Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agung Laksono Versus Jusuf Kalla: Konflik Elite Golkar di Palang Merah Indonesia

Kubu Agung Laksono dan Jusuf Kalla saling mengklaim sebagai pengurus PMI yang sah. Kementerian Hukum menjadi penentu.

11 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kubu Agung Laksono optimistis diakui sebagai pengurus PMI yang sah.

  • Kubu Jusuf Kalla menilai PMI versi Agung Laksono ilegal.

  • Kementerian Hukum akan memediasi kubu Jusuf Kalla dan Agung Laksono.

KUBU Agung Laksono bergerak cepat mendekati Kementerian Hukum. Mereka bergegas menyerahkan hasil musyawarah nasional tandingan Palang Merah Indonesia (PMI) kepada Kementerian Hukum, Senin, 9 Desember 2024. Mereka berharap Kementerian Hukum menetapkan kubu Agung sebagai pengurus PMI periode 2024-2029 yang sah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sudah ada tanda terima dan registrasinya dari Kementerian Hukum," kata Sekretaris Jenderal PMI kubu Agung Laksono, Ulla Nuchrawaty, kepada Tempo, Selasa, 10 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agung menggelar munas tandingan PMI di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Ahad, 8 Desember 2024. Munas tandingan itu merupakan reaksi perlawanan terhadap manuver kubu Jusuf Kalla di PMI yang memaksakan mantan wakil presiden itu kembali menjabat Ketua Umum PMI untuk keempat kalinya.

Sebelum menggelar munas tandingan, awalnya kubu Agung bermanuver dengan mengumpulkan pengurus PMI di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada akhir November 2024. Beberapa hari menjelang munas, Agung mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum PMI periode 2024-2029.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat periode 2009-2014 itu mengklaim sudah memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI, yaitu mendapat dukungan minimal 20 persen dari total peserta munas yang memiliki hak suara. Ia bahkan mengklaim sudah mengantongi dukungan sebanyak 250 dari total 476 peserta munas. "Sudah lebih dari 50 persen," ujarnya.

Kubu Jusuf Kalla menghalau manuver Agung tersebut. Kalla, yang menjabat Ketua Umum PMI periode 2019-2024, memecat sejumlah pengurus PMI yang membelok ke Agung beberapa hari sebelum munas. Saat munas ke-22 berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya pada Ahad-Senin, 8-9 Desember 2024, Ketua Panitia Munas PMI Fachmi Idris mengatakan Kalla menjadi calon tunggal Ketua Umum PMI periode 2024-2029. Ia menyatakan dukungan peserta munas untuk Agung tidak mencapai 20 persen dari total pemilik hak suara atau tidak memenuhi syarat sebagai calon ketua umum. Peserta munas lantas menetapkan Kalla sebagai Ketua Umum PMI periode mendatang.

Kubu Agung Laksono melawan. Mereka menggelar munas tandingan di Hotel Menara Peninsula, Jakarta.

(Dari kiri) Anggota Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) Muhammad Muas, Ketua Pengawas Komite Donor Darah Indonesia Agung Laksono, dan anggota pengurus PMI Sulawesi Utara Mercy Rampengan memberikan keterangan pers penetapan Agung Laksono sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029 di Jakarta, 9 Desember 2024. TEMPO/Subekti

Anggota pengurus PMI pro-Agung, Ulla Nuchrawaty, mengatakan sebagian pengurus organisasi kemanusiaan itu kecewa lantaran Agung gagal mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PMI. Mereka juga menilai pelaksanaan munas ke-22 di Grand Sahid Jaya menyimpang dari AD/ART organisasi dengan menyatakan Agung tak memenuhi syarat dukungan.

"Sehingga kami memutuskan meninggalkan dan mencari tempat lain untuk menyelenggarakan munas yang sesuai dengan AD/ART," ucapnya.

Hasil munas tandingan itu menetapkan Agung sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029 dan Ulla sebagai Sekretaris Jenderal.

Ulla mengklaim kubu merekalah yang sah sebagai pengurus PMI periode mendatang. Mereka juga menilai munas di Hotel Grand Sahid Jaya tidak sah.

Kubu Agung optimistis akan memenangi dualisme kepengurusan PMI ini. Selain merujuk pada AD/ART organisasi, kubu Agung mengklaim mendapat dukungan orang-orang di lingkaran pemerintahan Prabowo Subianto.

Ulla bercerita, dukungan tersebut sudah ada sebelum mantan Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PMI. Sebelum menyatakan maju sebagai bakal calon Ketua Umum PMI, kata Ulla, Agung sudah meminta restu sejumlah pejabat di pemerintahan Prabowo ataupun orang-orang di lingkaran Istana. "Semuanya positif mendukung pencalonan Mas Agung," tuturnya. Namun ia tak bersedia membuka identitas para pejabat yang mendukung pencalonan Agung tersebut.

Anggota Pengurus Pusat PMI periode 2019-2024, Muhammad Muas, juga mengklaim kubu Agung sebagai pengurus PMI periode 2024-2029 yang sah. Muas, yang juga pro terhadap Agung, mengatakan penetapan Agung sebagai Ketua Umum PMI sudah memenuhi AD/ART lembaga dan melalui mekanisme organisasi. "Dipilih karena dukungan suaranya lebih dari 20 persen," katanya.

Ketua PMI Provinsi Maluku John Ruhulessin menilai pencalonan Agung tersebut justru gugur berdasarkan AD/ART PMI. Sebab, dukungan mayoritas pengurus tetap menghendaki Jusuf Kalla kembali memimpin PMI. Kubu Kalla juga menilai dukungan pengurus PMI terhadap Agung tidak mencapai 20 persen dari total peserta munas. "Itu sudah menjadi aturan AD/ART," ujarnya.

(Dari kiri) Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno setelah membuka Musyawarah Nasional XXII PMI 2024 di Jakarta, 9 Desember 2024. TEMPO/Subekti

Sebelumnya, Kalla juga mengklaim pengurus PMI yang mendukung Agung ilegal. Sebab, para pengurus PMI yang mengikuti munas tandingan dan mendukung Agung sudah dipecat lebih dulu dari kepengurusan sehingga mereka tidak berhak mengatasnamakan diri sebagai pengurus PMI.

"Itu ilegal dan pengkhianatan," ucapnya di Hotel Grand Sahid Jaya, Senin, 9 Desember 2024. "Hanya beberapa orang di situ (yang mencalonkan Agung). Kami sudah memecat mereka karena melanggar AD/ART."

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan kementeriannya belum menerima pengajuan struktur kepengurusan PMI, baik dari kubu Agung Laksono maupun Jusuf Kalla. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan akan memverifikasi struktur kepengurusan kedua kubu sebelum memutuskannya.

Kementerian Hukum juga akan memediasi kedua kubu. "Sebelum mengambil keputusan mengenai dualisme kepengurusan, terutama terkait dengan perkumpulan, badan usaha, dan organisasi profesi, Kementerian Hukum akan menggelar proses mediasi," kata Supratman di Istana Kepresidenan, Selasa, 10 Desember 2024.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur prihatin terhadap dualisme kepengurusan organisasi kemanusiaan tersebut. Isnur menilai dualisme kepengurusan PMI terjadi akibat adanya kepentingan politik yang dicoba disusupi elite partai politik. "Kami mendesak PMI tetap dibiarkan independen, bukan dijadikan bancakan politik seperti ini," ujarnya.

Peneliti politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan dualisme kepengurusan PMI akan berdampak terhadap pelayanan publik ke depan. Ia berharap organisasi sosial dan kemanusiaan tersebut tidak dipimpin dengan cara yang serupa dalam mengelola partai politik.

"Dualisme ini cara yang sering digunakan untuk berebut kuasa di partai," kata Usep. Ia pun mengimbau para politikus menanggalkan kepentingan dan jabatan politiknya ketika menjadi pengurus PMI.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Hendrik Yaputra dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus