SEMENTARA pihak menuduhnya mencampuri urusan organisasi keagamaan. Karena Surat Keputusannyalah, yang mengangkat Pendeta Siahaan sebagai penjabat ephorus HKBP dengan tugas menyelenggarakan Sinode Agung Istimewa, reaksi muncul dari jemaat yang tak setuju. Bahkan SK itu di-Pengadilan Tata Usaha Negarakan 11 Januari lalu. Orang itu, Mayjen R. Pramono, Ketua Bakorstanasda Sumatera Bagian Utara yang juga Pangdam I Bukit Barisan, menerima wartawan TEMPO Wahyu Muryadi di mess Kodam Bukit Barisan, Jalan Ksatrian, Jakarta, Sabtu pagi pekan lalu. Kedua matanya tampak lebam. ''Maklum, kurang tidur. Kan biasa kalau orang Jawa prihatin begini,'' katanya. Maka ketika dipotret ia mengenakan kaca mata hitam. Berikut petikan wawancara itu. Apa latar belakang sampai Anda mengeluarkan surat keputusan itu? Sebetulnya masalah intern HKBP ini sudah lama, sejak saya menjadi Kasdam Bukit Barisan tahun 1987. Tahun 1992 kemarin mestinya fungsionaris baru terbentuk, tapi Sinode Agung pada bulan November itu tidak bisa menghasilkan itu, sampai hari terakhir. Malah Nababan meninggalkan tempat, sidang memanggilnya sampai tiga kali, ia tetap tidak datang. Alasannya sakit. Padahal rumah dia dengan Sinode dekat. Ini semua menurut laporan Komandan Korem. Akhirnya Majelis Pusat HKBP malam itu juga, sebelum pukul 24.00, mengadakan rapat. Keputusannya ada tiga. Satu, Sinode Agung dinyatakan gagal. Kedua, fungsionaris HKBP terhitung dari tanggal 29 November pukul 00.00 dinyatakan demisioner. Ketiga, menyerahkan permasalahan HKBP selanjutnya kepada pemerintah atau aparat keamanan. Majelis Pusat HKBP menyerahkan masalahnya secara tertulis kepada saya selaku Ketua Bakorstanasda karena ephorus sudah tak bisa menjalankan tugasnya, dan Sinode Agung dianggap gagal. Saya juga menerima pendelegasian wewenang dari Departemen Agama, Bakorstanas, Muspida Tingkat I, Pemerintah Daerah. Setelah memperoleh wewenang itu pada tanggal 16 Desember, kami undang eks Anggota Majelis Pusat ke Kodam. Dari 23 anggota, 19 yang datang, karena ada yang di Ujungpandang dan lainnya, dan Nababan juga tak hadir. Berdasarkan penyerahan wewenang kepada kami dan sekaligus adanya permintaan penyelesaian masalah HKBP, saya lemparkan kepada mereka sendiri siapa yang mereka inginkan, karena saya tak kenal satu per satu mereka. Muncullah tiga calon: Pendeta Sihite, Sitompul, dan Siahaan. Kemudian nama-nama ini diolah oleh staf saya beserta aparat Pemerintah Daerah, Kanwil Departemen Agama, Kepolisian, Kodam, serta orang yang ahli masalah HKBP. Akhirnya muncullah nama Siahaan ini. Apa motif Anda menangani kasus ini? Pertama, dampak kericuhan dalam HKBP sudah menyangkut keamanan dan ketertiban umum. Kedua, oknum-oknum ABRI sudah terlibat, bahkan ada yang ikut demonstrasi menentang Pemerintah. Juga oknum pegawai negeri sipil. Ini kan aneh. Yang lebih aneh, ada pendeta pakai pakaian toga memimpin demonstrasi. Yang lebih lucu lagi, orang-orang eks PKI dikerahkan untuk demonstrasi. Lalu mahasiswa yang drop out disuruh demonstrasi dengan janji akan diluluskan. Ngawurlah. Tapi, sebenarnya, kalau mereka bisa menyelesaikannya sendiri, ya, silakan. Kami tidak akan ikut campur. Aku luwih enak turu, timbang ngurusi urusan sing ora ono untunge (Saya lebih enak tidur daripada mengurus urusan yang tak ada untungnya). Tapi banyak kritik, tindakan Anda tidak konstitusional. Lembaga keagamaan kok dicampuri Pemerintah. Kami tidak mencampuri masalah yang menyangkut keagamaan, tapi masalah organisasinya. Dan itu sudah dijawab oleh Sekjen Departemen Agama waktu pejabat ephorus diterima di Departemen Agama: organisasi mana yang tidak ada kaitannya dengan Pemerintah. Kan kita bukan negara sekuler. Dan jangan lupa, kami mencampuri karena permintaan mereka sendiri. Kenapa Nababan tak diajak musyawarah? Karena ia sudah demisioner. Tidak ada ephorus, sekjen, majelis, dan lainnya. Majelis Pusat sudah menyerahkannya kepada saya. Secara tertulis lagi. Dalam Majelis ini termasuk Nababan. Sekarang terserah Majelis Pusat HKBP. Kalau mereka mau menarik kembali penyerahannya kepada Pemerintah, ya, kami serahkan kembali. Tetapi dengan jaminan bahwa masalah keamanan dan ketertiban tidak terganggu lagi. Sidang PTUN 11 Januari minta supaya dilakukan penangguhan berlakunya Surat Keputusan Anda itu.... Ya, dan kami jalankan kok. Makanya kami melakukan perlawanan hukum dan mohon dilakukan penundaan sidang. Dan dalam menunggu hasil PTUN, senyampang itu, pejabat Siahaan tidak melakukan apa-apa, hanya sebagai pendeta. Memberikan khotbah kan boleh saja. Menurut Anda, sidang PTUN Medan objektif? Dalam buku PTUN disebutkan, dalam hal demi keamanan dan ketertiban umum tidak ada hak PTUN mencampurinya. Apalagi kami punya bukti bahwa Ketua PTUN itu anggota HKBP. Sekarang hal ini ditangani tim hukum saya. Karena kasus ini Anda bakal digantikan Kasdam Cenderawasih Brigjen Pranowo? Lho, saya memang harusnya sudah pindah, karena sudah lewat, sudah lebih dari tiga tahun saya menjadi Pangdam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini