Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mayoritas Jagoan Jokowi di Pilkada 2024 Serentak Unggul Suara: Efek Turun Gunung Saja?

Jagoan Jokowi di Pilkada 2024 wilayah Jateng, Jabar, Sumut, hingga Banten memperoleh kemenangan suara.

30 November 2024 | 18.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi seusai makan bersama pas calon (paslon) Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen di Warung Soto Triwindu, Solo, Jawa Tengah, Ahad, 17 November 2024. TEMPO/Septhia Ryanthie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tak terlalu aneh bila Pilkada 2024 Serentak telah menjadi ajang pembuktian kekuatan politik mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih manjur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah kandidat yang didukungnya berhasil meraih kemenangan di berbagai daerah, setidaknya sementara berdasarkan quick count. Mulai dari Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Timur hingga Banten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, kemenangan Jokowi tidak berlaku di Jakarta, tempat kandidat yang didukungnya, Ridwan Kamil-Suswono tertinggal dari Pramono Anung-Rano Karno.

Hasil hitung cepat alias quick count beberapa lembaga survei menunjukkan dominasi pasangan yang mendapat dukungan Jokowi. Di Jawa Tengah, Ahmad Luthfi-Taj Yasin unggul telak dari Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, meraih 57,95 persen suara menurut Charta Politika.

Di Jawa Barat, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan mendominasi dengan 61,14 persen suara berdasarkan Indikator Politik Indonesia. Pasangan Bobby Nasution-Surya, yang merupakan menantu Jokowi, menang di Sumatera Utara dengan 63,01 persen suara. 

Kemenangan tak terduga juga terjadi di Banten, di mana pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah mengalahkan Airin Rachmi Diany, unggul hingga 58,39 persen suara menurut Charta Politika. Begitu pula di Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak mengalahkan dua pasangan lainnya dengan perolehan 57,15 persen suara. 

Namun, situasi di Jakarta menjadi antitesis dari keberhasilan Jokowi. Ridwan Kamil-Suswono hanya memperoleh sekitar 39 persen suara, kalah dari Pramono Anung-Rano Karno yang meraih di atas 50 persen menurut berbagai lembaga survei. Dengan hasil ini, Jakarta menjadi satu-satunya wilayah di mana kandidat Jokowi gagal berjaya. 

Jokowi Turun Gunung

Sikap Jokowi yang aktif turun gunung mendukung sejumlah kandidat memunculkan skeptisisme. Ia terjun langsung ke kampanye Ahmad Luthfi di Purwokerto dan mengumpulkan relawan Ridwan Kamil di Jakarta. Dengan dalih dukungan terhadap pemimpin yang punya visi sama dengan pemerintah pusat, Jokowi dianggap melangkahi batas sebagai mantan presiden.

Keikutsertaan Jokowi dalam politik praktis ini bertentangan dengan janji yang pernah ia buat saat pensiun, yaitu menjadi rakyat biasa di Solo. Nyatanya, ia malah sibuk memobilisasi dukungan untuk kandidat yang diyakini dapat memperkuat pengaruhnya di panggung politik nasional. Langkah ini tak hanya memperlihatkan inkonsistensi, tetapi juga membuka potensi pelanggaran etika politik.

Keberpihakan Jokowi juga menuai kritik karena terlihat berorientasi pada melanggengkan dinasti politiknya. Ridwan Kamil, misalnya, dipromosikan untuk menjegal kandidat-kandidat lain yang dianggap dapat menjadi ancaman bagi masa depan politik putranya, Gibran Rakabuming Raka, di Pilpres 2029.

Namun, langkah Jokowi tidak selalu berbuah manis. Dukungan masifnya terhadap Ridwan Kamil-Suswono di Jakarta malah memperkuat resistansi publik terhadap kandidat ini. Elektabilitas Ridwan stagnan, bahkan cenderung turun, meski Jokowi telah memanfaatkan seluruh sumber daya politiknya untuk menggalang dukungan.

Dengan kebijakan kontroversial selama masa jabatannya, seperti kriminalisasi aktivis hingga pelanggaran HAM, Jokowi kerap dikritik sebagai figur pemimpin yang lebih peduli pada citra politik ketimbang substansi pembangunan.

Keterlibatan langsung dalam Pilkada 2024 semakin memperkuat persepsi bahwa Jokowi hanya peduli pada konsolidasi kekuatan politiknya dan keluarganya, tanpa memedulikan prinsip demokrasi yang sehat. Meski banyak jagoannya menang, hasil di Jakarta adalah pengingat bahwa rakyat masih dapat menolak permainan politik yang manipulatif.

Pilkada 2024 ini juga mengajarkan bahwa intervensi berlebihan dari mantan presiden bisa menjadi pedang bermata dua. Kemenangan di sejumlah daerah mungkin menjadi kemenangan jangka pendek bagi Jokowi, tetapi kekalahan di Jakarta adalah bukti bahwa rakyat tak selamanya tunduk pada oligarki. 

PUTRI SAFIRA PITALOKA | SEPTIA RYANTHIE | EKA YUDHA SAPUTRA
Pilihan editor: Kata Pengamat Soal Kekalahan PDIP di Kandang Banteng

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus