Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

28 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan Ribu Pejabat Tak Laporkan Kekayaan

KOMISI Pemberantasan Korupsi mencatat ada puluhan ribu pejabat negara yang tak melaporkan harta kekayaannya. Berdasarkan laporan KPK 2017, komisi antikorupsi menerima 245.815 laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari sekitar 300 ribu pejabat negara. KPK juga mencatat hanya 4.379 dari 14.144 anggota legislatif di pusat dan daerah yang melaporkan hartanya.

"Kami menekankan kepada PN (penyelenggara negara) pemahaman tentang kesadaran untuk melaporkan (LHKPN) secara benar," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Senin pekan lalu.

Legislator yang belum melaporkan LHKPN tersebut terdiri atas 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 13 anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan 9.732 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Padahal, sesuai dengan aturan, setiap penyelenggara negara, termasuk legislator, wajib menyerahkan LHKPN maksimal tiga bulan setelah sah menjabat dan memperbaruinya setiap tahun.

Febri mengatakan semua LHKPN yang masuk ke KPK bisa diakses publik. Ini salah satu sarana mengikutsertakan masyarakat dalam mengawasi dan mencegah korupsi. Masyarakat dapat memberikan masukan dan informasi jika mengetahui kejanggalan atau ketidakvalidan data kekayaan pejabat negara tertentu.

Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husada, mengatakan pemerintah harus memiliki regulasi yang mampu memberikan sanksi tegas kepada penyelenggara negara yang tak melaporkan atau merekayasa laporan harta kekayaannya. "LHKPN baru dibuka kalau pejabat itu kena kasus pidana atau korupsi untuk penelusuran aset. Sisanya tak ada yang lihat dan mengecek," ujar Adnan.

Paling Tidak Patuh

LEGISLATOR tercatat paling tidak taat menyerahkan laporan hartanya. Dari jumlah total 14.144 legislator pusat dan daerah, hanya 30,96 persen yang telah melaporkan harta kekayaannya.

Pejabat legislatif
Kepatuhan: 30,96 persen
Jumlah total: 14.144 orang
Yang melapor: 4.379 orang
Tidak melapor: 9.765 orang

Pejabat eksekutif
Kepatuhan: 78,69 persen
Jumlah total: 252.446 orang
Yang melapor: 198.650 orang
Tidak melapor: 53.796 orang

Pejabat BUMN dan BUMD
Kepatuhan: 82,49 persen
Jumlah total: 29.250 orang
Yang melapor: 24.128 orang
Tidak melapor: 5.122 orang

Pejabat yudikatif
Kepatuhan: 94,67 persen
Jumlah total: 19.721 orang
Yang melapor: 18.670 orang
Tidak melapor: 1.051 orang


Terdakwa Pasal Komunisme Divonis 10 Bulan

PENGADILAN Negeri Banyuwangi menghukum aktivis penolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Heri Budiawan alias Budi Pego, 10 bulan penjara. Budi sebelumnya didakwa menyebarkan ajaran komunisme dan Marxisme-Leninisme atas keberadaan spanduk berlogo palu-arit ketika berunjuk rasa menolak pendirian tambang pada 4 April 2017. "Padahal simbol palu-arit sudah diketahui secara umum sebagai simbol PKI," ujar ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi, Putu Endru Sonata, Selasa pekan lalu.

Lembaga yang bergerak di bidang perlindungan hak asasi manusia, Amnesty International Indonesia, mengecam vonis itu. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai putusan tersebut telah membungkam hak warga negara dalam menyampaikan aspirasi. "Dasar tuduhan dan bukti yuridis penghakiman bersalah terhadap Budi Pego lemah."

Menurut Usman, putusan terhadap Budi akan membuat orang takut mengkritik ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Hakim, kata dia, seharusnya berpihak pada perlindungan hak dasar, yaitu menyampaikan pendapat yang dijamin oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar.


BupatiKebumen Tersangka Suap

KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016. Yahya diduga menerima fee senilai Rp 2,3 miliar dari berbagai proyek.

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pemberian suap dan gratifikasi itu diduga telah berlangsung sejak awal periode Yahya menjabat bupati. Setelah dilantik pada 2016, Yahya mengumpulkan sejumlah kontraktor yang menjadi rekanan Pemerintah Kabupaten Kebumen. Dalam pertemuan itu, Yahya lantas membagi-bagikan proyek. "Dari proyek-proyek tersebut, diduga Bupati mendapatkan fee," kata Febri, Selasa pekan lalu.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Yahya mengundurkan diri dari jabatannya. Melalui Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kebumen Sukamto, Yahya menyatakan bahwa suap yang dituduhkan itu merupakan duit dari profesi dia sebagai pengusaha. "Sama sekali tidak terkait dengan jabatan," ujar Sukamto.


Duit Bakamla Disebut untuk Munas Golkar

MANAGING Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arif, menyatakan uang proyek pengadaan drone dan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) senilai US$ 300 ribu digunakan untuk membiayai Musyawarah Nasional Partai Golkar. Uang itu disebut mengalir melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, yang selanjutnya disalurkan ke petinggi dan sejumlah pejabat daerah dari Golkar pada Mei 2016.

"Permintaan Fayakhun, sebelum hari Senin sudah dilakukan (transfer uang). Mereka akan eksekusi transfer hari Senin (Munas Golkar)," kata Erwin saat bersaksi untuk terdakwa pejabat Bakamla, Nofel Hasan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu pekan lalu.

Menurut Erwin, perusahaannya menyiapkan uang US$ 300 ribu dari total fee yang harus dibayarkan kepada Fayakhun senilai US$ 900 ribu. Angka tersebut berasal dari kesepakatan fee dari proyek yang bernilai total Rp 1,22 triliun yang terdiri atas pengadaan drone senilai Rp 720 miliar dan satelit monitoring Rp 500 miliar. Fayakhun enggan menanggapi pernyataan Erwin. Dia menyatakan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. "Aku no comment," ujarnya.


Jenderal Polisi Jadi Pelaksana Tugas Gubernur

MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan pengangkatan dua perwira tinggi polisi menjadi pelaksana tugas gubernur di dua provinsi. Dua jenderal tersebut adalah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Martuani Sormin di Sumatera Utara dan Asisten Operasi Kepala Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan di Jawa Barat.

Pelaksana tugas gubernur diperlukan di Sumatera Utara karena masa jabatan Gubernur Erry Nuradi bakal berakhir Februari mendatang. Adapun masa jabatan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan selesai pada Juni nanti. Padahal pemilihan kepala daerah di dua provinsi tersebut baru dilaksanakan pada 27 Juni. Tjahjo beralasan penunjukan dua jenderal polisi itu untuk membantu menjaga keamanan menjelang pemilihan kepala daerah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, menilai jabatan pelaksana tugas gubernur tidak tepat jika diemban perwira tinggi Polri. Sebab, "Jabatan Polri dengan jabatan sipil yang akan dia pangku itu sangat berbeda," kata Titi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus