KAMPUS Universitas Trisakti tampak ramai, Jumat malam pekan lalu. Jalanan macet. Tak seperti biasa, kampus di kawasan Jakarta Barat itu dijaga polisi lengkap dengan senjata laras panjang. Anggota Resimen Mahasiswa Trisakti berjajar di sepanjang jalan menuju aula. Ketika empat mobil jenazah memasuki kampus, suasana makin galau. Dua mahasiswi Trisakti pembawa karangan bunga di depan peti tak kuasa menahan air mata. Empat peti jenazah segera diturunkan dan dlusung ke aula. Ratap tangis, yang sudah terdengar sejak penjemputan di Bandara Soekarno-Hatta, makin menjadi-jadi ketika empat peti berselimut kain kuning bertuliskan Aranyacala itu disemayamkan. Aranyacala adalah klub pecinta alam di Trisakti. "Trisakti hanya bisa berbelasungkawa. Semoga, lain kali, persiapannya lebih giat," ujar Pembantu Rektor III Ostenrik Tjitro Soenarjo pada TEMPO. Di atas peti, ada foto berukuran besar milik Kacuk (22), Irwan Fauzi (23), Agus Putera (22), dan Darma Surya Purnama (23). Keempatnya adalah mahasiswa Trisakti yang tewas dalam upaya mendaki puncak Jayakusuma, pegunungan Jayawijaya, yang lebih dikenal sebagai puncak Carstensz Pyramid - berketinggian 4.884 meter. Upaya menaklukkan puncak salju itu dimulai awal Maret lalu. Ketika jenazah Rustam Papinka, mahasiswa Undip Semarang yang tewas di Gunung Kelabu (3.815 meter) - salah satu puncak Jayawijaya dievakuasi pada akhir Februari, keempat anak Trisakti itu, kecuali Agus Putera sempat hadir. Mereka bahkan ikut menyembahyangkan jenazah. Ternyata, kini keempatnya juga tewas. Meski Menlu Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan keempatnya tewas karena kurangnya persiapan, seperti enam siswa STM Pembangunan Jakarta di Gunung Salak Maret lalu, hampir semua pihak membantah. Anak Trisakti itu tergolong pendaki gunung andal dan berbekal alat-alat pendakian yang harganya mencapai jutaan rupiah. Yang mungkin kurang mereka perhitungkan tampaknya izin pendakian serta faktor keamanan setempat. Mereka dipastikan tewas oleh penyebab di luar diri dan kemampuan mereka. Bisa jadi mereka dirampok atau dibunuh gerakan pengacau. Sebab, menurut Suara Pembaruan, mereka ditemukan tewas dengan tangan diikat rotan dalam sebuah lubang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini