Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Maju-mundur Aturan Pilkada

Polemik Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tak kunjung usai. Berpotensi melahirkan kembali perpu.

2 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sjarifuddin Hasan dan Rambe Kamarulzaman berserobok di depan pintu lift. Saling melempar senyum, keduanya masuk, lalu terdiam. Keheningan pecah tatkala seseorang menanyakan sikap Partai Demokrat atas revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Pertanyaan di dalam lift Nusantara I di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pekan lalu itu membuat Sjarifuddin gelagapan.

Sembari tersenyum kecut, Ketua Harian Partai Demokrat ini menoleh ke arah sumber suara. Lalu dia bertanya ke arah Rambe, politikus Partai Golkar. "Gimana, ada perintah?" ujar Sjarifuddin. Rambe, yang juga Ketua Komisi Pemerintahan DPR, membalas, "Nanti kami diskusikan."

Undang-Undang Pemilukada yang akan didiskusikan Komisi Pemerintahan itu lahir di ujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir September tahun lalu. Dari hasil pemungutan suara di rapat paripurna saat itu, mayoritas anggota Dewan, termasuk anggota Fraksi Partai Demokrat, sepakat pemilihan kepala daerah tak digelar secara langsung, tapi melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Aturan ini tak berumur panjang. Beberapa hari kemudian Presiden Yudhoyono membatalkan aturan ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014. Pertengahan Januari lalu, Dewan menyetujui perpu ini menjadi undang-undang.

Di mata Golkar, aturan tersebut masih harus diperbaiki. Rambe mengatakan hasil kajian tim yang dibentuk partai peringin menyimpulkan ada banyak kelemahan pada peraturan tersebut, terutama pasal-pasal tentang mekanisme uji publik, penyelenggara pemilukada, dan sistem pengajuan calon kepala daerah.

Itu sebabnya Golkar mengumpulkan semua kadernya dua pekan lalu di Jakarta. Mereka diminta mengusulkan aturan mana saja yang harus diperbaiki. Hasilnya, hampir semua kader mengecam aturan yang terkait dengan pengajuan calon tunggal kepala daerah. Menurut seorang politikus partai itu, aturan ini bisa mengancam kader-kader yang tengah menjadi wakil kepala daerah kehilangan peluang untuk mencalonkan diri. "Maka mereka ngotot dengan sistem paket," katanya.

Menurut politikus Golkar, Firman Subagyo, banyak kader keberatan terhadap pengajuan calon tunggal karena mereka sadar Golkar tak punya kekuatan merata di semua daerah. Di Jawa Tengah, misalnya, perolehan kursi Golkar tak signifikan. Bila berkoalisi dengan partai lain, masih ada kemungkinan menjadi calon wakil kepala daerah.

Pekan lalu, Rambe meminta semua fraksi menyerahkan daftar isian masalah. Targetnya, revisi rampung sebelum masa sidang berakhir pada pertengahan Februari. Politikus Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto, mengatakan ada sejumlah substansi yang sudah disepakati untuk revisi, antara lain uji publik, sistem paket pengajuan, lembaga penyelesaian sengketa, penyelenggara pemilu, dan waktu penyelenggaraan pemilukada serentak.

Adapun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ngotot menambahkan satu poin. "Yakni aturan mengenai hubungan kekerabatan agar inkumben tak menyalahgunakan kekuasaan," kata politikus PKS, Jazuli Juwaini.

Seorang anggota Komisi Pemerintahan bercerita, Demokrat bukan tak menyadari aturan ini punya kelemahan. Namun mereka enggan mengajukan revisi karena khawatir dinilai negatif oleh publik. "Mereka justru mendorong fraksi lain merevisi," katanya. Saat dimintai konfirmasi soal ini, Sjarifuddin hanya berujar, "Silakan saja diubah."

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon berjanji menempuh jalur kilat agar perbaikan segera terealisasi. Pekan ini Dewan akan memanggil pimpinan fraksi untuk memastikan revisi tak melebar ke mana-mana. Menurut Fadli, jika revisi tak kelar hingga masa sidang berakhir, Dewan akan mengusulkan opsi terburuk. Mengutip Fadli: "Pemerintah harus kembali mengeluarkan perpu."

Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus