Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Panggil bung, jangan om

Menteri harmoko melontarkan imbauan agar semua pe- jabat pemerintah termasuk menteri dipanggil bung. alasannya panggilan bung terasa mengandung nilai kebersamaan, lebih demokratis dan akrab.

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah ide menarik dari Bung Harmoko, untuk memasyarakatkan panggilan bung. "Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Sjahrir" (Chairil Anwar, Krawang-Bekasi)KETIKA sajak ini ditulis Chairil Anwar pada masa awal kemerdekaan, panggilan "bung" memang terasa lebih akrab daripada "bapak" atau "saudara". Pada zaman itu, menurut bekas pemimpin redaksi koran Indonesia Raya Mochtar Lubis, "Suasananya memang egaliter sekali. Bung dipakai sampai ke desa-desa." Gerakan-gerakan nasionalis sebelum kemerdekaan juga sudah memakai sebutan yang dalam kamus umum bahasa In- donesia berarti "abang" itu. Jadi, menarik kalau Menteri Penerangan Harmoko melontarkan imbauan agar semua pejabat pemerintah termasuk menteri dipanggil bung. Ide bagus itu dilemparkan Pak, eh, Bung Harmoko, dalam Hari Bakti Penerangan di Bandung, Selasa lalu. Alasan Bung Harmoko, panggilan bung terasa mengandung nilai kebersamaan, lebih demokratis, serta mampu mendekatkan jarak antara pejabat dan rakyat. "Mulai hari ini, panggil saya dengan bung. Saya juga akan minta para menteri untuk mempopulerkan panggilan bung," ujar Bung Harmoko lagi. Menurut Mochtar Lubis, Mohammad Natsir yang menjadi perdana menteri RI pada 1950-1951 pernah membuat surat edaran soal bung ini. Natsir mengimbau agar dalam surat-menyurat resmi yang menyangkut Presiden sampai jajaran paling rendah dipakai istilah bung. Pada zaman Orde Baru, panggilan pada pejabat kebanyakan adalah Bapak. Sekarang, Bung Harmoko rupanya ingin mengembalikan keakraban masa revolusi dulu. Ide ini disambut hangat. "Saya nggak pernah menolak dipanggil Bung, juga oleh bawahan saya," kata Menteri KLH, Bung Emil Salim. Menteri Ali Alatas mengaku, sejak bekerja dengan Adam Malik dahulu, ia sudah akrab dengan sebutan bung. Kalau sekarang dipanggil bawahan bung? "Yaa ... saya nggak mau kasih komentar, ah," ujar Bung Ali. Lain lagi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. "Saya nggak apa-apa dipanggil Bung. Orang mau panggil saya mas, pak, atau apa saja boleh. Asal jangan om," ujar Bung Sarwono. Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus