Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Matematika Bingung

Buku pelajaran matematika baru akan direvisi, dimasukkan pula unsur pelajaran berhitung dan mencongak. Banyak terdapat ketidak seragaman penulisan istilah dalam buku pelajaran sekolah? (pdk)

24 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATEMATIKA baru akan diganti? Konon, pelajaran ini sulit dipahami, dan membuat siswa bodoh dalam berurusan dengan angka-angka. Karena itu, demikian sebuah berita di surat kabar terkemuka pekan lalu, pelajaran matematika direncanakan diganti lagi dengan pelajaran berhitung. Berita yang bersumberkan "pejabat di Departemen P & K" itu lantas saja memancing reaksi. Tak kurang Wirasto, ahli matematika dari UGM yang ikut menyusun buku pelajaran matematika baru, menyesalkan penggantian itu. Perkembangan ilmu eksakta, bahkan ilmu sosial pada abad kini, tak mungkin lagi ditampung dengan sistem berhitung lama, demikian antara lain pendapat ahli itu. Tapi Wirasto tak perlu kecewa. Matematika baru ternyata jalan terus. Yang akan direvisi adalah buku pelajarannya. Dan pekerjaan itu, sebenarnya, sudah dimulai pada 1980. Berdasarkan penelitian pihak Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) Departemen P & K, hanya 44% materi matematika baru diserap siswa. Dan itu karena "guru kurang dipersiapkan menyampaikan pelajaran itu." Sebab kedua, seperti juga pernah dikatakan oleh Wirasto kepada TEMPO bahasa Indonesia dalam buku matematika banyak yang kedodoran, tidak jelas. Misalnya, banyak kalimat panjang yang susah dimengerti siswa. Berdasarkan kedua hal itulah revisi dilakukan pada 1980. Bahkan, menurut Wirasto, dimasukkan pula unsur pelajaran berhitung lama, antara lain mencongak atau berhitung luar kepala. Sebab, memang banyak keluhan bahwa siswa sekarang lamban dalam berhitung. Ny. Soenoto, guru SD Strada, Klender, Jakarta Timur, misalnya, mengamati siswa kelas V dan VI di SD-nya, bila "diberikan soal penjumlahan sedikit saja mesti oret-oret, tak bisa langsung menemukan hasilnya." Entah mengapa, baru September tahun lalu, hasil revisi 1980 ditinjau kembali. Dan Desember tahun lalu, konsep perevisian dianggap final, lalu dimintakan persetujuan ke BP3K - demikian prosedurnya - untuk dicetak. Tapi Harsja Bachtiar, Ketua BP3K, masih menemukan yang perlu dibenahi. Misalnya, materi pelajaran yang seharusnya diberikan di kelas III SMP sudah diberikan di buku untuk kelas I. Lalu, masih banyak kalimat panjang yang memusingkan. Karena itu, Harsja minta konsep matematika itu direvisi. "Karena tim editor lama masih belum bekerja sempurna, sebaiknya perevisian dilakukan tim editor yang baru," tutur Harsja. Dan Harsja memilih tim editor baru, yang terdiri dari para guru SMA. Tim editor lama kebanyakan dari kalangan perguruan tinggi, yang bahasanya mungkin kurang cocok bagi siswa sekolah lanjutan, apalagi siswa SD. Dan itu yang menyebabkan adanya penangguhan cetak buku matematika itu - yang kemudian muncul menjadi berita besar: matematika akan diganti dengan berhitung lagi. Harsja memang tak menjelaskan revisi Maret 1984 ini dalam hal apa saja. Tapi dari buku teks matematika dari pemerintah yang kini dipakai, menurut sejumlah siswa SD dan SMP, "sulit dipahami perintah kalimat-kalimatnya," kata Diah, siswa kelas VI SD Tarakanita Jakarta. Baru setelah dijelaskan oleh guru, dia paham, dan ternyata "matematika itu mudah," katanya. Contoh yang lain diberikan oleh seorang siswa SMP Negeri yang tak mau disebut namanya, karena ayahnya pegawai di BP3K. Dalam buku Matematika I untuk SMP, halaman 105 dijelaskan arti kongruen. Penjelasannya membingungkan, meski dibantu dengan gambar tiga himpunan batu bata. "Batu bata-batu bata atau ubin-ubin demikian disebut kongruen," tulis buku itu. Si murid bingung. Menurut pengertiannya, kongruen itu adalah tiga himpunan batu bata itu. Namun, setelah dijelaskan gurunya, yang kongruen adalah masing-masing batu bata itu dalam tiap himpunan, yang dalam pelajaran ilmu ukur dulu, kata itu dijelaskan sebagai sama dan sebangun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus