Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Komnas HAM Rekomendasikan Aturan Pendirian Rumah Ibadah Direvisi

Komnas HAM merilis hasil kajian mereka terkait Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pendirian Rumah Ibadah

6 November 2020 | 18.29 WIB

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Desember 2019. Tempo/Egi Adyatama
Perbesar
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Desember 2019. Tempo/Egi Adyatama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM merilis hasil kajian mereka terkait Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Dalam kesimpulannya, mereka mengatakan bahwa keberadaan PMB ini masih berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap kebebasan beragama di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Komnas HAM RI menilai apabila tak ada tindakan yang jelas dan tegas serta penuh kepastian dari negara, khususnya pemerintah terkait PBM 2006, maka wajah perlindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan akan terus mengalami permasalahan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dalam konferensi pers, Jumat, 6 November 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad mengatakan pada 2019 ada 23 pengaduan terkait kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Ini meningkat sedikit saja dari pengaduan di antara tahun 2015-2018 yang rata-rata 21 pengaduan. Banyak di antaranya adalah terkait sulitnya dan penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah.

"Namun itu tak berarti hanya 21 kasus terjadi. Ada kasus yang tak dilaporkan ke kami, atau diselesaikan di tingkat lokal oleh elemen di tingkat lokal," kata Ahmad.

Dari laporan yang resmi masuk ke Komnas HAM, pada 2019 saja ada 7 kasus yang terkait sulitnya membangun rumah ibadah. Kejadiannya tersebar mulai dari Penghentian pembangunan Pura Awan Rinjani Pewarta, Lombok Utara, NTB, hingga pengrusakan Masjid Al Kautsar jemaat Ahmadiyah, Kendal, Jawa Tengah.

Peneliti Komnas HAM, Agus Suntoro, mengatakan aturan dalam PBM 2006 ini juga justru masih menjadi masalah. Ia mengatakan yang paling menonjol adalah syarat pendirian rumah ibadah adalah dengan mengajukan Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang dan Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang.

"Ada kesulitan memenuhi unsur 90 60 khususnya bagi minoritas keagamaan. Itu yang selalu jadi akar problematika, apakah kita mengkuantitatifkan persetujuan itu, apakah itu jadi syarat subjektif," kata Agus.

Bagi agama mayoritas, Agus mengatakan aturan itu tak akan jadi masalah. Namun di bagi masyarakat minoritas, hal ini kerap sulit diwujudkan. "Celakanya kadang peran pemerintah untuk memfasilitasi kewajiban itu yang masih jadi problem. Hambatan regulatif," kata dia.

Atas dasar kajian itu, Komnas kemudian membuat tiga rekomendasi. Pertama adalah memastikan bahwa kerangka pembentukan peraturan yang mengatur rumah ibadah dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip dan norma HAM, serta menghindari kerangka pembatasan dan watak diskriminasi.

Kedua, mendorong perubahan PBM 2006 khususnya dalam bagian pendirian rumah ibadah untuk diatur dalam regulasi setingkat undang-undang karena substansi muatan materi di dalamnya ternyata banyak yang bersifat diskriminasi dan bersifat pembatasan.

"Komnas HAM akan mendukung pembentukan regulasi yang kedudukanya di bawah undang-undang, misalnya PP atau Perpres, sepanjang terdapat landasan hukum yang mendelegasikan serta substansi materi muatannya bersifat pengaturan dengan merumuskan kriteria syarat syarat yang objektif dalam pendirian rumah ibadah," kata Agus.

Rekomendasi ketiga, adalah mengevaluasi terhadap tugas, fungsi dan komposisi Forum Komunitas Umat Beragama (FKUB) dalam PBM 2006. FKUB didorong agar dapat mendorong untuk fokus pada peran yang strategis sebagai fasilitator dan dinamisator untuk menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Selain itu, FKUB juga diminta memastikan dukungan (regulasi, kelembagaan, keuangan dan sarana prasarana) bagi kelancaran tugas dan fungsi. Terakhir, memberikan akses dan kedudukan yang setara dalam komposisi dan keanggotaan FKUB termasuk bagi minoritas (agama dan kepercayaan) setempat.

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus