Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Folklor adalah salah satu kajian budaya yang juga menjadi subdisiplin antropologi relatif. Namun, kajian folklor sendiri belum terlalu dikembangkan di Indonesia. Hanya ada satu tokoh yang hingga saat ini menjadi satu-satunya ahli folklor dewasa ini. Ialah profesor James Danandjaja yang mengembangkan folklor dan menjadi pelopor peneliti yang menerbitkan berbagai kajian budaya lisan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip dari buku Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lainnya yang ditulis James Danandjaja, istilah folklor berasal dari bahasa Inggris folklore yang merupakan kata majemuk gabungan dari folk dan lore. Folk memiliki arti yang sama dengan kata (collectivity) yang berarti kolektif. Folk juga diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, kata lore berarti adat dan pengetahuan. Dalam hal ini lore merupakan tradisi yang dimiliki suatu folk atau kelompok. Kelompok yang dimaksud disini juga sebagai masyarakat yang memiliki karakteristik tradisi turun temurun yang diwariskan setidaknya dua generasi. Dan yang paling penting menurut Alan Dundes yang disebutkan dalam buku ini adalah kelompok kolektif yang memiliki kesadaran identitas dan nilai didalamnya. Secara garis besar folklor dapat ditafsirkan sebagai kebudayaan turun temurun atau memori kolektif selama dua generasi secara tradisional baik lisan maupun isyarat.
Sebelumnya, pengertian folklor tidak seperti yang dijelaskan diatas. Folklor memiliki pengertian yang sempit pada awal perkembangan kajiannya, terutama ketika sebelum perang dunia kedua. Yang sebagian sarjana Belanda mengartikan folk sebagai kelompok primitif dan bar-bar. Namun, setelah masa perang dunia kedua berakhir, pengertian kolektif dalam kajian folklor semakin luas.
Jenis Folklor
Melansir dari jurnal berjudul Struktur Makna dan Fungsi Ungkapan Kepercayaan Rakyat: Studi Kasus Jorong Sentosa Nagari Padang Gelugur, Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman, yang ditulis Lili Anggraini dkk., kajian folklor dibagi menjadi folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.
Folklor lisan adalah tradisi yang sepenuhnya diturunkan secara lisan. Dalam hal ini tradisi lisan bisa terdiri dari cerita rakyat seperti dongeng, legenda, logat, julukan, bahasa, mitos nyanyian, dan sebagainya. Dalam penelitian kajian folklor lisan harus memiliki dokumentasi keterangan dari penutur aslinya atau dari masyarakat kolektif tersebut.
Kedua, folklor sebagian lisan merupakan tradisi perpaduan antara lisan dan non lisan. Misal seperti tahayul, festival, tarian, drama, dan permainan rakyat. Tradisi yang dicontohkan dalam folklor sebagian lisan ini memang gabungan dari praktik budaya yang konkret dan memiliki makna secara lisan yang bisa dikulik.
Terakhir, ada folklor non lisan. Foklor jenis ini tidak diwariskan secara lisan. Bentuknya dilihat dari warisan arsitektur bangunan, musik, kostum, makanan, dan sebagainya.
Ciri-ciri Folklor
Folklor memiliki ciri-ciri yang bisa dikenali untuk membedakan dari kajian budaya lain, diantaranya:
1. Penyebaran dilakukan secara lisan
2. Bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk konsisten dalam waktu yang cukup lama
3. Ada dalam banyak versi
4. Tak diketahui siapa penciptanya
5. Memiliki pola yang standar dan cenderung klise
6. Memiliki fungsi dalam kelompok kolektif
7. Cenderung tidak mengikuti logika umum
8. Bersifat polos dan lugu, terkadang malah terlihat kasar dan spontan.
Tradisi folklor menurut Alan Dundes memiliki fungsi sebagai berikut:
- Meneguhkan ikatan solidaritas kolektif kelompok
- Sebagai justifikasi dalam suatu masyarakat,
- Mengijinkan kepada masyarakat agar dapat mencela orang lain (untuk mempertahankan tradisi atau sanksi sosial)
- Sebagai wahana menentang ketidakadilan,
- Sebagai alat yang menyenangkan dan memberi hiburan.