TAMPARAN keras menabok wajah Dr. Shervert H. Frazier. Psikiater terkemuka itu digores malu, lalu mengundurkan diri dari jabatan Direktur Institut Kesehatan Mental di Harvard University. Ia dinyatakan jelas terlibat skandal menjiplak. Surat pengunduran dirinya diterima Dekan Fakultas Kesehatan Mental di Harvard, Dr. Danil Testosin. Dalam keterangannya kepada wartawan, Senin dua pekan lalu, Testosin menyatakan bahwa sebuah Komite Investigasi menemukan fakta-fakta penjiplakan. Frazier dinyatakan sudah melakukan penjiplakan atas empat papernya sepanjang tahun 1966-1975. "Ini menunjukkan adanya kesembronoan di bidang ilmu pengetahuan," tutur Testosin. Paper yang dipublikasikan Frazier itu masing-masing termuat dalam: Journal Deseases of The Nervous System, 1966 sebuah artikel di Journal Orthopedic Clinic di Amerika Utara, 1970 dan satu bab pada edisi kedua buku pegangan Psikiatri Amerika yang diterbitkan sebagai buku dasar, 1975. Kertas kerja itu mengandung penjiplakan materi isi dari sumber-sumber yang sama. Sumber itu: dua buah artikel di Scientific American dan satu lagi di Journal Clinical Nourosurgery. Kasus jiplak-menjiplak ini dicetuskan oleh Paul Scatena. Suatu ketika mahasiswa Filsafat dari Universitas Rochester itu melakukan studi tentang rasa sakit sebagai momok. Entah kenapa, Paul tertarik membaca paper yang dipublikasikan Frazier. Ia menemukan beberapa kejanggalan. Lalu Paul mencoba membandingkan dengan sebuah alinea dengan artikel yang termuat di Scientific American Article. Gila, hasilnya, "Saya mencatat ada dua pertentangan pada perpustakaan kesehatan dan terbitan dari paper yang asli. Jadi, yang dilaporkan Frazier itu tidak benar," katanya. Paul membeberkan kelucuan itu ke Harvard Universit, Agustus lalu. Pihak Harvard membentuk Komite Investigasi. Hasilnya, seperti diungkapkan Oktober lalu, Frazier KO, ia mengajukan surat permohonan diri, dan Testosin menerima. Tapi banyak pihak menilai Testosin berlebihan. Beberapa tenaga pengajar di Fakultas Kesehatan Mental Harvard menyebut bahwa hukuman yang ditimpakan kepada Frazier jauh melampaui dari yang sepatutnya. "Sebenarnya, hukuman dalam bentuk teguran lebih pantas," kata seorang dosen. Ini mengingat jasa Frazier yang begitu banyak, terutama pengabdiannya di bidang riset kesehatan mental. Dr. Alan A. Stone, presiden pertama dari Asosiasi Psikiater Amerika, menyebut tindakan terhadap Frazier itu tidak beralasan. Secara terbuka, Stone menyatakan rasa tidak senangnya kepada Rektor Harvard Derek Bok dan Dr. Daniel C. Tosteson. Toh Testosin tetap ngotot, "Apakah kami harus mengatakan oke untuk seorang profesor yang melakukan plagiat?" katanya. AB dn IHT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini