Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kronologi Dosen Belum Terima Tukin Sejak 2020

Pada September 2024, Fatimah sempat melakukan audiensi bersama pihak Kemendikbudristek perihal tukin dosen.

5 Januari 2025 | 14.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi suasana belajar mahasiswa di kampus. Pixabay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pejuang Tunjangan Kinerja (Tukin) ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang juga dosen di Politeknik Negeri Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Fatimah menyayangkan pernyataan dari Kemendiktisaintek yang mengatakan bahwa tidak ada anggaran Tunjangan Kinerja atau Tukin untuk Dosen pada 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fatimah mengatakan hak tukin untuk dosen ASN sebenarnya sudah diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020. Namun, memasuki tahun kelima semenjak regulasi tersebut disahkan, dosen belum mendapatkan hak tukinnya sama sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kok sampai 5 tahun itu kan aneh ya sebenarnya," kata Fatimah saat dihubungi Tempo, Ahad, 5 Januari 2025.

Adapun tak adanya anggaran untuk tukin dosen, menurut Kemendiktisaintek, karena adanya beberapa kali perubahan nomenklatur kementerian. Namun, menurut Fatimah, hal tersebut seharusnya tidak mengubah keberlakuan Permen Nomor 49 Tahun 2020.

Nomenklatur kementerian di bidang pendidikan tinggi telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada 2014, Presiden Joko Widodo memisahkan urusan pendidikan tinggi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan membentuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dipimpin oleh M. Nasir. Namun, pada periode kedua kepemimpinannya, Jokowi menggabungkan kembali pendidikan tinggi ke dalam Kemendikbud di bawah Menteri Nadiem Makarim. Sementara urusan riset dan teknologi tetap memiliki kementerian terpisah bernama Kemenristek. Perubahan kembali terjadi pada tahun 2021, ketika kementerian ini berganti nama menjadi Kemendikbudristek dengan Nadiem Makarim sebagai menteri.

Fatimah menjelaskan bahwa sebelum pendidikan tinggi dilebur ke dalam Kemendikbud pada 2019, dosen memang tidak termasuk penerima tunjangan kinerja (tukin). Namun, Permen Nomor 49 Tahun 2020, yang merupakan perubahan kedua atas Permen Nomor 14 Tahun 2016 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendikbud, menyatakan bahwa dosen berhak menerima tukin. Sebab, regulasi tersebut tidak mencantumkan adanya pengecualian untuk dosen.

"Kalau dosen itu tidak berhak dapat tukin, itu ada pasal pengecualian. Sedangkan di pasal pengecualian tidak dikecualikan dosen. Berarti dosen berhak dapat tukin," kata Fatimah.

Fatimah mengatakan ia baru menyadari adanya regulasi yang mengatur hak dosen atas tunjangan kinerja (tukin) pada Juni 2024. Akibatnya, selama 4,5 tahun ia tidak mengetahui dan tidak memperjuangkan hak tersebut. Setelah menyadarinya, ia mulai melaporkan masalah ini ke berbagai pihak, termasuk DPR RI, Kemendikbudristek, Kementerian Keuangan, BPK, hingga Ombudsman. Namun dari langkah ini, kata Fatimah, belum ada kejelasan soal hak tukinnya. 

Selanjutnya, pada September 2024, Fatimah juga melakukan audiensi bersama pihak Kemendikbudristek yang saat itu diwakili oleh Direktur Sumber Daya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Lukman. Hasil audiensinya, kata Fatimah, adalah menjanjikan untuk mulai melakukan pembayaran tukin dosen pada 2025.

Namun, pada Jumat, Januari 2025 kemarin, Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Togar Mangihut Simatupang justru mengatakan tidak ada tunjangan kinerja untuk dosen pada 2025. 

Togar menjelaskan bahwa akibat perubahan nomenklatur, Kementerian Keuangan sempat meminta kejelasan untuk menyesuaikan nomenklatur dengan yang berlaku saat ini. Namun, Kemendiktisaintek tidak melakukan perubahan apa pun, sehingga tunjangan kinerja (tukin) tidak bisa dianggarkan.

"Bagaimana kita bisa menganggarkan kalau nomenklaturnya itu dan kejelasan kebijakan itu tidak ada," kata Togar.

Meski begitu, Togar mengatakan sudah meminta anggaran tambahan untuk memperjuangkan soal tukin ini. Permintaan tersebut diajukan baik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk dibahas di Badan Anggaran (Banggar) maupun kepada Kementerian Keuangan.

"Kementerian Keuangan sudah memperingatkan masalah tukin ini. Tetapi warning dari Kementerian Keuangan itu tidak ditindaklanjuti dalam dua hal. Pertama, itu harus jelas, tidak atau dilanjutkan. Nah, itu tidak dilakukan kebijakan itu pada saat itu," kata Togar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus