Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menteri Hukum: 39 Ribu Narapidana Kasus Narkotika Akan Diasesmen untuk Dapat Amnesti

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan akan melakukan asesmen lebih dahulu kepada ribuan narapidana kasus narkotika itu.

16 Desember 2024 | 13.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan ada sekitar 39 ribu narapidana kasus pengguna narkotika yang saat ini dipertimbangkan mendapatkan amnesti. Angka ini merupakan jumlah terbesar dibandingkan narapidana kasus lain seperti kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengenai penghinaan kepala negara dan kasus politik Papua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Untuk kasus terbanyak narapidana kasus pengguna narkotika," kata Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 16 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Supratman mengatakan jumlah tersebut belum tentu akan mendapatkan amnesti. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) akan melakukan asesmen lebih dahulu kepada ribuan narapidana.

Asesmen dilakukan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu menyangkut tindak pidananya hingga sudah menjalani hukuman dengan berlakukan baik. "Ada juga kriteria subjektif. Tapi itu pengertian menjalani hukuman dengan baik," kata Supratman.

Supratman mengatakan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan saat ini masih melakukan asesmen. Kementerian itu, kata Supratman, juga sudah melakukan komunikasi dengan DPR. "Kami harap dalam waktu dekat sudah ada hasilnya," kata Supratman.

Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati sebelumnya meminta pemerintah transparan dalam rencana pemberian amnesti terhadap 44 ribu narapidana. Meski menilai langkah tersebut positif, Maidina menilai proses tersebut harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa diakses publik untuk dinilai dan dikritisi.

Maidina menyatakan ICJR menyepakati langkah pemberian amnesti oleh pemerintah tersebut. "Apalagi yang ditujukan untuk mengakhiri kriminalisasi pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Ahad, 15 Desember 2024.

ICJR, menurut Maidina, sudah menyuarakan soal pemberian amnesti bagi pengguna narkotika sejak pemerintahan sebelumnya. Mereka sepakat jika pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi harus dikeluarkan dari pemenjaraan. 

Meski demikian, ICJR menilai pemberian tersebut harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. “Teknis pemberian amnesti harus dirumuskan dalam peraturan, minimal setara peraturan menteri untuk menjamin standarisasi pelaksanaan, penilaian dan pemberian amnesti, sampai dengan diusulkan presiden dan dipretimbangkan oleh DPR,” kata Maidina.

Selain itu, Maidina juga menyatakan penilaian terhadap narapidana yang berhak mendapat amnesti harus berbasiskan hasil pembinaan dan memperhatikan aspek psikososial dan kesehatan.

Sebelumnya Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan pemerintah akan memberikan amnesti terhadap 44 ribu narapidana. Pemberian ampunan itu bertujuan untuk mengatasi masalah kelebihankapasitas di berbagai lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia.  

Supratman menyatakan terdapat empat kategori narapidana yang akan mendapatk amnesti. Pertama, narapidana perkara tindak pidana ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) tentang penghinaan kepada kepala negara; kedua, warga binaan pengidap penyakit berkepanjangan dan mengalami gangguan jiwa; ketiga narapidana kasus makar tidak bersenjata di Papua; keempat, pengguna narkotika yang seharusnya dilakukan rehabilitasi.

Supratman juga menyatakan pemerintah juga akan mengikutsertakan para narapidana yang mendapat amnesti dalam program swasembada pangan. Mereka akan masuk ke dalam Komponen Cadangan (Komcad) untuk bekerja dalam program tersebut.

Soal rencana pemerintah menjadikan narapidana yang mendapat amnesti sebagai tenaga program swasembada pangan dan Komcad, ICJR tak sepakat. Menurut Maidina, rencana tersebut rentan eksploitatif. Menurut ICJR, jika narapidana diberikan kesempatan kerja sebagai bagian dari pembinaan, maka hak atas upah pekerjaannya harus dibayarkan. 

"Dan hal tersebut bahkan bisa dilakukan saat ini tanpa perlu mendasarkan hal tersebut dengan rencana amnesti," kata dia. 

Dinda Shabrina berkontribusi dalam tulisan ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus