UII Yogya menolak bantuan SDSB sebesar Rp 100 juta. Demonstrasi besar-besaran hampir meledak. Disepakati, bantuan dikembalikan. MAHASISWA Universitas Islam Indonesia (UII) Yogya berani konsekuen. Mereka bukan cuma teriak-teriak dan protes menentang peredaran SDSB. Mereka juga menolak uang yang disumbangkan pelaksana SDSB. Suasana panas melanda kampus UII itu sejak pertengahan bulan ini. Penyulutnya adalah info bahwa UII menerima sumbangan Rp 100 juta dari dana SDSB. Para mahasiswa pun mempertanyakannya. "Sebagai lembaga pendidikan Islam, UII tak boleh menerima uang haram, yang berasal dari judi," kata Boy Taufik Syah, pimpinan mahasiswa UII. Para mahasiswa menuntut agar pimpinan Universitas segera mengembalikan uang panas itu. Dana Rp 100 juta itu sebetulnya telah diterima UII pada 5 Februari 1991. Yang menyerahkan adalah Ketua DPD Golkar DIY Sultan Hamengkubuwono X, disaksikan Dirjen Bantuan Sosial Yusuf Thalib. Dalam berita acara memang disebutkan, dana yang disalurkan lewat Golkar Yogya itu berasal dari Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS), penghimpun uang SDSB. Asal-usul dana dari SDSB itu bocor tanpa sengaja. Delegasi mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Yogya, 8 Agustus lalu, menemui Ketua DPRD DIY Parwoto. Mereka menyampaikan petisi agar SDSB dibersihkan dari wilayah DIY. Untuk meredam suasana yang tegang saat itu, konon, Parwoto mencoba menjelaskan manfaat dana SDSB, termasuk bantuan untuk UII itu. Info itu segera memanaskan kampus UII. "Kami malu, diejek-ejek sebagai penadah uang haram," kata Boy Taufik Syah. Maka, mereka pun siap menghimpun massa mahasiswa, untuk menggelar aksi demonstrasi. Untung, pihak pimpinan Universitas cepat turun tangan untuk meredakan emosi. "Terserah Anda mau membanting kursi, memukul meja, atau apa saja. Asal kita selesaikan di kampus ini dulu," kata Afan Gaffar, Pembantu Rektor I. Sultan HB X pun mencoba ikut menenangkan kampus UII. Ia, 13 Agustus lalu, mengirim surat ke UII dan membantah bahwa dana itu berasal dari SDSB. Surat itu diedarkan kepada para mahasiswa. Tapi mereka tak puas. Sehari kemudian, mereka menemui Ketua DPRD DIY Parwoto. Pada kesempatan itu, Parwoto juga memberi jawaban yang sama. Bantuan itu berasal dari dana khusus Menteri Sosial. Masalah menjadi jelas setelah Afan Gaffar sendiri memberitahukan bahwa dana itu datang dari YDBKS. "Saya yakin, dana itu berasal dari SDSB," kata Afan, yang mewakili UII menerima cek dari Sultan. Kepastian juga datang dari Jakarta. Hedijanto, sekretaris YDBKS, mengakui telah mengirim duit itu ke Yogya. Ordernya datang dari Menteri Sosial yang menerima permohonan dari Yogya. "Mestinya pemohon tahu bahwa uang itu pasti dari SDSB. Kalau tidak, Menteri dapat duit dari mana," kata Hedijanto. Tapi Afan mengaku tak tahu-menahu. Sampai menjelang serah terima, dia pun belum tahu bahwa uang itu berasal dari YDBKS. "Saya baru tahu ketika hendak menandatangani kuitansi," tuturnya. Afan juga mengaku ingin menampiknya. "Tapi saya tahu, itu tak etis. Apalagi di depan umum," katanya. Hingga kini, menurut Afan, dana Rp 100 juta itu masih utuh. Belum diutak-atik, belum terpakai untuk tambahan biaya pembangunan kampus, seperti rencana semula. Uang itu didepositokan. Selama ini, Afan juga ragu untuk mengembalikannya. Dia khawatir ada yang kehilangan muka. Kini, pihak pimpinan UII dan mahasiswa telah mengadakan pertemuan. Hasilnya, kesepakatan untuk mengembalikan dana itu ke YDBKS. "Kami masih mencari saat yang tepat," kata Afan. Dan, bagi Hedijanto, itu bukan soal besar. "Diterima ya syukur, dikembalikan ya kami terima," katanya. Namanya saja sumbangan. Putut Trihusodo, Iwan Qodar (Jakarta), R. Fajri (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini