Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mata Karnoto memelototi akun Facebook di layar BlackBerry-nya. Sesekali petani 38 tahun itu memperbarui status atau memasang gambar hasil panennya. Tak jarang, lewat jejaring media sosial itu, Karnoto membalas pertanyaan teman-temannya di dunia maya. Pertanyaan itu macam-macam, misalnya bagaimana penanganan hama kutu pada tanaman cabai. Selain mengobrol dengan sesama petani, lewat Facebook ia mendapatkan relasi untuk memasarkan hasil buminya.
"Dari Medan, ada yang minta order cabai merah," kata Karnoto saat ditemui Tempo di rumahnya, Selasa pagi pekan lalu. Anggota Gabungan Kelompok Tani Made Bersinar ini tinggal di kawasan Jalan Made Selatan, Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Surabaya. Tak seperti kelompok tani tradisional, kelompok Bersinar banyak memanfaatkan dunia maya untuk memasarkan produk pertaniannya. Lewat Internet pula mereka mencari informasi terbaru tentang teknologi pertanian yang bisa diterapkan di lapangan.
Karnoto dan kawan-kawan menjadi melek Internet berkat penyediaan fasilitas Broadband Learning Center (BLC) di Kelurahan Made. Di salah satu ruangan kelurahan terdapat enam perangkat komputer berinternet yang bisa dimanfaatkan warga—meski, saat Tempo berkunjung, dua unit sedang ngadat. Jika ada warga yang belum paham "berkomputer-ria", ada instruktur dan asisten instruktur yang siap membimbing sampai mereka bisa. Sebelum mahir berselancar di dunia maya, "Dulu saya banyak memanfaatkan fasilitas BLC ini," kata Karnoto.
Broadband Learning Center adalah fasilitas pembelajaran teknologi informasi yang dapat dinikmati warga Surabaya secara gratis. Layanan ini dihadirkan sebagai salah satu upaya percepatan menuju Surabaya Cyber City. Pada akhir Oktober lalu, layanan ini meraih penghargaan FutureGov Awards 2013 untuk kategori Digital Inclusion. Surabaya dinilai mampu menggunakan teknologi untuk menjembatani kesenjangan digital. Dalam hajatan di Angsana Laguna Phuket, Thailand, itu, Kota Surabaya juga meraih penghargaan untuk kategori Data Centre melalui program Media Centre Kota Surabaya.
"Hanya kami yang mendapat dua penghargaan, tidak ada satu lembaga atau kota lain yang mendapat," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Balai Kota Surabaya, Ahad tiga pekan lalu.
FutureGov Awards merupakan penghargaan internasional yang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu inovasi dan modernisasi di sektor publik. Tahun ini lebih dari 650 nomine dari organisasi pemerintah, pendidikan, dan organisasi kesehatan se-Asia bersaing. Surabaya mengalahkan berbagai kota di negara kondang, seperti Singapura, Hong Kong, dan Cina.
Menurut Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya Antiek Sugiharti, BLC dan Media Center tak bisa lepas dari ide Tri Rismaharini ketika menjabat Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya pada 2002. Ketika itu, belum ada perangkat elektronik untuk memantau pengadaan proyek pemerintah kota yang dilelang. "Banyak proyek yang tak bisa saya kontrol," kata Risma, yang kini menjadi orang nomor satu Surabaya, Senin pekan lalu.
Lantaran tak ingin "buta" terus-menerus, ia mencari jalan agar bisa bekerja seefisien dan seefektif mungkin. Kemudian muncul ide membuat sistem layanan satu atap, yang menjadi cikal-bakal BLC. Dengan sistem ini, Risma bisa mengoreksi dan mengontrol langsung proyek yang belum dilelang. Sistem ini juga dikembangkan menjadi e-budgeting melalui konsep anggaran berbasis kinerja.
Ketika Risma menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada 2009, BLC dihadirkan lebih dekat kepada warga. Dengan dukungan PT Telkom Indonesia Divisi Regional V Jawa Timur, enam lokasi dipilih untuk dipasangi fasilitas ini. Masing-masing di Kelurahan Made, Taman Prestasi di Jalan Ketabang Kali, Taman Flora di Jalan Raya Manyar, Rumah Susun Urip Sumoharjo di Jalan Raya Urip Sumoharjo, Rumah Susun Penjaringan Sari di Jalan Penjaringansari Timur, dan Rumah Susun Tanah Merah di Jalan Kenjeran.
Saat ditawarkan kepada warga, layanan BLC meluas menjadi sarana untuk memantau layanan publik. Di antaranya untuk mengurus izin mendirikan bangunan dan izin usaha. Kalau warga tak paham teknologi informasi, pemerintah kota menyediakan pelatih. Sesekali BLC juga dijadikan tempat untuk memasyarakatkan program pemerintah kota.
Dari Internet di taman, layanan berkembang untuk siswa sekolah. Pemerintah Kota menyediakan bus yang dilengkapi laptop berinternet. Tujuannya, mereka yang jauh dari akses di tengah kota bisa menggunakan layanan ini untuk menjelajahi Internet.
Sejalan dengan kebutuhan teknologi informasi yang meningkat, BLC kemudian dikembangkan di tempat-tempat lain. Petugas BLC juga memberi pelatihan bisnis online, akses perizinan online, serta teknologi informasi dan komunikasi. Warga yang kesulitan pergi ke BLC karena kendala transportasi diberi layanan antar-jemput.
Pada 2011, Lembaga Pelayanan Satu Atap Kota Surabaya menggunakan perangkat lunak khusus. Berbekal perangkat lunak inilah, di luar BLC, dikembangkan Media Center.
Konsep Media Center sebenarnya berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang digunakan untuk mengirim berita atau laporan. "Sayang, hanya untuk begitu saja," kata Kepala Bidang Sarana Prasarana dan Diseminasi Informasi Dinas Komunikasi dan Informatika Irvan Dani Ananda. Agar maksimal, Dinas menggunakannya untuk menampung keluhan tentang layanan publik dan menampung aspirasi warga kota. Sarananya aneka rupa: telepon, toll free, faksimile, pesan pendek ponsel, situs www.surabaya.go.id, Facebook Sapawarga Kota Surabaya, Twitter @SapawargaSby, dan e-mail [email protected].
Di antara semua sarana itu, situslah yang paling banyak dimanfaatkan. "Undangan rapat dinas atau informasi dari pemerintah kota sampai lebih cepat kepada kami," kata Sekretaris Kecamatan Pakal, Deddy Sjahrial Kusuma.
Tak hanya dijadikan ajang berkeluh kesah, Media Center juga terhubung langsung dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. "Kami punya standar operasional, dalam 1 x2 4 jam keluhan warga harus mendapat tanggapan langsung," ujar Irvan. Dalam bekerja, semua SKPD harus memiliki setidaknya satu orang yang terlibat dalam tim keluhan penanganan pengaduan masyarakat.
Tim ini bertugas merespons setiap keluhan dan informasi. Petugas juga akan mengecek ke lapangan dan melaporkan setiap perkembangan tindak lanjut ke Dinas Komunikasi atau Wali Kota. Pertanyaan kenapa jalan rusak tidak diperbaiki, misalnya, akan dijawab langsung oleh SKPD. "Misalnya, jalan Anda sedang dianggarkan. Atau sudah dianggarkan sekarang dalam proses lelang," kata Antiek. Jika dalam 1 x 24 jam belum ada respons, petugas Dinas Komunikasi akan menanyakannya kepada kepala SKPD terkait.
Lantaran manfaatnya langsung terasa, pengguna Media Center pun kian meningkat. Menurut data Dinas Komunikasi, hingga November 2011, sebelum Media Center diluncurkan, cuma ada 698 keluhan. Tahun berikutnya keluhan dan permohonan informasi yang masuk menjadi 2.717 kali. Pada Januari-September 2013 terdapat 2.500 keluhan, aspirasi, dan informasi. Pukul rata, tiap bulan Media Center menerima sekitar 200 keluhan dan informasi.
Menurut data yang sama, yang paling sering dikeluhkan masyarakat adalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan sebanyak 123 kali, Dinas Kebersihan dan Pertamanan 70 keluhan, Dinas Perhubungan dengan 13 keluhan, serta Satuan Polisi Pamong Praja dan PDAM masing-masing 9 keluhan. Keluhan yang paling banyak muncul adalah jalan rusak, pembersihan sampah, penertiban pedagang kaki lima, dan mati air.
Endri Kurniawati, Agita Sukma Listyanti, Situs surabaya.go.id.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo