Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

24 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rusuh di Kampung Pulo

UPAYA pemerintah DKI Jakarta menggusur permukiman Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, mendapat perlawanan. Bentrokan pecah Kamis pekan lalu setelah warga menghadang polisi, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Tentara Nasional Indonesia. Satu alat berat milik pemerintah DKI dibakar massa.

Meski mendapat perlawanan, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama akan tetap menggusur permukiman warga. Ia menilai relokasi dari bantaran Sungai Ciliwung harus dilakukan sebagai bagian dari program mengatasi banjir di Ibu Kota. Basuki mengatakan sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menuntaskan penggusuran sekaligus memproses pelaku kerusuhan. Dia juga menutup pintu negosiasi.

Penggusuran Kampung Pulo merupakan bagian dari proyek normalisasi sungai dan sodetan Ciliwung ke Kanal Banjir Timur. Proyek ini semula ditargetkan selesai akhir tahun lalu. Proyek molor karena penduduk di sana menolak pindah ke rumah susun sewa yang disiapkan pemerintah DKI. Warga menuntut pemerintah membayar ganti rugi. Gubernur Basuki menolak permintaan tersebut karena mereka tak bisa menunjukkan sertifikat tanah.

Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengatakan penggusuran seharusnya bisa dihindari. Ia menyatakan sudah mendampingi warga Kampung Pulo untuk membangun desain Kampung Susun di tepi Ciliwung. Konsep rumah susun panggung itu dibuat dengan menyertakan danau di bagian bawah rumah sebagai tempat menampung banjir. Basuki sempat setuju, tapi belakangan berubah pikiran.


Negosiasi Alot di Kampung Pulo

Pemerintah DKI Jakarta berupaya merelokasi warga Kampung Pulo sebagai bagian dari program normalisasi sungai. Relokasi tak berjalan mulus.

Luas: 85.751 meter persegi

Jumlah keluarga: 3.809

Februari 2014. Warga Kampung Pulo akan direlokasi bertahap ke rumah susun sederhana di Cipinang Besar Selatan dan Komarudin di Cakung, Jakarta Timur. Rencana gagal.

Maret 2014. Warga Kampung Pulo dijanjikan mendapat ganti rugi relokasi.

Juli 2014. Kampung Pulo kebanjiran. Warga minta direlokasi.

Agustus 2014. Penggusuran Kampung Pulo dimulai, tapi lokasi relokasi belum jelas.

September 2014. Penggusuran berlanjut. Warga menuntut ganti rugi. Penggusuran tertunda.

Januari 2015. Kampung Pulo kembali kebanjiran. Kementerian Pekerjaan Umum menyiapkan rumah susun Jatinegara Barat. Warga belum bisa pindah karena menunggu dana kompensasi.

Juni 2015. Warga mengikuti pengundian rumah susun Jatinegara Barat. Sebagian warga mendaftar untuk mengisi 518 unit rumah di dua tower.

1 Agustus 2015. Perwakilan warga meneken kesepakatan pembangunan Kampung Susun.

5 Agustus 2015. Sebagian warga menyetujui relokasi.

11 Agustus 2015. Gubernur Basuki batal mendukung Kampung Susun karena warga Kampung Pulo tak bisa menunjukkan sertifikat tanah.

20 Agustus 2015. Bentrokan terjadi di Kampung Pulo.


Mahkamah Agung Bela Hakim Sarpin

Mahkamah Agung menolak rekomendasi Komisi Yudisial untuk memberikan sanksi kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Penolakan itu disampaikan Mahkamah kepada Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial, Rabu pekan lalu. "Itu hasil keputusan pimpinan yang solid," kata Ketua MA Hatta Ali.

Mahkamah Agung menilai putusan Sarpin masuk teknis yudisial sehingga Komisi tak berwenang mengomentarinya. Mahkamah Agung juga menganggap rekomendasi Komisi salah sasaran. "Kami tak menemukan ada pelanggaran," ujar Hatta. Kuasa hukum Sarpin, Dion Pongkor, menyambut baik keputusan Mahkamah Agung.

Rekomendasi itu bermula dari sidang praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan—kini Wakil Kepala Kepolisian RI—yang menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atas status tersangka yang ia peroleh. Sarpin mengabulkan permohonan Budi. Komisi mengevaluasi putusan Sarpin karena dianggap janggal. Komisi menganggap Sarpin layak diberi sanksi karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.


Pemerintah Tolak Gedung Baru DPR

PEMERINTAH menolak pembangunan tujuh gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah melihat anggaran tahun depan tidak cukup untuk merealisasi proyek tersebut. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memberikan sinyal serupa. "Kalau berbicara anggaran, tak boleh langsung disetujui," kata Kalla, Selasa pekan lalu. Ia mengatakan usul anggaran gedung baru harus dikaji lebih dulu melalui sidang pleno di DPR.

DPR menyetujui rencana pembangunan tersebut. Megaproyek ini terdiri atas gedung utama untuk ruang anggota dan tenaga ahli yang dilengkapi fasilitas alun-alun, museum, perpustakaan, pusat kunjungan parlemen, pusat kajian legislasi, dan kawasan permukiman Dewan.

Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roem Kono mengatakan gedung baru akan dibangun bertahap dengan anggaran hingga 2019. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal DPR Djaka Dwi Winarko mengatakan anggaran pembangunan gedung baru sudah diusulkan kepada pemerintah. "Nilai yang diusulkan dalam pagu indikatif mencapai Rp 1,6 triliun," ucapnya.


Sutan Bhatoegana Divonis 10 Tahun

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis sepuluh tahun penjara kepada politikus Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana. Bekas Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat ini juga didenda Rp 500 juta dengan subsider satu tahun penjara. "Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata hakim ketua Artha Theresia Silalahi saat membacakan putusan, Rabu pekan lalu.

Sutan terbukti menerima suap US$ 340 ribu. Pemberian fulus itu bertujuan memuluskan program kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam pembahasan perubahan anggaran 2013. Dari jumlah itu, Sutan menerima US$ 140 ribu dari Waryono Karno, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi. Uang itu diperolehnya dari Muhammad Iqbal, tenaga ahli Sutan, pada akhir Mei 2013. Duit sudah terbagi dalam amplop untuk diberikan kepada kolega Sutan di Komisi Energi.

Adapun sisa duit US$ 200 ribu diperoleh Sutan dari Rudi Rubiandini, saat itu Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Sutan menerima uang itu melalui politikus Demokrat, Tri Yulianto, pada Juli 2013. Fulus yang berasal dari Kernel Oil Pte Ltd itu merupakan tunjangan hari raya anggota Komisi Energi periode 2009-2014. Sutan menyatakan mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut. "Kami tak terima putusan hakim," ujar kuasa hukum Sutan, Rahmat Harahap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus