Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tasikmalaya - Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengaku kesulitan membiayai pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). Alasannya, pemerintah daerah tidak menyiapkan anggaran untuk membiayai PSU Pilkada 2024 di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencoblosan ulang ini harus dilakukan usai Mahkamah Konstitusi menganulir bupati inkumben Ade Sugianto sebagai pemenang Pilkada 2024. "Kami tidak sanggup untuk membiayai pelaksanaan PSU ini," ujar Sekretaris Daerah Tasikmalaya, Mohamad Zen, Selasa, 25 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengaku kemampuan fiskal Kabupaten Tasikmalaya saat ini tidak terlalu baik. Bahkan untuk 2025, dana APBD mengalami defisit. Karena itu pemerintah daerah telah menyampaikan ketidaksanggupan untuk membiayai pelaksanaan PSU ke Gubernur Jawa Barat. "Kejadian PSU ini tentunya tidak kami persiapkan," ujarnya.
Zen mengaku pada pelaksanaan Pilkada 2024 lalu, pemerintah daerah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 140 miliar. Dana itu telah disiapkan sejak tiga tahun lalu dengan cara dicicil setiap tahunnya. Langkah itu dilakukan agar pemerintah daerah tidak memiliki hutang untuk membiayai Pilkada. "Kalau sekarang kami tidak sanggup untuk anggarannya. Tapi untuk teknis PSU, kami akan melaksanakan sesuai ketentuan," ujar Zen.
Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT) meminta KPU RI untuk mengambil alih pelaksanaan PSU di Tasikmalaya. Alasannya karena KPU daerah telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik dengan keluarnya putusan MK tersebut.
Dalam amar putusannya MK membatalkan semua hasil rapat pleno KPU dari mulai penetapan pasangan calon hingga keputusan pemenang Pilkada. "Kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu hari ini telah turun. Itu bisa dilihat dari komentar warga, salah satunya di media sosial," ujar Presiden KMRT, Ahmad Ripa, kepada Tempo.
Ahmad mengaku khawatir terjadi PSU ulang bila pihak penyelenggara dilakukan oleh KPU daerah. Alasannya karena selama pelaksanaan pilkada 2024, KPU setempat tidak transparan dalam proses penyelenggaraannya. Bahkan soal masa jabatan Bupati Ade dua periode, telah berulangkali diingatkan mahasiswa dan masyarakat. "Kejadian PSU ini bisa menjadi pemborosan anggaran, padahal di Tasik ini masih banyak masalah yang harus dibenahi," ujarnya.
Karena itu, para mahasiswa berencana untuk melaporkan KPU Tasikmalaya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tak hanya itu mereka juga menuntut komisioner KPU saat ini dirombak. "Kami akan melakukan aksi turun ke jalan menyikapi masalah PSU ini. Tagline aksi kali ini yakni Tasik lebih gelap," ujar Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tasikmalaya Mujib Rahman Wahid.
Hingga berita ini ditulis, Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya Ami Imron Tamami tidak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo.
Sebelumnya, pada Senin, 24 Februari 2025, MK memutuskan bahwa Ade Sugianto tidak memenuhi syarat mencalonkan diri sebagai Bupati Tasikmalaya dalam Pilkada 2024 karena terbukti telah menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya selama lebih dari dua periode sehingga melanggar ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf n UU 10/2016.
Amar putusan MK memerintahkan KPU Kabupaten Tasikmalaya untuk melaksanakan PSU tanpa menyertakan Ade Sugianto sebagai calon Bupati Tasikmalaya. Pelaksanaan PSU ini harus digelar setelah 60 hari putusan MK yang diterbitkan Senin, 24 Februari 2025.
Pilihan Editor: Soal Kabinet Gemuk, Prabowo: Kalau Banyak Orang Hebat, Kenapa?