Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Presidential Threshold Dihapus MK, Partai Buruh: Seorang Buruh Berpeluang sebagai Calon Presiden

Putuan MK yang menghapus presidential threshold menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal memungkinkan seluruh parpol mengajukan capres dan cawapres.

3 Januari 2025 | 09.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan pidatonya dalam peringatan Tiga Tahun Kebangkitan Klas Buruh di Istora, kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 September 2024. Partai Buruh menyatakan dukungan kepada presiden terpilih untuk masa bakti 2024-2029 Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh Said Iqbal, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Ia menyebut putusan ini memungkinkan seluruh partai politik peserta Pemilu 2029, termasuk Partai Buruh, mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Said Iqbal mengatakan, dengan adanya putusan ini, pada Pemilu 2029 Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini adalah kebangkitan kelas pekerja. We are the working class," kata Said Iqbal lewat keterangan tertulis, 2 Januari 2025.

Said Iqbal menegaskan bahwa keputusan ini menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat. Melalui putusan ini, kata Iqbal, demokrasi yang sehat telah dihidupkan kembali.

“Kini, seorang buruh pabrik memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di Pilpres 2029, sebagaimana yang telah terjadi di Brasil, Australia, Selandia Baru, Inggris, Finlandia, Swedia, dan Peru,” ujar dia.

Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 telah membatalkan ketentuan Pasal 222 UU 7/2024 yang mengatur mengenai ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Artinya seluruh partai politik peserta Pemilu 2029 yang akan datang berhak mengajukan atau mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Iqbal mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat tanpa terkecuali, termasuk bagi pemerintah dan DPR. Sehingga pemerintah dan DPR tidak bisa “menghidupkan” kembali pasal tersebut atau “mengakali” dengan melakukan revisi keluar dari putusan MK tersebut.

MK dalam pertimbangan hukumnya mengatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

“Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden,” ujar Iqbal. 

Menurut Iqbal, Putusan MK ini tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim presidential threshold berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Sementara itu, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold. 

Menko Yusril menjelaskan, setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029. 

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril dalam keterangan resminya kemarin. “Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya.”

Pada Kamis, 2 Januari 2024, majelis hakim MK resmi menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen itu melalui perkara 62/PUU-XXII/2024. Ketua MK Suhartoyo mengatakan norma pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 seluruhnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, aturan juga dnilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menambahkan, penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi dan secara nyata bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi Isra.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus