Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang terang-terangan mendukung pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen di pemilihan kepala daerah Jawa Tengah berpotensi membenarkan pelanggaran asas netralitas pejabat. Karena itu, Ketua Divisi Monitoring KIPP Indonesia, Brahma Aryana, mendesak agar Presiden Prabowo berhenti mengulangi tindakan yang mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah di pilkada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tindakan itu secara tidak langsung membenarkan pelanggaran asas netralitas secara struktural maupun hirarki baik oleh aparatur sipil negara maupun aparat TNI/Polri,” kata Brahma lewat keterangan tertulis, Jumat, 22 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Brahma berpendapat, langkah Presiden Prabowo tersebut dapat mengganggu kondusivitas pelaksanaan pilkada 2024 meski Badan Pengawas Pemilu berkesimpulan bahwa dukungan Prabowo terhadap Ahmad Luthfi tersebut tidak melanggar Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Undang-Undang Pilkada.
Ia mengulang kembali pernyataan Prabowo dalam pidato perdananya sebagai presiden pada 20 Oktober lalu. Saat itu Prabowo mengatakan bahwa ikan busuk dimulai dari kepala. Sehingga Prabowo mengatakan semua pejabat harus memberi contoh untuk menjalankan pemerintahan sebersih-bersihnya, memulai contoh dari atas, serta penegakan hukum yang tegas.
Brahma mengatakan apabila pemerintahan Prabowo peduli terhadap peningkatan kualitas demokrasi Indonesia, pejabat pemerintah harus patuh terhadp norma hukum tentang netralitas dalam pilkada 2024. Ia menjelaskan, sejumlah undang-undang mengatur keharusan ASN, pejabat pemerintah daerah dan pusat, serta penyelenggara negara agar netral dalam pemilu. Misalnya, Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Desa, Undang-Undang Kepolisian Negara Indonesia, dan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, dan peraturan lainnya. Selanjutnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor perkara nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengatur sanksi pidana bagi ASN, pejabat daerah dan pusat, serta TNI-Polri yang cawe-cawe dalam pilkada.
"Kami mengimbau kepada masyarakat jika menemukan pelanggaran netralitas ASN dan TNI/Polri untuk melaporkan langsung baik kepada institusi asal terkait di daerah masing-masing maupun ke lembaga-lembaga masyarakat sipil yang bergerak dalam kerja-kerja demokrasi kepemiluan,” ujarnya.
Pada Sabtu, 9 November 2024, akun Instagram resmi milik Ahmad Luthfi-Taj Yasin, yaitu @luthfiyasinofficial, mengunggah video dukungan Presiden Prabowo kepada Ahmad Luthfi-Taj Yasin. Dalam video itu, Prabowo, Ahmad Luthfi, dan Taj Yasin mengenakan baju berwatna biru.
Dalam video tersebut, Prabowo meminta warga Jawa Tengah untuk memilih Ahmad Luthfi-Taj Yasin di pilkada Jawa Tengah. "Saya mohon warga Jawa Tengah berikan suaramu untuk Ahmad Luthfi-Taj Yasin," kata Prabowo dalam video tersebut.
Bawaslu lantas menelusuri video dukungan Presiden Prabowo di pilkada tersebut. Namun, Bawaslu memutuskan video dukungan Presiden Prabowo itu tidak melanggar administrasi maupun pidana pemilu.
“Tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilihan, baik itu pelanggaran administrasi pemilihan maupun tindak pidana pemilihan,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Rabu lalu.
Bawaslu berdalih bahwa Presiden Prabowo berhak untuk ikut serta berkampanye sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pilkada serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilu.
Menurut Rahmat Bagja, ketentuan cuti presiden sebagai syarat ikut serta kampanye juga tidak berlaku dalam kasus video dukungan Prabowo itu karena video tersebut dibuat di hari libur, yaitu pada Ahad, 3 November 2024. “Sehingga berdasarkan waktu, itu tidak melanggar ketentuan perundang-undangan,” kata dia.
Alfitria Nefi P. dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor : Jokowi di Balik Banyak Agenda Politik