Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lain lkp lain isinya

31 peti barang selundupan diperiksa aparat keamanan di pelabuhan belawan, medan, setelah diangkut dari kualatanjung. barang yang tiba, lain dengan yang di kirim dengan memanipulasi lkp sgs singapura.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELICIN-LICINNYA penyelundup, akhirnya terjerat juga. Tak kurang dari 31 peti barang selundupan kini sedang diperiksa aparat keamanan di pelabuhan Belawan, Medan, setelah diangkut dari Kualatanjung. Brigjen M. Basofi S.D., Kepala Staf Kodam I Bukit Barisan, yang turut memeriksa mengomentari, "Penyelundupan yang berani dan besar." Kesan Basofi tak berlebihan. Ke-31 peti itu tiba di Kualatanjung, 29 April lalu. Berbobot total 150 ton, keseluruhan barang ini sama dengan separuh daya angkut KM Juwita, kapal yang mengangkutnya dari Singapura. Rusaknya beberapa peti, serta tulisan di peti yang seperti dilakukan dengan tangan, segera menerbitkan kecurigaan. Apalagi isi peti - yang tampak dari celah kemasan yang rusak - jelas berbeda dari dokumen pengantarnya. Kendati demikian, petugas bea dan cukai tak bertindak gegabah. Melihat tulisan di peti berbunyi "PT INALUM", mereka segera mengirim surat kepada PT Inalum di Asahan, menanyakan apakah barang yang datang itu milik pabrik aluminium ini. Jawabannya: "Bukan barang kami." Seseorang ternyata datang menjemput dengan membawa dokumen LKP (Laporan Kebenaran Pemeriksaan) yang dikeluarkan perwakilan SGS di Singapura dan membayar pajak masuk sesuai dengan dokumen itu sebesar 1,7 juta rupiah. SGS (Societe Generale de Surveillance) adalah surveyor Swiss yang dikontrak pemerintah RI untuk membantu kelancaran tata niaga perdagangan negara. Berdasarkan Inpres No 4/1985, petugas bea cukai tak diperkenankan memeriksa barang yang dilengkapi LKP di pelabuhan. Maka, esok harinya petugas pun membiarkan barang itu keluar pelabuhan. Tapi begitu pintu pagar pelabuhan dilewati, truk-truk pengangkut itu pun segera digiring ke Belawan, 120 km dari Kualatanjung, untuk diamankan. Sampai Sabtu pekan lalu sudah 17 peti dibuka. Di LKP dikatakan semua peti berisi pecahan marmar berharga 15.426 dolar AS dan menggunakan fasilitas L/C Bank Bali. Kenyataannya, isinya antara lain: mesin kapal berbagai ukuran, sebuah forklif, suku cadang kendaraan bermotor serta baling-baling kapal motor. Nilainya diperkirakan ratusan juta rupiah. Belum jelas benar siapa pelaku penyelundupan nekat ini. Tetapi, menurut seorang petugas, barang ini ditujukan pada PT Pitmas Jaya di Jakarta. Sedangkan yang membayar bea masuk adalah direkturnya, Yusri T.C., yang kini buron. Yang aneh lagi, di dalam LKP ditulis pelabuhan tujuan barang adalah Tanjungpriok, Jakarta. Sedangkan KM Juwita mempunyai trayek Singapura--Belawan pp. Seorang awak kapal sendiri mengaku merasa heran mengapa kapalnya tiba-tiba diperintahkan menurunkan ke-31 peti itu di Kualatanjung. LKP itu sendiri ternyata asli. Akibatnya, beberapa petugas mulai bertanya: Adakah permainan di kantor SGS di Singapura? Daniel A. Gauchat, kepala perwakilan SGS di Jakarta, membantah. "LKP itu dibuat berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan inspektur kami di Singapura, pertengahan April lalu," katanya. Hasil penyidikan SGS sendiri menyimpulkan ke-31 peti yang ada di Belawan itu bukanlah peti yang dlperiksa SGS di Singapura. "Kami punya data ukuran peti, berat, bahkan foto peti yang kami periksa dan semua itu ternyata berlainan dengan yang ada di Belawan. Bahkan tulisan di peti pun beda, cuma jumlahnya saja yang sama, 31 buah," kata Gauchat. LKP itu tampaknya dimanfaatkan untuk mencoba mengelabui petugas pelabuhan. Hanya saja caranya sama sekali tak rapi. Ini menimbulkan kecurigaan, jangan-jangan ini usaha mendiskreditkan SGS. Maklum, sekarang adalah saat pemerintah harus memutuskan apakah kontrak SGS yang berakhir tahun depan akan diperpanjang atau tidak. Selama ini, kata Gauchat, tak sampai satu persen dari LKP yang dikeluarkan SGS yang dimanipulasikan penyelundup. Laporan Monaris Simangunsong (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus