Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka kembali dalam peti

4 mahasiswa univ. trisakti: kacuk, irwan fauzi, agus putera, darma surya purnama tewas dalam upaya mendaki puncak cartensz pyramid, pegunungan jayawijaya. di duga dirampok atau dibunuh gerakan pengacau.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPUS Universitas Trisakti tampak ramai, Jumat malam pekan lalu. Jalanan macet. Tak seperti biasa, kampus di kawasan Jakarta Barat itu dijaga polisi lengkap dengan senjata laras panjang. Anggota Resimen Mahasiswa Trisakti berjajar di sepanjang jalan menuju aula. Ketika empat mobil jenazah memasuki kampus, suasana makin galau. Dua mahasiswi Trisakti pembawa karangan bunga di depan peti tak kuasa menahan air mata. Empat peti jenazah segera diturunkan dan dlusung ke aula. Ratap tangis, yang sudah terdengar sejak penjemputan di Bandara Soekarno-Hatta, makin menjadi-jadi ketika empat peti berselimut kain kuning bertuliskan Aranyacala itu disemayamkan. Aranyacala adalah klub pecinta alam di Trisakti. "Trisakti hanya bisa berbelasungkawa. Semoga, lain kali, persiapannya lebih giat," ujar Pembantu Rektor III Ostenrik Tjitro Soenarjo pada TEMPO. Di atas peti, ada foto berukuran besar milik Kacuk (22), Irwan Fauzi (23), Agus Putera (22), dan Darma Surya Purnama (23). Keempatnya adalah mahasiswa Trisakti yang tewas dalam upaya mendaki puncak Jayakusuma, pegunungan Jayawijaya, yang lebih dikenal sebagai puncak Carstensz Pyramid - berketinggian 4.884 meter. Upaya menaklukkan puncak salju itu dimulai awal Maret lalu. Ketika jenazah Rustam Papinka, mahasiswa Undip Semarang yang tewas di Gunung Kelabu (3.815 meter) - salah satu puncak Jayawijaya dievakuasi pada akhir Februari, keempat anak Trisakti itu, kecuali Agus Putera sempat hadir. Mereka bahkan ikut menyembahyangkan jenazah. Ternyata, kini keempatnya juga tewas. Meski Menlu Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan keempatnya tewas karena kurangnya persiapan, seperti enam siswa STM Pembangunan Jakarta di Gunung Salak Maret lalu, hampir semua pihak membantah. Anak Trisakti itu tergolong pendaki gunung andal dan berbekal alat-alat pendakian yang harganya mencapai jutaan rupiah. Yang mungkin kurang mereka perhitungkan tampaknya izin pendakian serta faktor keamanan setempat. Mereka dipastikan tewas oleh penyebab di luar diri dan kemampuan mereka. Bisa jadi mereka dirampok atau dibunuh gerakan pengacau. Sebab, menurut Suara Pembaruan, mereka ditemukan tewas dengan tangan diikat rotan dalam sebuah lubang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus