Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan umum atau Pemilu 2024 merupakan momen penting bagi demokrasi Indonesia. Namun, dalam prosesnya, terdapat potensi gangguan atau hambatan di Tempat Pemungutan Suara disingkat TPS rawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemetaan terhadap TPS rawan telah dilakukan sebagai bagian dari antisipasi gangguan atau hambatan yang mungkin terjadi selama proses pemungutan dan penghitungan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konferensi pers, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan bahwa hasil pemetaan tersebut menunjukkan adanya tujuh indikator TPS rawan yang paling sering terjadi, diikuti oleh empat belas indikator lainnya, serta satu indikator yang meskipun jarang terjadi, tetap menjadi fokus perhatian.
Satu dari tujuh indikator TPS rawan yang sering terjadi adalah keberadaan pemilih Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat. Ditemukan sebanyak 125.224 TPS dengan kasus seperti ini.
Kemudian, terdapat juga TPS yang memiliki Pemilih Tambahan (DPTb) sebanyak 119.796 TPS, serta TPS yang melibatkan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di luar domisili mereka sebanyak 38.595 TPS.
Selain itu, kendala teknis seperti masalah jaringan internet di lokasi TPS juga menjadi perhatian serius, dengan 36.236 TPS dilaporkan mengalami kendala semacam ini. TPS yang berada di dekat posko atau rumah tim kampanye peserta pemilu (21.947 TPS) serta TPS di wilayah rawan bencana (10.794 TPS) juga menjadi sorotan, mengingat kondisi ini dapat memengaruhi ketersediaan dan keselamatan pemilih serta penyelenggara.
Untuk menghadapi tantangan ini, Bawaslu telah merancang serangkaian strategi pencegahan. Salah satunya adalah melalui patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, yang dilakukan untuk memantau serta memberikan kehadiran pengawasan yang intensif.
Selain itu, koordinasi dan konsolidasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk KPU, peserta pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, menjadi kunci dalam upaya memitigasi risiko gangguan atau hambatan.
Pendidikan politik kepada masyarakat juga menjadi fokus, karena masyarakat yang teredukasi akan lebih mampu mengidentifikasi dan melaporkan potensi pelanggaran atau kecurangan selama proses pemilu.
Kolaborasi dengan pemantau pemilu dan pengawas partisipatif serta penyediaan posko pengaduan masyarakat di setiap level juga menjadi langkah penting untuk memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam memelihara integritas pemilu.
BAWASLU
Pilihan editor: Hal-hal yang Diperbolehkan dan Dilarang Ketika Berada di TPS