, hari Kamis siang akhir Juli dua pekan yang lalu. Ia berulang-ulang melisankannya, tapi tak cepat selesai. Akhirnya dituntun oleh anggota sidang dari Majelis Ulama. Tatkala Marpu selesai mengekor, sidang pun dianggap usai. Marpu, bersama tiga orang lainnya, akhirnya menandatangani sebuah pernyataan. Pernyataan itu ringkasnya adalah bahwa keempat orang tersebut yang mewakili 262 orang pengikut aliran Kebatinan Perjalanan, menyatakan keluar dari aliran tersebut. Pernyataan Marpu bersama tiga kawannya ini oleh Kejaksaan Negeri Sumedang dianggap sebagai penyelesaian dari suatu perkara yang cukup menarik perhatian. Seminggu sebelumnya, ada berita bahwa Marpu dan kawan-kawan ini secara resmi menyatakan keluar dari Islam. Yang menyatakan demikian itu meliputi 262 orang penghuni desa Cimanggung kecamatan Cikeruh kabupaten Sumedang. Keruan saja pernyataan tersebut memancing perhatian. Termasuk Anang Nasuha, Camat Cikeruh sendiri. "Sebelumnya di desa Cimanggung ini tak pernah terjadi hal seperi ini", kata Camat Nasuha di kantornya. Didampingi oleh Dan Ramil setempat Nasuha menambahkan bahwa yang menyebabkan kejadian di Cimanggung ini adalah dorongan dari orang luar. "Orang yang ada di kabupaten lain, bukan di kabupaten Sumedang!" katanya pasti. Cimanggung letaknya memang agak susah dicapai dari Sumedang. Jalan yang biasa ditempuh adalah dari Cicalengka yang sudah termasuk kabupaten Bandung. Dari sini pun Cimanggung masih empat kilometer lagi naik ke arah bukit. Jadi ada alasan, kalau Camatnya sendiri kemudian terkejut atas apa yang terjadi di wilayahnya. Dan dengan ini pula dapat dipastikan, bahwa dari kabupaten Bandung inilah datangnya"pengaruh" yang menimpa Marpu itu. Paling tidak demikianlah anggapan orang kecamatan Cikeruh untuk sementara. Bukan tanpa alasan, sebab pejabat Ketua aliran Perjalanan Jawa Barat sekarang ini memang bertempat tinggal di Rancaekek, tetangga dekat Cicalengka. Lantas, mengapa Marpu bersama kawan sekampungnya ini tiba-tiba saja secara resmi keluar lari Islam? "Yang jadi soalnya, adalah perkara perkawinan!" kata Camat Cikeruh. Kabarnya, Emus, salah seorang dari Marpu empat sekawan, berniat hendak mengawinkan anak gadisnya. Merasa bahwa ia penganut aliran Perjalanan, artinya bukan penganut agama yang ada, maka ia mendatangi catatan sipil Sumedang. Dapatkah anaknya dikawinkan di catatan sipil? Kira-kira itulah pernyataan Emus waktu itu. Dari catatan sipil Emus mendapat jawaban, bahwa hal tersebut bisa saja. Asal, ini menurut keterangan dari kecamatan Cikeruh, ada pernyataan bahwa Emus bukan penganut Islam Rupanya, karena Emus termasuk salah seorang pengurus aliran Perjalanan di Cimangung, maka kesempatan ini sengaja dipergunakan untuk kepentingan anggota aliran Perjalanan yang lainnya. Maka lahirlah pernyataan dari 262 orang penganut aliran Perjalanan, mereka keluar dari Islam. Akan halnya anak gadis Emus sendiri, pernikahannya disahkan juga oleh catatan sipil. Tapi pernyataan dari warga Perjalanan Cimanggung itu tak urung mengundang reaksi dari pemerintahan setempat. Sehingga Kuffal SH dari Kejaksaan Negeri Sumedang cepat-cepat menindaknya. Marpu, Emus dan dua orang kawannya lagi yang dianggap sebagai pengurus aliran Perjalanan di Cimanggung cepat dipanggil ke Kejaksaan. Didengar keterangannya, diberi nasihat, lalu lahirlah pernyataan 29 Juli itu. Mereka keluar lagi. dari aliran Perjalanan, serta kembali masuk Islam. Salah satu alasan sampai demikian, ada disebutkan bahwa Perjalanan termasuk aliran kepercayaan yang dilarang sejak tahun 1967. Tapi dilarang di mana? Di Pakem Kejaksaan Jawa Barat, Musyawarah Perjalanan termasuk salah satu aliran kepercayaan yang masih hidup. Bahkan boleh dikatakan yang terbesar di Jawa Barat. Kepercayaan: Dilindungi Oon Nur sendiri, Pejabat Sekretaris Musyawarah Perjalanan Jawa Barat, hanya menggelengkan kepala ketika ditanyakan soal ini. "Kami sendiri tidak mengerti", katanya. "Jikalau memang dilarang, apa dasar hukumnya? Kepercayaan kepada Tuhan YME diakui oleh Tap MPR No. IV tahun 1973". Ia lantas menunjuk pada anggota Perjalanan yang ada di kabupaten Bandung yang diperkirakan jumlahnya mendekati 100 ribu orang. Juga di Indramayu, di Kuningan, dan kabupaten lainnya. Namun begitu, tampaknya Oon, 46 tahun dan menjadi Pejabat Sekretaris sejak sehabis Pemilu '71 kemarin ini cukup hati-hati dalam menanggapi persoalan. Ia bersama Amir, Pejabat Ketua dan yang tempat tinggalnya di Rancaekek itu, pernah datang menemui Camat Cikeruh. Tapi kehadirannya di sana, walaupun sebagai pengurus Perjalanan, ditolak oleh pemerintah setempat dengan alasan Oon dan Amir bertempat tinggal di daerah lain, bukan di Sumedang. "Kami tidak ingin lebih mengeruhkan suasana!", katanya tandas. Kehati-hatiannya cukup ada alasan. Sekitar dua tahun berselang, ada terjadi kejadian yang hampir serupa menimpa penganut Perjalanan di Subang. Konon, di Subang inilah, persisnya di Cimerta, desa Pasirkareumbi kecamatan Subang lahirlah Mei Kartawinata pada tanggai 17 September 1927. Dan orang inilah yang kemudian dianggap sebagai penggali atau penemu aliran kebatinan Perjalanan. Bahkan pendapat Mei Kartawinata kemudian dibukukan, Budi Daya namanya, yang dijadikan pedoman aliran Perjalanan selanjutnya. Semacam "kitab suci"nya. Karena Mei sendiri sudah meninggal tahun 1966 di Karangpawitan Ciparay Bandung, ada niat ingin mendirikan semacam tugu peringatan di tempat asalnya. Maka kemudian didirikanlah tugu di Gempolwangi di atas sebidang tanah yang sudah turun temurwl diurus oleh rakyat setempat, yang semuanya penganut aliran Perjalanan. Di tempat ini pula suka berlangsung peringatan hari besar aliran kepercayaan, yakni setiap tanggal 1 Syura tahun Saka. Biasa, diadakan semacam rame-rame, wayang golek atau sebangsanya. Sumur Ditutup Tapi pada tahun 1974, berdasarkan keputusan pengadilan Subang, persisnya tanggal 29 April, aliran Perjalanan di Subang dinyatakan dilarang dan dibubarkan. Selain itu, sebuah sumur ditutup, tugu juga dibongkar. Ini semua berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan tahunan aliran Perjalanan yang selalu dipusatkan di situ dipandang "tidak mendapat dukungan dari masyarakat kota Subang" dan "ajarannya bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban umum". Selain itu disertakan pula sebuah pertimbangan bahwa pimpinan Perjalanan di Subang menyadari kesalahannya, menyetujui untuk membubarkan diri, serta bersedia untuk dituntun kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Keputusan tersebut mendapat tanggapan yang serius dari pimpinan Musyawarah Perjalanan. Antara lain keempat orang pengurus Perjalanan Subang yang menandatangani pernyataan pembubaran dianggap telah kehilangan haknya sebagai warga Perjalanan. Selain itu, setumpuk penjelasan dikirim ke alamat Kejaksaan Subang. Penjelasan yang salahsatunya dikirim ke alamat Presiden Rl ini, membeberkan berbagai keterangan yang menyangkut perjalanan selama ini. Sebagaimana dikatakan Oon, salah satu sebab mengapa kejadian yang seperti itu dialami oleh Perjalanan, adalah karena berbedanya tafsir terhadap pasal 29 ayat 2 UUD 1945". Ayat tersebut menyebut tentang kepercayaan. "Ada yang menafsirkan kata kepercayaan tersebut sebagai agama lain selaun Islam", kata Oon. "Padahal menurut sejarahnya, kepercayaan di sana adalah kepercayaan kepada Tuhan YME lainnya yang bukan agama!" Oon menyebut pula tentang kenyataan sekarang, bahwa kepercayaan kepada Tuhan YME itu sudah sah dicantumkan di dalam kartu penduduk. "Jadi, kepercayaan itu sudah resmi diakui!" katanya bersemangat. Oon kemudian menyodorkan bukti lain, yakni berlakunya UU Perkawinan. "Jika warga Perjalanan melangsungkan perkawinan di catatan sipil, itu memang seharusnya!" tambahnya. "Tidak perlu lagi kami harus keluar dari Islam". Dengan dasar pikiran ini, Oon menyangsikan tentang adanya pernyataan serupa dari warga Perjalanan di desa Cimanggung seperti yang kabarnya dilakukan oleh Marpu dan kawan-kawannya. "Pak Marpu itu sudah menganut aliran Perjalanan lebih lama dari saya sendiri!" kata Oon. Alhasil, Oon tidak percaya kalau Marpu tiba-tiba keluar dari Islam. "Dari semula, aliran Perjalanan itu bukan Islam!" kata Oon. Soal perkawinan ini pernah terjadi pula pada sekitar tahun 1953. Perjalanan, pernah meminta untuk tidak kawin secara Islam. Permintaan ini dikabulkan lewat instruksi Residen Priangan, waktu itu orangnya Ipik Gandamana. Tidak Mulus Akan halnya Perjalanan sendiri, dalam umurnya yang menginjak 49 tahun sekarang ini, perjalanannya tidak terlalu mulus. Kata Oon, sejak mulanya, nama aliran ini memang Perjalanan, suatu simbol dari kurun masa hidupnya manusia. Kemudian di tahun-tahun bergolaknya revolusi, sekitar tahun 1945, secara organisasi tumbuh menjadi Permai atau Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia. Permai ini dengan lambang bintang, kilat dan sembilan berkas sinar berwarna kuning di atas latar merah menyala, pernah menjadi tanda gambar salah satu partai dalam Pemilu 1955. Tapi kemudian, menjelang dibubarkannya Konstituante, oleh Bung Karno Permai ini termasuk salah satu yang disebutnya "partai gurem" karena anggonya tidak begitu banyak. Maka, Permai termasuk partai yang lenyap. "Membubarkan diri", kata Oon, "bukan dibubarkan". Sejak itu, seperti dituturkan Oon, Perjalanan kembali ke asalnya, kembali mengurus perkara kebatinan, sekalipun dengan lambang yang sama dengan Permai. Adapun di alam Orba kemudian, Perjalanan bernaung di dalam Golkar. Sampai sekarang. Bahkan dalam satu katabelece dari seorang perwira Siliwangi yang mengantarkan Oon kehadapan Dan Dim Subang untuk menyelesaikan soal Perjalanan seperti diceritakan di atas, ada disebut bahwa Oon yang pengurus Perjalanan itu "aktip membantu usaha-usaha di dalam rangka memenangkan Golkar di Jawa Barat". Bahwa masalah di Subang itu belum selesai sampai sekarang, tidak membuat Oon kecil hati. "Dari Golkar kami telah memperoleh imbalan secara moril", katanya. Kecuali di waktu yang sudah-sudah, Oon ada juga menyebut yang masih berupa janji. "Golkar akan membantu didirikannya sanggar kepercayaan di tiap propinsi. Untuk Jawa Barat, telah dipilih Kuningan" katanya. Warga Perjalanan di sana termasuk besar. "Dan hidup secara damai", kata Oon lagi. Akan halnya nasib Marpu beserta pengikut Perjalanan lainnya di Cimanggung, Oon ada niat tidak akan mempersoalkannya saat-saat ini. "Saatnya tidak tepat. Menjelang Pemilu lagi!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus