Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah mengatakan pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD justru menimbulkan mudarat. Menurut Herdiansyah, sistem pilkada langsung oleh rakyat saat ini telah membuka ruang publik agar bisa mengontrol dan mengawasi elit politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Beda soal kalo kemudian itu dikembalikan ke DPRD. Bahkan, kalau dikembalikan ke DPRD itu bagi saya sama saja dengan ruang tertutup,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Jumat, 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini mengatakan ruang tertutup justru membuat kepemimpinan daerah bekerja tidak transparan. Hal ini justru menyuburkan politik transaksional apabila tidak ada partisipasi publik karena pemilihan diambil alih DPRD. Di samping itu, pilkada di tangan DPRD juga menyuburkan politik dinasti. "Tawar-menawarnya makin kental,” katanya.
Herdiansyah mengatakan pilkada oleh DPRD merupakan upaya untuk melanggengkan kekuasaan kelompok oligarki. Sebab mereka akan lebih mudah mempertahankan kekuasaan apabila skema politik dikembalikan kepada DPRD.
“Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya, kemudian kekuasaan mereka yang kontrol. Jadi, akan jauh lebih mudah bagi mereka untuk melanggengkan kekuasaannya,” ujarnya.
Padahal, kata Herdiansyah, pemilihan secara langsung adalah satu-satunya cara untuk melancarkan kritik dan penghakiman terhadap pemimpin yang lalai menjalankan amanah rakyat. Menurut dia, biaya pilkada yang mahal bukan alasan mengembalikan pilkada ke DPRD. Ia menuturkan biaya mahal selama ini bukanlah penyelenggaraan, tetapi lebih kepada kontestasi yang banyak menghabiskan biaya politik.
“Untuk itu, jawaban persoalan ini seharusnya lebih diarahkan dalam upaya perbaikan pengelolaan pemilu (electoral management),” kata dia.
Usulan kepala daerah dipilih DPRD baru-baru ini dilontarkan Presiden Prabowo Subianto. Prabowo beralasan pilkada menelan biaya mahal jika memakai sistem pemilihan langsung seperti saat ini.
“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo dalam pidatonya saat perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis malam, 12 Desember 2024.
Prabowo mengatakan negara bisa menghemat triliunan rupiah jika pilkada dilakukan oleh DPRD. Anggaran tersebut, ucap Prabowo, bisa dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak.
“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik,” ujarnya.
Prabowo juga menyinggung soal efisiensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Selain tidak boros anggaran, kata dia, pilkada oleh DPRD juga mempermudah transisi kepemimpinan. Ia mencontohkan praktik tersebut terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien seperti Malaysia. Bahkan juga India. Mereka sekali memilih anggota DPRD, ya sudah, DPRD itulah yang memilih gubernur, walikota,” kata Prabowo.
HENDRIK YAPUTRA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.