BEASISWA Departemen P & K akhir-akhir ini dapat sorotan tajam.
Pemberian dana kepada mahasiswa (dan pelajar) dalam rangka
Program Pembinaan Bakat dan Prestasi yang baru berjalan dua
tahun ini, macet. Sejumlah uang (besarnya ditentukan berdasarkan
tingkat sekolah dan daerah) yang mestinya diterima setiap bulan,
tahun lalu baru datang 10 bulan. Kemudian sekaligus. Dan tahun
ini pun agaknya akan mengalami nasib sama.
"Sangat disayangkan bahwa proses pengeluarannya bertele-tele,
sehingga tak mengenai sasarannya. Tidak sesuai dengan tujuan
pemberian beasiswa. Kami tidak menginginkan rapel yang banyak
hingga kaya mendadak. Tetapi yang kami inginkan adalah
kelancaran study yang dapat dibantu dengan kelancaran biaya",
tulis Waluyo Hardjono, mahasiswa Universitas Jenderal Sudirman,
Purwokerto pada surat pembaca di Kompas. Sebuah surat pembaca
lain menilai, sistim rapel beasiswa serupa itu merupakan suatu
gejala yang tidak mendidik. Mahasiswa kurang mampu yang
seakan-akan menang lotere itu, demikian surat pembaca itu, jelas
akan merubah pola konsumsi yang bersangkutan. Sehingga
dikhawatirkan uang yang diterimanya akan dipergunakan untuk
keperluan yang tidak-tidak. "Bagi bapak-bapak di BP3K persoalan
itu sepele, tapi bagi mahasiswa terasa berat sebab menyangkut
soal hidup-mati", tambah surat pembaca tanpa nama itu. Dan
keluhan-keluhan semacam itu juga datang dari mahasiswa ITB, UI,
Universitas Andalas, dan mungkin banyak lagi.
Tentu saja tidak semua beasiswa terlambat datang. Beasiswa
supersemar untuk mahasiswa kurang mampu tapi memiliki prestasi
(tahun ajaran depan diperluas ke murid-murid STM dan SMEA
negeri) sebesar Rp 15 ribu per bulan, kabarnya selalu lancar.
Beasiswa dari Yayasan Soemantri Brodjonegoro yang khusus
dlberikan untuk mahasiswa-mahasiswa pintar tapi tak perlu miskin
terutama jurusan eksakta dari ITB, UI dan Gajahmada (besarnya
sama dengan Supersemar, tapi masih ditambah Rp 60 ribu per
tahun untuk dana buku), hampir belum terdengar ada-kelambatan.
Juga beasiswa-beasiswa dari fihak swasta, lancar terus.
Lantas kenapa justru dari Departemen P & K tidak lancar?
Departemen yang dipimpin Dr. Sjarif Thajeb ini sebenarnya
memiliki macam-macam beasiswa. Ada beasiswa untuk mahasiswa
mahasiswa dari jurusan langka. Ada beasiswa berupa Ikatan Dinas.
Dan beasiswa pembinaan bakat dan prestasi itu tadi. Beasiswa
yang terakhir ini diberikan kepada murid SD negeri (kelas V dan
Vl) SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (termasuk swasta). Besarnya
beasiswa per bulan yang ditentukan berdasarkan tingkat sekolah
dan rayon itu bergerak antara Rp 3,5 ribu (untuk murid SD di
kecamatan atau desa) sampai Rp 15 ribu (untuk tingkat sarjana di
ibukota negara). Beasiswa itu diberikan untuk setahun ajaran,
dan bisa dilanjutkan tahuntahun selanjutnya selama si penerima
bisa mempertahankan prestasinya.
Tentang keterlambatan yang terjadi selama ini, nampaknya fihak
Departemen P & K cukup memiliki alasan. "Banyak kesulitannya",
ucap Mugiadi, Sekretaris BP3K-P&K. Misalnya, karena seIeksi
dilakukan oleh daerah dan masing-masing pimpinun perguruan
tinggi, proses pada tahap ini sering makan waktu sangat panjang.
Meskipun batas waktu sudah ditentukan penyetoran daftar
nama-nama calon penerimaan beasiswa kebanyakan mulur. Sampai
bulan Mei tahun ini tadi baru sekitar 50, saja yang menyetorkan
daftar nama. Mundur lagi. Sampai bulan Juli, baru masuk 80b
saja. dan ketika daftar nama ini masuk ke Departemen P & K, di
sana pun paling sedikit makan waktu satu sampai dua bulan lagi.
Sehingga seluruh proses pemberian beasiswa itu rata-rata
memerlukan waktu delapan sampai sembilan bulan. Tak heran bila
beasiswa tahun lalu, baru diterimakan pada bulan September.
Tahun ini, SK nya saja baru diteken bulan Oktober lalu.
Dikordinir
"Saya sendiri merasa tidak bahagia atas keterlambatan ini", ucap
Mugiadi. Karena itu fihaknya kini sedang merencanakan perbaikan
agar tahun depan tidak terjadi lagi kelambatan. Misalnya ikut
membantu daerah atau perguruan tinggi dalam proses seleksi agar
batas waktu bisa dipenuhi. Kemudian cara kedua, dengan
mengeluarkan SK-SK pemberian beasiswa itu, tanpa menunggu masuk
seluruhnya. Dan akan diusahakan untuk melaksanakan ketetapan
batas waktu, dengan masih memberi kesempatan mengajukan sampai
sesuatu bulan yang masih akan ditetapkan kemudian. "Selama ini
saya perlu melakukan penagihan lima sampai enam kali, mungkin
nanti perlu 100 kali", kata Mugiadi lagi agak kesal.
Nampaknya, baik daerah dan perguruan tinggi maupun Departemen P
& K selama ini masing-masing memiliki andil kesalahan. Beberapa
perguruan tinggi, seperti UI kabarnya memang kurang antusias
mengurus kepentingan mahasiswamahasiswa yang membutuhkan
beasiswa itu. Karena begitu aneka-ragamnya beasiswa yang
ditawarkan, "UI sudah jenuh", kata sebuah sumber. Sehingga jatah
beasiswa pembinaan bakat dan prestasi yang diberikan, tidak
diambil semua. Padahal bukankah masih banyak yang membutuhkan?
Butuh atau tidak, tentu saja semakin banyak beasiswa akan
menjadi semakin baik. "Dengan beasiswa, saya merasa hidup lagi",
ucap Mugiadi menunjuk dirinya sebagai contoh, "kalau tak ada
beasiswa, mungkin saya tidak akan jadi begini karena bapak saya
waktu itu sudah pensiun". Itulah sebabnya, timbul gagasan dari
fihaknya agar beasiswa-beasiswa yang bermacam-macam itu
dikordinaslkan dalam satu komisi. "Sehinga bisa menset-up
kriteria yang tidak bertontanan satu dengan yang lainnya dan
tidak terjadi perbedaan besarnya beasiswa", tambah Mugiadi lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini