Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Marak Kasus Mahasiswa Bunuh Diri, Ini Tanda-tandanya dan Cara Mencegahnya

Fenomena bunuh diri menjadi marak di kalangan mahasiswa belakangan ini. Selama Oktober 2023 ini saja, sudah ada empat dugaan kasus mahasiswa Indonesia melakukan tindakan bunuh diri. Psikolog Anak, Astrid W.E.N mengungkapkan bahwa biasanya, gejala awal dari depresi yang berujung pada kecenderungan bunuh diri berawal dari pikiran individu.

14 Oktober 2023 | 08.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pencegahan atau stop bunuh diri. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena bunuh diri menjadi marak di kalangan mahasiswa belakangan ini. Pada Oktober ini, sudah ada empat kasus mahasiswa yang diduga bunuh diri. Kasus terakhir terjadi pada mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro pada Rabu malam, 11 Oktober 2023. Korban EB yang berusia 24 tahun ditemukan tewas di kamar indekosnya di daerah Tembalang, Semarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sehari sebelumnya, mahasiswi Universitas Negeri Semarang ditemukan tewas di area pintu keluar parkir Mall Paragon Semarang. Dugaan sementara kepolisian bahwa korban NJW bunuh diri dengan jatuh dari lantai empat area parkir. Polisi menemukan tas milik korban, tanda pengenal, kartu mahasiswa, serta secarik surat yang berisi permohonan maaf kepada keluarganya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019 mencatat bahwa Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100 ribu penduduk. Psikolog Anak, Astrid W.E.N. mengungkapkan bahwa biasanya, gejala awal dari depresi yang berujung pada kecenderungan bunuh diri berawal dari pikiran individu. "Kalau orang sudah merasa dirinya buruk, yasudah buruk saja. Jadi ada kecenderungan masuk ke kondisi maunya mati saja," katanya pada Jumat, 13 Oktober 2023.

Jika sudah muncul pikiran tersebut, orang tersebut harus segera mencari pertolongan. Maka itu, kata Astrid, kepedulian lingkungan sekitar penting untuk membantu. Tanda-tanda seseorang yang butuh bantuan saat alami stres adalah produktivitas yang terganggu. "Kalau karyawan, pekerjaannya gak selesai. Kalau mahasiswa, perkuliahannya akan terganggu. Ada tugas enggak dikumpulkan, ada tugas kelompok tapi tidak gabung, hilang-hilangan," tuturnya.

Astrid menambahkan, lingkungan sekitar perlu peka guna mengamati perubahan mood atau tingkah laku individu. Misalnya, jika seseorang yang biasanya ceria, kemudian tiba-tiba terlihat murung atau biasanya tidak terlalu suka makan menjadi makan terus atau sebaliknya. 

Psikolog yang praktik di Klinik Pion, Pejaten ini menjelaskan ada dua jenis stres. Pertama, stres positif. Saat mengalaminya, individu menerimanya sebagai tantangan. Tekanan tersebut dijadikan dorongan untuk bekerja. Sementara pada sebagian orang, stres justru memberatkannya. Inilah yang disebut stres negatif. 

"Stres bisa terjadi di luar pikiran kita. Kondisi mental seseorang kadang tidak bisa disadari oleh orang tersebut, sampai dia tiba-tiba mendapatkan stres yang cukup tinggi," ujarnya. 

Begitu mendapatkan stres yang cukup tinggi, proses di dalam tubuh dan otak seseorang bisa melebihi logika. Pada akhirnya, berisiko muncul mental breakdown, kecemasan, hingga ketakutan yang tak bisa dijelaskan.

Astrid menyebutkan bahwa  stres yang dihadapi mahasiswa tingkat akhir bukan hanya skripsi, tetapi bayang-bayang kehidupan pasca kuliah. "Nanti lulus mau jadi apa, atau yang lain sudah lulus kok saya belum, yang lain pintar kok saya sepertinya enggak pintar. Jadi sebenarnya dari luar kelihatannya mungkin hanya karena skripsi, tapi di balik itu individu mengalami banyak sekali topik-topik masalah," ungkapnya.

Ia melanjutkan bahwa kondisi mental memang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Untuk itu, Astrid mengatakan perlunya bantuan tenaga profesional seperti psikolog yang bisa membantu memberikan solusi.

Astrid memberikan dua rekomendasi sebagai tindakan preventif terhadap tindakan bunuh diri di kalangan mahasiswa. Pertama, dia menyebut pentingnya edukasi kesehatan mental yang dilakukan oleh kampus. Hal itu bisa dilakukan melalui webinar. 

Selain itu, perlu ada workshop pertolongan pertama pada kesehatan mental. Workshop ini dapat diselenggarakan oleh organisasi kemahasiswaan di kampus untuk mahasiswa. "Kemudian nantinya akan dihubungkan ke profesional," tambahnya. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus