Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Tunggu Selesai Kisruh
Presiden Joko Widodo melarang menterinya hadir di Dewan Perwakilan Rakyat hingga kisruh di Senayan selesai. Dia beralasan kehadiran anggota kabinet akan memperkeruh konflik dua kubu. "Nanti, kalau kami datang, keliru," katanya di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin pekan lalu.
Larangan itu dituangkan dalam surat edaran yang ditandatangani Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada 4 November lalu. Surat ini membuat rapat dengar pendapat yang rencananya digelar Komisi Perdagangan, Perindustrian, dan Badan Usaha Milik Negara—kini hanya diisi koalisi penyokong Prabowo Subianto—dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, Selasa pekan lalu, ditunda. Rini mengatakan anak buahnya tak memenuhi undangan hingga kedua koalisi rujuk.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyesalkan "boikot" Jokowi. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini mengatakan Dewan dapat memanggil paksa jika pemerintah tiga kali tak memenuhi undangan. Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem Jhonny J. Plate dan politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mendukung sikap pemerintah. Ruhut pun sepaham jika rapat dengan pemerintah digelar setelah DPR merampungkan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kesepakatan dua kubu.
Perseteruan berawal dari pemilihan pemimpin DPR dan MPR pada awal Oktober lalu. Persoalan berlanjut dalam pemilihan alat kelengkapan DPR. Gerindra, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Demokrat memaksakan pemilihan pemimpin tanpa melibatkan lima partai pendukung Jokowi, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan. Dua pekan lalu, kedua kubu bersepakat untuk damai.
Jadwal yang Tertunda
Komisi versi partai koalisi pendukung Prabowo Subianto menjadwalkan sejumlah agenda rapat dengan Kabinet Kerja sepanjang bulan lalu. Tapi agenda itu tak berjalan.
10 November
Rapat kerja Komisi Hukum dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman.
11 November
Rapat kerja Komisi Keuangan, Perbankan, dan Perencanaan Pembangunan dengan Otoritas Jasa Keuangan.
12 November
Rapat kerja Komisi Keuangan, Perbankan, dan Perencanaan Pembangunan dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
17 November
1) Rapat kerja Komisi Hukum dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi.
2) Rapat dengar pendapat Komisi Hukum dengan Badan Narkotika Nasional.
3) Rapat kerja Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
4) Rapat kerja Komisi Keuangan, Perbankan, dan Perencanaan Pembangunan dengan Otoritas Jasa Keuangan.
18 November
1) Rapat kerja Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise.
2) Rapat kerja Komisi Hukum dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman.
19 November
Rapat Kerja Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan dengan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
24 November
Rapat dengar pendapat Komisi Hukum dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
25 November
Rapat dengar pendapat Komisi Perdagangan, Perindustrian, dan Badan Usaha Milik Negara dengan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Anas Bawa Uang ke Sel
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan uang total Rp 64 juta dalam inspeksi mendadak di Rumah Tahanan KPK Cabang Detasemen Polisi Militer Guntur dan Rumah Tahanan C1, Kuningan. Petugas juga menemukan telepon seluler.
Juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., mengatakan uang dan telepon ditemukan secara terpisah di ruang tahanan mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum; pengacara Susi Tur Andayani; istri Bupati Karawang, Nurlatifah; Chaeri Wardana; dan Gubernur Riau Annas Maamun. "Ada yang disimpan di dalam buku zikir dengan melubangi bagian tengahnya," ujarnya Kamis pekan lalu.
Inspeksi mendadak ini diprotes empat tahanan: Akil Mochtar, Anas, Kwee Cahyadi Kumala, dan Gulat Medali Emas Manurung. Mereka mengirimkan surat kepada pemimpin KPK mengaku terhina. Karena pelanggaran itu, mereka dilarang menerima kunjungan keluarga selama satu bulan. Lima tahanan lain kena sanksi karena menggunakan ponsel di sel, yakni Teddy Renyut, Mamak Jamaksari, Heru Sulaksono, Chaeri Wardana, dan Ade Swara.
Pengacara Anas, Adnan Buyung Nasution, mengatakan protes adalah hak setiap orang. "Kalau hanya memprotes secara tertulis, kemudian itu dianggap sebagai melanggar disiplin, gawat juga," ujar Adardam Achyar, pengacara Akil.
Hasil Positif Moratorium Kapal
Penghentian sementara izin kapal ikan asing menunjukkan pengaruh positif bagi nelayan lokal. Di musim paceklik ikan akhir-akhir ini, hasil tangkapan nelayan justru meningkat. "Pengepul ikan lokal pada heran, kok, ikan banyak sekarang," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan peraturan tentang moratorium izin kapal berukuran di atas 30 gross tonnage. Penghentian sementara itu berlaku hingga enam bulan ke depan. Saat ini, kapal-kapal besar asing hanya bisa beredar di sekitar zona ekonomi eksklusif. Sebelumnya, menurut Susi, kapal-kapal besar itu bebas berkeliaran mengeruk ikan di perairan Indonesia.
Anggota DPRD Kapuas Ditangkap
Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah menangkap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kapuas Mahmud Iip Syafruddin beserta Wakil Ketua Timotius Mahar karena menerima suap, Selasa pekan lalu. Uang berasal dari pemerintah daerah untuk pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015.
Polisi juga membekuk Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Rony S. Rambang dan Ketua Fraksi Partai Gerindra Epok Baharuddin Mating. Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kapuas Imanuah, yang diduga menyuap, juga dicokok. Mereka pun dijadikan tersangka dan dijebloskan ke tahanan.
Polisi menyita uang suap Rp 1,59 miliar, dua mobil, dan sebelas telepon seluler. Kepala Polda Kalimantan Tengah Brigadir Jenderal Bambang Hermanu mengatakan uang itu akan dibagi rata kepada 30 anggota DPRD Kapuas. Rinciannya, tiap pemimpin Dewan Rp 100 juta, ketua fraksi Rp 65 juta, dan anggota Rp 50 juta.
Pemerintah Kapuas sebenarnya berencana menyuap Rp 2,3 miliar. "Kami akan mengembangkan kasus ini," kata Bambang, Kamis pekan lalu.
MA Perkuat Hukuman Mochtar
Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali putusan perkara korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi 2010 yang diajukan mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad. Mahkamah tetap memvonis terpidana itu enam tahun penjara.
"Amar putusan menolak peninjauan kembali terpidana Mochtar Mohammad," demikian bunyi putusan seperti dilansir situs Mahkamah Agung pada Kamis pekan lalu. Putusan itu diketuk pada 30 September 2014. Majelis hakim dipimpin Artidjo Alkostar, yang dibantu hakim M.S. Lumme dan Salman Luthan.
Mochtar divonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 11 Oktober 2011. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan permohonan kasasi dan Mahkamah mengabulkannya pada 7 Maret 2012 sekaligus membatalkan vonis pengadilan Bandung. Mochtar dihukum enam tahun bui plus denda Rp 300 juta serta uang pengganti Rp 639 juta. Tapi Mochtar kabur ke Bali, kemudian ditangkap KPK pada Maret 2013.
Salah satu hakim agung yang memutus perkara kasasi, Krisna Harahap, mengatakan putusan peninjauan kembali itu berarti Mochtar memang terbukti melakukan korupsi. "Tak ada bukti baru untuk membebaskan dia," katanya Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo