Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soal Kepala Daerah Dipilih DPRD, Perludem: Tak Cocok, Asas Otonomi Daerah Bisa Hilang

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mewacanakan perubahan sistem pilkada dari pemilu langsung ke pemilihan oleh DPRD.

15 Desember 2024 | 15.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, merespons usulan perubahan sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dari pemilu langsung ke pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Haykal, ide itu tidak cocok diterapkan pada sistem pemerintahan Indonesia. Sebab, Indonesia menganut asas otonomi daerah. Menurut dia, menghilangkan pilkada langsung sama saja menghilangkan legitimasi pemerintah daerah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau dipilih DPRD legitimasi dan representasi kepala daerah akan menurun," kata Haykal saat dihubungi Tempo, Ahad, 15 Desember 2024.

Haykal mengatakan sistem presidensial juga tidak mengenal lembaga legislatif memilih lembaga eksekutif. Belum lagi, wacana itu akan menghilangkan sistem checks and balances yang dibangun antara DPRD dan pemerintah daerah. 

Menurut Haykal, mengevaluasi pilkada tidak harus mengubah sistem. Evaluasi harus ditujukan untuk melakukan pembenahan penataan sistem, penegakan hukum dan perbaikan rekrutmen partai politik dalam menentukan calon kepala dearah.

"Momentumnya evaluasi bukan menggantikan sistemnya. Karena masyarakat ingin pilkada langsung," kata Haykal. 

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mewacanakan perubahan sistem pilkada dari pemilu langsung ke pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Usulan ini diangkat Prabowo dalam pidatonya saat perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis, 12 Desember 2024, dengan alasan efisiensi anggaran dan kemudahan transisi kepemimpinan.

Prabowo menilai sistem pemilihan langsung terlalu mahal dan memberatkan, baik dari sisi anggaran negara maupun pengeluaran para kandidat. “Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik. Kalau dilakukan oleh DPRD, negara bisa hemat dan efisien seperti di Malaysia dan Singapura,” kata dia.

Ketua Fraksi PKB DPR, Jazilul Fawaid, turut mendukung gagasan ini dengan alasan tingginya biaya pilgub yang tak sebanding dengan fungsinya. “Gubernur itu hanya sebagai koordinator. Daripada membuang anggaran hingga triliunan, lebih baik serahkan kepada DPRD,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa anggaran yang besar dari pemilu langsung bisa dialokasikan untuk sektor pendidikan atau kesehatan.

Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus