MARPU, 50 tahun, terpatah-patah melisankan kalimat syahadat di
hadapan sidang Bakor Pakem Kejaksaan Negeri Sumedang, hari
Kamis siang akhir Juli dua pekan yang lalu. Ia berulang-ulang
melisankannya, tapi tak cepat selesai. Akhirnya dituntun oleh
anggota sidang dari Majelis Ulama.
Tatkala Marpu selesai mengekor, sidang pun dianggap usai. Marpu,
bersama tiga orang lainnya, akhirnya menandatangani sebuah
pernyataan. Pernyataan itu ringkasnya adalah bahwa keempat orang
tersebut yang mewakili 262 orang pengikut aliran Kebatinan
Perjalanan, menyatakan keluar dari aliran tersebut.
Pernyataan Marpu bersama tiga kawannya ini oleh Kejaksaan Negeri
Sumedang dianggap sebagai penyelesaian dari suatu perkara yang
cukup menarik perhatian. Seminggu sebelumnya, ada berita bahwa
Marpu dan kawan-kawan ini secara resmi menyatakan keluar dari
Islam. Yang menyatakan demikian itu meliputi 262 orang penghuni
desa Cimanggung kecamatan Cikeruh kabupaten Sumedang. Keruan
saja pernyataan tersebut memancing perhatian. Termasuk Anang
Nasuha, Camat Cikeruh sendiri. "Sebelumnya di desa Cimanggung
ini tak pernah terjadi hal seperi ini", kata Camat Nasuha di
kantornya. Didampingi oleh Dan Ramil setempat Nasuha menambahkan
bahwa yang menyebabkan kejadian di Cimanggung ini adalah
dorongan dari orang luar. "Orang yang ada di kabupaten lain,
bukan di kabupaten Sumedang!" katanya pasti.
Cimanggung letaknya memang agak susah dicapai dari Sumedang.
Jalan yang biasa ditempuh adalah dari Cicalengka yang sudah
termasuk kabupaten Bandung. Dari sini pun Cimanggung masih empat
kilometer lagi naik ke arah bukit. Jadi ada alasan, kalau
Camatnya sendiri kemudian terkejut atas apa yang terjadi di
wilayahnya. Dan dengan ini pula dapat dipastikan, bahwa dari
kabupaten Bandung inilah datangnya"pengaruh" yang menimpa Marpu
itu. Paling tidak demikianlah anggapan orang kecamatan Cikeruh
untuk sementara. Bukan tanpa alasan, sebab pejabat Ketua aliran
Perjalanan Jawa Barat sekarang ini memang bertempat tinggal di
Rancaekek, tetangga dekat Cicalengka.
Lantas, mengapa Marpu bersama kawan sekampungnya ini tiba-tiba
saja secara resmi keluar lari Islam? "Yang jadi soalnya, adalah
perkara perkawinan!" kata Camat Cikeruh. Kabarnya, Emus, salah
seorang dari Marpu empat sekawan, berniat hendak mengawinkan
anak gadisnya. Merasa bahwa ia penganut aliran Perjalanan,
artinya bukan penganut agama yang ada, maka ia mendatangi
catatan sipil Sumedang. Dapatkah anaknya dikawinkan di catatan
sipil? Kira-kira itulah pernyataan Emus waktu itu. Dari catatan
sipil Emus mendapat jawaban, bahwa hal tersebut bisa saja. Asal,
ini menurut keterangan dari kecamatan Cikeruh, ada pernyataan
bahwa Emus bukan penganut Islam Rupanya, karena Emus termasuk
salah seorang pengurus aliran Perjalanan di Cimangung, maka
kesempatan ini sengaja dipergunakan untuk kepentingan anggota
aliran Perjalanan yang lainnya. Maka lahirlah pernyataan dari
262 orang penganut aliran Perjalanan, mereka keluar dari Islam.
Akan halnya anak gadis Emus sendiri, pernikahannya disahkan juga
oleh catatan sipil.
Tapi pernyataan dari warga Perjalanan Cimanggung itu tak urung
mengundang reaksi dari pemerintahan setempat. Sehingga Kuffal SH
dari Kejaksaan Negeri Sumedang cepat-cepat menindaknya. Marpu,
Emus dan dua orang kawannya lagi yang dianggap sebagai pengurus
aliran Perjalanan di Cimanggung cepat dipanggil ke Kejaksaan.
Didengar keterangannya, diberi nasihat, lalu lahirlah pernyataan
29 Juli itu. Mereka keluar lagi. dari aliran Perjalanan, serta
kembali masuk Islam. Salah satu alasan sampai demikian, ada
disebutkan bahwa Perjalanan termasuk aliran kepercayaan yang
dilarang sejak tahun 1967. Tapi dilarang di mana? Di Pakem
Kejaksaan Jawa Barat, Musyawarah Perjalanan termasuk salah satu
aliran kepercayaan yang masih hidup. Bahkan boleh dikatakan yang
terbesar di Jawa Barat.
Kepercayaan: Dilindungi
Oon Nur sendiri, Pejabat Sekretaris Musyawarah Perjalanan Jawa
Barat, hanya menggelengkan kepala ketika ditanyakan soal ini.
"Kami sendiri tidak mengerti", katanya. "Jikalau memang
dilarang, apa dasar hukumnya? Kepercayaan kepada Tuhan YME
diakui oleh Tap MPR No. IV tahun 1973". Ia lantas menunjuk pada
anggota Perjalanan yang ada di kabupaten Bandung yang
diperkirakan jumlahnya mendekati 100 ribu orang. Juga di
Indramayu, di Kuningan, dan kabupaten lainnya. Namun begitu,
tampaknya Oon, 46 tahun dan menjadi Pejabat Sekretaris sejak
sehabis Pemilu '71 kemarin ini cukup hati-hati dalam menanggapi
persoalan. Ia bersama Amir, Pejabat Ketua dan yang tempat
tinggalnya di Rancaekek itu, pernah datang menemui Camat
Cikeruh. Tapi kehadirannya di sana, walaupun sebagai pengurus
Perjalanan, ditolak oleh pemerintah setempat dengan alasan Oon
dan Amir bertempat tinggal di daerah lain, bukan di Sumedang.
"Kami tidak ingin lebih mengeruhkan suasana!", katanya tandas.
Kehati-hatiannya cukup ada alasan. Sekitar dua tahun berselang,
ada terjadi kejadian yang hampir serupa menimpa penganut
Perjalanan di Subang. Konon, di Subang inilah, persisnya di
Cimerta, desa Pasirkareumbi kecamatan Subang lahirlah Mei
Kartawinata pada tanggai 17 September 1927. Dan orang inilah
yang kemudian dianggap sebagai penggali atau penemu aliran
kebatinan Perjalanan. Bahkan pendapat Mei Kartawinata kemudian
dibukukan, Budi Daya namanya, yang dijadikan pedoman aliran
Perjalanan selanjutnya. Semacam "kitab suci"nya. Karena Mei
sendiri sudah meninggal tahun 1966 di Karangpawitan Ciparay
Bandung, ada niat ingin mendirikan semacam tugu peringatan di
tempat asalnya. Maka kemudian didirikanlah tugu di Gempolwangi
di atas sebidang tanah yang sudah turun temurwl diurus oleh
rakyat setempat, yang semuanya penganut aliran Perjalanan. Di
tempat ini pula suka berlangsung peringatan hari besar aliran
kepercayaan, yakni setiap tanggal 1 Syura tahun Saka. Biasa,
diadakan semacam rame-rame, wayang golek atau sebangsanya.
Sumur Ditutup
Tapi pada tahun 1974, berdasarkan keputusan pengadilan Subang,
persisnya tanggal 29 April, aliran Perjalanan di Subang
dinyatakan dilarang dan dibubarkan. Selain itu, sebuah sumur
ditutup, tugu juga dibongkar. Ini semua berdasarkan pertimbangan
bahwa kegiatan tahunan aliran Perjalanan yang selalu dipusatkan
di situ dipandang "tidak mendapat dukungan dari masyarakat kota
Subang" dan "ajarannya bertentangan dengan ajaran Islam dan
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban umum". Selain
itu disertakan pula sebuah pertimbangan bahwa pimpinan
Perjalanan di Subang menyadari kesalahannya, menyetujui untuk
membubarkan diri, serta bersedia untuk dituntun kepada ajaran
Islam yang sebenarnya.
Keputusan tersebut mendapat tanggapan yang serius dari pimpinan
Musyawarah Perjalanan. Antara lain keempat orang pengurus
Perjalanan Subang yang menandatangani pernyataan pembubaran
dianggap telah kehilangan haknya sebagai warga Perjalanan.
Selain itu, setumpuk penjelasan dikirim ke alamat Kejaksaan
Subang. Penjelasan yang salahsatunya dikirim ke alamat Presiden
Rl ini, membeberkan berbagai keterangan yang menyangkut
perjalanan selama ini.
Sebagaimana dikatakan Oon, salah satu sebab mengapa kejadian
yang seperti itu dialami oleh Perjalanan, adalah karena
berbedanya tafsir terhadap pasal 29 ayat 2 UUD 1945". Ayat
tersebut menyebut tentang kepercayaan. "Ada yang menafsirkan
kata kepercayaan tersebut sebagai agama lain selaun Islam", kata
Oon. "Padahal menurut sejarahnya, kepercayaan di sana adalah
kepercayaan kepada Tuhan YME lainnya yang bukan agama!" Oon
menyebut pula tentang kenyataan sekarang, bahwa kepercayaan
kepada Tuhan YME itu sudah sah dicantumkan di dalam kartu
penduduk. "Jadi, kepercayaan itu sudah resmi diakui!" katanya
bersemangat. Oon kemudian menyodorkan bukti lain, yakni
berlakunya UU Perkawinan. "Jika warga Perjalanan melangsungkan
perkawinan di catatan sipil, itu memang seharusnya!" tambahnya.
"Tidak perlu lagi kami harus keluar dari Islam".
Dengan dasar pikiran ini, Oon menyangsikan tentang adanya
pernyataan serupa dari warga Perjalanan di desa Cimanggung
seperti yang kabarnya dilakukan oleh Marpu dan kawan-kawannya.
"Pak Marpu itu sudah menganut aliran Perjalanan lebih lama dari
saya sendiri!" kata Oon. Alhasil, Oon tidak percaya kalau Marpu
tiba-tiba keluar dari Islam. "Dari semula, aliran Perjalanan itu
bukan Islam!" kata Oon. Soal perkawinan ini pernah terjadi pula
pada sekitar tahun 1953. Perjalanan, pernah meminta untuk tidak
kawin secara Islam. Permintaan ini dikabulkan lewat instruksi
Residen Priangan, waktu itu orangnya Ipik Gandamana.
Tidak Mulus
Akan halnya Perjalanan sendiri, dalam umurnya yang menginjak 49
tahun sekarang ini, perjalanannya tidak terlalu mulus. Kata Oon,
sejak mulanya, nama aliran ini memang Perjalanan, suatu simbol
dari kurun masa hidupnya manusia. Kemudian di tahun-tahun
bergolaknya revolusi, sekitar tahun 1945, secara organisasi
tumbuh menjadi Permai atau Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia.
Permai ini dengan lambang bintang, kilat dan sembilan berkas
sinar berwarna kuning di atas latar merah menyala, pernah
menjadi tanda gambar salah satu partai dalam Pemilu 1955. Tapi
kemudian, menjelang dibubarkannya Konstituante, oleh Bung Karno
Permai ini termasuk salah satu yang disebutnya "partai gurem"
karena anggonya tidak begitu banyak. Maka, Permai termasuk
partai yang lenyap. "Membubarkan diri", kata Oon, "bukan
dibubarkan". Sejak itu, seperti dituturkan Oon, Perjalanan
kembali ke asalnya, kembali mengurus perkara kebatinan,
sekalipun dengan lambang yang sama dengan Permai.
Adapun di alam Orba kemudian, Perjalanan bernaung di dalam
Golkar. Sampai sekarang. Bahkan dalam satu katabelece dari
seorang perwira Siliwangi yang mengantarkan Oon kehadapan Dan
Dim Subang untuk menyelesaikan soal Perjalanan seperti
diceritakan di atas, ada disebut bahwa Oon yang pengurus
Perjalanan itu "aktip membantu usaha-usaha di dalam rangka
memenangkan Golkar di Jawa Barat".
Bahwa masalah di Subang itu belum selesai sampai sekarang, tidak
membuat Oon kecil hati. "Dari Golkar kami telah memperoleh
imbalan secara moril", katanya. Kecuali di waktu yang
sudah-sudah, Oon ada juga menyebut yang masih berupa janji.
"Golkar akan membantu didirikannya sanggar kepercayaan di tiap
propinsi. Untuk Jawa Barat, telah dipilih Kuningan" katanya.
Warga Perjalanan di sana termasuk besar. "Dan hidup secara
damai", kata Oon lagi.
Akan halnya nasib Marpu beserta pengikut Perjalanan lainnya di
Cimanggung, Oon ada niat tidak akan mempersoalkannya saat-saat
ini. "Saatnya tidak tepat. Menjelang Pemilu lagi!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini