Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ayu Pramitha pernah ragu dan gagal ikut seleksi masuk kuliah. Mahasiswi Prodi Akuntansi Universitas Negeri Malang atau UM itu akhirnya bisa menempuh pendidikan S1 dengan bantuan beasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Lulus SMA Tahun 2021, tapi gagal pada seleksi masuk perguruan tinggi. Tahun 2022 ikut lagi, Alhamdulillah lolos,“ kata Mitha, sapaan Ayu, melansir laman Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan pada Kamis, 9 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahasiswi semester tiga itu menerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar-Kuliah atau KIP-K. Lewat beasiswa tersebut, ia bebas biaya semester sekaligus dapat uang saku untuk biaya hidup. Sejak sekolah dasar dan menengah, Mitha memang telah disokong oleh bantuan Program Indonesia Pintar.
Mitha memilih program studi (prodi) Akuntansi UM karena kesukaannya belajar matematika. Sebenarnya, ia pernah mendaftar pada prodi Farmasi tahun 2021, namun gagal. Tahun berikutnya, ia membidik Akuntansi dan ia berhasil diterima.
“Hanya saya yang bisa kuliah, kedua orang kakak saya hanya tamat SMA. Saya bersyukur bisa diterima di perguruan tinggi dengan bantuan KIP Kuliah. Kalau tidak ada KIP-K, saya tentu tidak bisa kuliah. Mungkin saya langsung kerja (setelah) lulus SMA atau mencoba usaha,“ kata bungsu dari tiga bersaudara itu.
Rasa syukur Mitha bukan tanpa alasan. Ia tidak yakin dapat lanjut ke pendidikan tinggi karena kondisi ekonomi keluarga. Ibunya bekerja sebagai penjahit di rumah dan ayahnya seorang tukang pijit keliling.
Penghasilan kedua orang tuanya pun tak menentu. Rumah Mitha menyatu dengan rumah nenek dan bibinya. Ruang berdinding bata merah sekira 2x4 meter di pojok rumah, jadi saksi keseharian ibunya menjahit.
Mitha memanfaatkan bantuan KIP-K untuk mendukung perkuliahannya, termasuk membeli laptop. Pengeluarannya juga lebih minim karena tak perlu bayar indekos. Sejak sekolah di SMAN 1 Malang, Mitha memang tinggal di rumah pamannya yang jaraknya tak jauh dari kampus UM.
Mitha sadar bahwa penerima bantuan KIP-K dituntut untuk berprestasi atau setidaknya memiliki nilai yang baik. Ia pun selalu berupaya memacu semangat dalam mengejar pendidikan. Semester lalu, ia memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif mencapai 3,5.
“KIP Kuliah kan menuntut penerimanya untuk memiliki nilai di atas standar minimal. Karena itu, agar tetap dapat KIP Kuliah. Saya bertekad, nilai akhir setiap mata kuliah setidaknya B, jangan sampai C," kata Mitha.
Mitha juga berniat mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka. “Saya ingin mencoba kampus di Universitas Sumatera Utara, karena ada teman dekat saya yang kuliah di sana,“ kata dia.
Keinginan kuliah telah ada sejak SMA
Sang ibu, Siti Arofah, merasa sangat bersyukur dan bahagia, karena akhirnya ada anaknya yang bisa sampai ke perguruan tinggi. Ibunya mengatakan Mitha ingin sekali kuliah sejak dulu. Arofah mendukung keinginan putrinya, walaupun sempat pesimis karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
"Saya pernah bertanya pada Mitha, apakah nanti tidak minder punya teman yang mampu, tapi Mitha memang punya semangat yang tinggi dan selalu berpikir positif. Anak saya ikut seleksi KIP kuliah juga bukan karena dorongan saya, Mitha diam-diam ikut seleksi,“ kata Arofah.