PAGAR seng mengitari empat belas bangunan tua berbentuk joglo yang berderet di pinggiran utara alun-alun keraton Kasunan Surakarta. Dua buah bangunan yang bernama Pakapalan dan Pamajakan sejak Agustus lalu jadi puing berserakan. Pilar-pilarnya yang terbuat dari kayu jati berukir ditumpuk di suatu sudut. Sebelas bangunan lainnya -- yang selama ini dipinjam kantor camat dan sekolah -- juga nyaris musnah bila pihak keraton tak buru-buru turun tangan. Pengageng Parentah Keraton -- semacam kepala rumah tangga istana -- 17 September silam mengirim surat protes ke PT Benteng Perkasa yang merobohkan bangunan keraton itu. Banyak pihak menyayangkan hancurnya peninggalan sejarah yang dibangun oleh Paku Buwono II pada pertengahan abad ke-18 itu. Para mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), misalnya, membentuk "Kelompok Solidaritas Budaya" dan siap melancarkan aksi. "Sebab, sesuai dengan Keputusan Presiden tahun 1988, tanah dan bangunan Keraton Surakarta berikut segala kelengkapannya telah menjadi peninggalan budaya yang harus dilestarikan," kata Kanjeng Pangeran Daryonagoro, Pengageng Parentah Keraton Surakarta. Ikhwal pembongkaran oleh PT Benteng Perkasa ada kisah nya. Deretan 14 bangunan yang disebut di atas ber sebelahan dengan bekas benteng Vastenburg peninggalan Belanda. Benteng itu sudah disulap menjadi hotel dan sejumlah bangunan bisnis. Sebelumnya Vastenburg menjadi asrama Brigif 6 Kostrad dan berada di bawah Kodam IV Diponegoro. Nah, tahun 1988 Kodam meneken kesepakatan dengan PT Benteng Perkasa. Kodam menyerahkan Vastenburg asalkan PT Benteng menggantinya dengan fasilitas lain bagi ABRI. Kebetulan dalam Rencana Induk Kota (RIK) Solo asrama Brigif itu akan dipindahkan. Brigif kini sudah punya markas, perumahan, mes perwira tinggi, dan sejumlah bangunan baru lainnya di Palur, sekitar 10 kilometer arah timur dan Manahan di sebelah barat Kota Solo. PT Benteng telah mendanainya Rp 10 milyar. Tahun 1991 PT Benteng menyulap Vastenburg menjadi kawasan bisnis. Kini penyelesainnya tinggal 25%. Pihak keraton minta PT Benteng membuat jalan tembus karena keraton tertutup bangunan bisnis itu. Ketika pagar seng dipasang, pihak keraton belum bereaksi. "Kami sangka mereka akan membongkar tembok untuk membuat jalan tembus. Eh, ternyata malah menggempur bangunan ber sejarah," ujar GRA Kus Murtiyah, putri Paku Buwono XII. Menurut penghuni keraton, pelaksana proyek yang membongkarnya mengaku telah punya izin dari pemerintah daerah setempat. Namun R. Hartomo, Wali Kota Solo, mem bantah itu. "Saya ini orang Solo asli. Mana mungkin saya suruh orang membongkar gedung bersejarah?" kata Hartomo. Pemda, lanjutnya, hanya minta PT Benteng untuk "menata dan merapikan" daerah sekitarnya. Kunto Hardjono, Direktur PT Benteng membenarkan pernyataan wali kota itu. Dan sejak awal perusahaannya memang tak bermaksud membongkarnya. Perintah untuk merapikan bangunan keraton -- yang menurut Kunto terkesan kotor dan tak terawat -- ternyata disalahtafsirkan oleh pelaksana proyek. Ia mengakui salah bongkar setelah Pengageng Parentah Keraton mengirim surat protes. Lalu? "Kami akan membangun kembali yang salah gempur itu sesuai aslinya. Segera!" Kunto berjanji. Mendengar janji Kunto, penghuni istana umumnya merasa senang. Tapi Kus Murtiyah khawatir kalau-kalau PT Benteng tak mampu mengembalikannya sesuai dengan aslinya. Misalnya, apakah kayu-kayu dan ornamennya masih yang dulu. Priyono B. Sumbogo dan Kastoyo Ramelan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini