Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mengurai Wajah Kusut Sang Surya

Pemerintah Kota Surabaya akan menggelar prakualifikasi lelang monorel dan trem pada April 2014. Kualifikasinya berstandar internasional.

17 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wulandari memiliki kebiasaan lembur tiga hari dalam sepekan, lima tahun terakhir ini. Sebelumnya, pegawai bank swasta nasional ini biasa pulang kantor tepat waktu. Tapi sekarang pulang tepat waktu menjadi siksaan karena ia harus mengendarai sepeda motor selama satu jam dari kantornya di Jalan Tunjungan ke rumahnya di Jalan Jambangan, Surabaya.

Pada jam pulang kantor, jarak tempuh Wulan menjadi dua kali lipat dibanding jika pulang setelah pukul 19.00. "Capek, mending lembur," kata ibu dari remaja semata wayang itu, Rabu pekan lalu. Dengan lembur, selain mendapat penghasilan tambahan, ia terhindar dari kemacetan.

Kemacetan menjadi keluhan sehari-hari penduduk Surabaya. Terutama pada hari kerja, kepadatan kendaraan hampir terjadi di semua ruas jalan. Maklum, penduduk Surabaya semakin banyak. Pada akhir 2012, jumlah penduduk mencapai 3.110.187 jiwa. Tahun sebelumnya 3.024.321 jiwa.

Jumlah kendaraan meningkat di atas pertumbuhan penduduk. Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko), pertumbuhan sepeda motor 5-10 persen setiap tahun, hingga mencapai 1.402.190 unit pada 2012. Jumlah mobil meningkat 2,2-5,3 persen menjadi 284.784 unit, sedangkan mobil barang 287.720 dan bus 2.486 unit pada 2012.

Pertumbuhan jumlah kendaraan itu tak diikuti dengan pertambahan panjang jalan. Selama 2008-2012, panjang jalan di Surabaya stagnan, yakni 1.677,05 kilometer. Pertumbuhan jaringan atau kapasitas jalan hanya naik rata-rata 4 persen per tahun.

Moda transportasi umum boleh dibilang tak berubah bahkan sejak 20 tahun lalu. Angkutan umum di Surabaya terdiri atas angkutan kota, bus kota, taksi, angkutan serbaguna (angguna), dan kereta api. Pada 2012, terdapat 58 rute layanan angkutan kota dengan jumlah armada 4.849 unit dan waktu tunggu (headway) 2-20 menit. Sebagian besar merupakan milik perorangan dan kondisinya banyak yang tak layak jalan. Bus kota melayani 21 rute dengan armada 265 kendaraan, headway 10-60 menit dan sebagian besar melayani koridor utara ke selatan. Sedangkan jumlah angguna semakin berkurang tanpa peremajaan.

Jalur kereta api di Surabaya merupakan bagian dari jaringan kereta api nasional dan regional. Ada juga kereta api komuter yang melayani rute Surabaya-Sidoarjo dan Surabaya-Lamongan. Namun kereta api tidak melayani rute dalam kota Surabaya.

Pemerintah Kota Surabaya menyadari, masalah kemacetan ini harus segera ditangani. Untuk itu disiapkan sejumlah rencana yang dirancang bisa mendongkrak aksesibilitas orang dan barang. Caranya dengan menambah jaringan jalan, menambah moda transportasi publik, dan menekan pertumbuhan kendaraan pribadi. "Kalau bisa, jalannya bertambah tapi kendaraannya enggak bertambah," kata Kepala Bappeko Surabaya Agus Imam Sonhaji, Senin pekan lalu.

Aksesibilitas angkutan barang terdiri atas akses berbasis jalan dan rel. Untuk angkutan barang berbasis jalan, pemerintah kota sedang membangun jalan tol Waru-Tanjung Perak, Surabaya-Mojokerto, Surabaya-Gresik, Jalan Kalianak, Jalan Kenjeran, Jalan Lingkar Luar Timur, dan Suramadu. Yang masih direncanakan adalah Jalan Lingkar Luar Barat.

Sedangkan angkutan barang berbasis rel Waru-Wonokromo-Gubeng-Sidotopo-Tanjung Perak, Sidoarjo-Krian-Wonokromo-Gubeng-Sidotopo-Tanjung Perak, dan Pelabuhan Tanjung Perak-Pelabuhan Teluk Lamong. Yang masih dalam tahap rencana adalah rute Juanda-Waru-Gubeng-Perak dan Surabaya-Gresik.

Untuk menekan pertumbuhan jumlah kendaraan umum, Pemerintah Kota Surabaya akan mengembangkan jaringan jalan utama dan menyediakan angkutan massal cepat (AMC). Agus mengakui minat penggunaan angkutan umum di Surabaya masih rendah. Karena itu, perlu peningkatan kualitas layanan transportasi.

Pengembangan jaringan jalan utama akan dimulai dari Lingkar Barat Luar sepanjang 26.657 meter. Jalan ini untuk mengurangi kemacetan di koridor utara-selatan Surabaya. Sejak 2012, ruas jalan yang telah dibangun masih 4.500 meter. Jalan Lingkar Barat Dalam sepanjang 13.910 meter dari Jalan Greges sampai Jalan Mastrip. Ruas jalan yang telah terbangun 2.500 meter. Keduanya ditargetkan rampung pada 2015.

Sedangkan Lingkar Timur Tengah (Middle East Ring Road/MERR) yang diharapkan tuntas pada 2014 terdiri atas Merr IIA sepanjang 1.625 meter dan Merr IIB sepanjang 2.850 meter. Keduanya sudah beroperasi. Sedangkan panjang jalan Merr IIC 6.250 meter dan Row 4 meter dengan luas lahan 261.154 meter persegi. Total rencana jalan Merr sepanjang 10.725 meter, sedangkan ruas jalan yang telah terbangun 9.255 meter.

Pembangunan Jalan Lingkar Timur Luar dilakukan bertahap dan jangka panjang pada 2012-2017. Pembangunan dimulai dari akses ke Jembatan Suramadu sampai Gunung Anyar-Pondok Tjandra dengan total panjang 16.542 kilometer dan lebar jalan 40-60 meter. Ruas yang telah terbangun 1.600 meter.

Untuk AMC yang terintegrasi, pemerintah kota memilih trem dan monorel. Proyek senilai Rp 10 triliun itu dinamai Suro­tram dan Boyorail. Monorel akan diintegrasikan dengan dua moda transportasi baru, yaitu feeder, semacam minivan, dan trunk, sejenis minibus. Monorel rencananya diadakan 18 unit.

Dengan nilai investasi Rp 6,4 triliun, akan dihubungkan koridor barat ke timur, dari Lidah Kulon ke Keputih, sepanjang 24 kilometer dengan 25 halte. Tiap unit memiliki empat gerbong berkapasitas duduk 177 orang dan 238 orang berdiri.

Sedangkan trem akan menghubungkan koridor utara ke selatan atau dari Perak ke Wonokromo, sepanjang 17,14 kilometer. Trem dengan nilai investasi Rp 2,4 triliun itu akan melayani publik dengan 21 unit dan 29 halte. Tiap unit memiliki dua gerbong berkapasitas 200 penumpang.

Rencana pengadaan AMC masih dalam tahap penyiapan dokumen prakualifikasi lelang. Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya sekaligus ketua panitia lelang monorel dan trem Surabaya, Deddy Irianto, mengatakan prakualifikasi akan dilakukan pada April 2014. Menurut dia, tahap ini rumit dan butuh waktu lama. Apalagi persyaratannya berstandar internasional. "Kami harus mengecek seluruh peserta," ujarnya Rabu pekan lalu.

Pengecekan itu meliputi kemampuan finansial, pengalaman membangun monorel atau trem, jumlah sumber daya manusia, dan keahliannya. Perusahaan yang memenuhi kriteria boleh mengikuti kontes lelang sekitar Agustus 2014. Panitia juga akan mengevaluasi dokumen teknis dan pengawasan selama dua-tiga bulan. Pemenang tender akan diumumkan akhir tahun ini.

Deddy mengatakan, pada awal pembuatan maket monorel dan trem, sudah 60 investor tertarik mendaftar. Namun, "Perusahaan-perusahaan itu hanya berfokus di bidang tertentu, seperti konstruksi saja, atau hanya berfokus di perbankan." Padahal, pada tahap prakualifikasi, investor yang mendaftar harus memenuhi kriteria semua bidang.

Agus mengakui proses ini mundur dari jadwal. Tapi, "Pokoknya akhir tahun ini atau awal tahun depan sudah ada groundbreaking," katanya. Dua moda transportasi baru senilai Rp 10 triliun ini dijadwalkan beroperasi pada 2016. Penumpang akan dikenai tarif Rp 7.000-10.000 per perja­lanan.

Bersamaan dengan beroperasinya dua moda transportasi itu, sistem manajemen lalu lintas yang terintegrasi juga akan diberlakukan. Mobil akan dikenai electronic road pricing (ERP) di jalur AMC. Tarifnya tergantung volume lalu lintas. Pada saat sibuk, tarif dapat berubah agar terjadi distribusi volume lalu lintas. "Kalau mobil memaksa lewat situ jadi mahal karena harus head to head dengan AMC," ujar Agus. Tarif untuk kendaraan besar akan lebih tinggi. Sepeda motor akan diarahkan melewati jalur alternatif, dan penyediaan gedung ­parkir.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Eddi mengatakan, jika moda transportasi baru ini beroperasi, akan ada pengaturan ulang rute angkutan kota dan sistem angkutan. Namun jalur angkutan kota dan bus akan dievaluasi lebih dulu.

Dengan moda transportasi baru, masyarakat diharapkan berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan massal. AMC dan pengembangan jalan diperkirakan bisa mengurangi kemacetan hingga 50 persen. Meski begitu, Agus tidak bisa menjamin AMC benar-benar efektif membatasi jumlah kendaraan. "Belum ada wujudnya, kami belum tahu masyarakat mau pindah atau tidak."

Endri Kurniawati, Agita Sukma Listyanti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus