Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama atau Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Direktur Pesantren Kemenag Basnang Said mengatakan tujuan diterbitkannya aturan ini adalah untuk mencegah tindak kekerasan di pesantren.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepmenag ini ditandatangani oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada 30 Januari 2025. “Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi pengasuh dan pendiri pesantren, pimpinan pesantren, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan serta Kementerian Agama untuk mengembangkan pesantren yang ramah anak dengan memberikan pelindungan dan memenuhi hak santri anak,” ujar Basnang seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Senin, 10 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Basnang menjelaskan regulasi ini mengatur pentingnya pengembangan kompetensi ideal ustadz dan ustadzah di pesantren. Kompetensi tersebut meliputi aspek kepribadian, sosial, pedagogik, maupun profesional. Dia mengatakan para pengajar tersebut juga harus memiliki kemampuan mewujudkan tujuan dari Pesantren Ramah Anak.
Basnang pun merinci, terdapat 10 indikator pengembangan kemampuan ideal para pengajar untuk mewujudkan Pesantren Ramah Anak. Pertama, teladan sikap islami. Para pengajar di pesantren harus mampu menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai Islam berlandaskan Al-Qur'an, Hadits, serta ajaran ulama, serta memperhatikan hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dia mengatakan, keteladanan merupakan pondasi utama untuk membentuk karakter santri.
Kedua, komitmen pada pendidikan dan agama. Para pengajar di pesantren harus memiliki komitmen kuat dan kecintaan terhadap dunia pendidikan dan ilmu agama. Mereka juga wajib memenuhi kualifikasi sebagai pendidik yang profesional, kompeten, dan terus mengembangkan pengetahuan dalam mendidik santri.
Ketiga, memberikan perlindungan dan rasa aman. Para pengajar di pesantren bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan fisik dan emosional santri, menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenangkan di pesantren, sehingga santri merasa dihargai dan didukung dalam proses pembelajaran.
Keempat, penerapan metode pembelajaran kreatif. Para pengajar di pesantren harus memiliki kemampuan mengembangkan dan menerapkan metode pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan ramah anak. Mereka wajib memberi ruang pada santri untuk terlibat dalam proses belajar, baik melalui pendekatan praktis maupun reflektif.
Kelima, pemahaman karakteristik dan potensi santri. Para pengajar di pesantren harus memahami karakteristik, potensi, minat, dan bakat masing-masing santri. Mereka harus mampu memberikan kesempatan bagi santri untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual.
Keenam, pengembangan kecerdasan holistik. Para pengajar di pesantren perlu berperan dalam mengembangkan kualitas kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual santri, tanpa membedakan latar belakang atau kemampuan masing-masing santri.
Ketujuh, menghargai kreasi dan pendapat santri, Para pengajar di pesantren harus menghargai pendapat, kreativitas, dan aspirasi setiap santri dengan sikap terbuka. Ini menciptakan ruang dialog yang sehat dan membangun kepercayaan diri santri dalam mengekspresikan diri.
Kedelapan, mengintegrasikan bimbingan dan konseling. Sebagai bagian integral dari peran pendidik, para pengajar di pesantren perlu mengembangkan kemampuan bimbingan dan konseling. Ini membantu santri dalam menghadapi tantangan pribadi, akademik, maupun sosial, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
Kesembilan, menciptakan suasanan kondusif dan interaktif. Para pengajar di pesantren harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, interaktif, dan inklusif, di mana santri merasa nyaman untuk belajar, bertanya, dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Kesepuluh, kemampuan mengelola konflik dan penyelesaian masalah. Para pengajar di pesantren harus memiliki keterampilan menyelesaikan masalah dan mengelola konflik yang terjadi antarsantri dengan bijaksana dan adil. Mereka diharapkan mampu menjadi mediator yang efektif, sehingga lingkungan pesantren tetap harmonis dan damai.