Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Persekutuan Di Pasar-Pasar

Masalah pengelolaan pasar di Sumbar selalu berkaitan dengan lembaga adat. gagasan gub. Azwar Anas untuk menerbitkan SK.Baru isinya melepaskan keikut-sertaan negari-negari atas penentuan nasib suatu pasar.(dh)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDUDUKAN pasar di Sumatera Barat beda dengan di daerah lain. Disamping oleh pemerintah daerah tingkat dua, nasib sesuatu pasar juga banyak ditentukan negari (desa). Pasar Payakumbuh misalnya ada 51 negari yang berserikat, demikian istilah persekutuannya, yang menguasai. Tak heran ribut soal pasar itu selalu muncul. Sampai sekarang. Bermula adalah dengan meningkatnya status beberapa kota kecil yang sebelumnya termasuk wilayah beberapa kabupaten menjadi kotamadya Payakumbuh, Bukittinggi, Solok, Padang Panjang. Dengan statusnya yang baru kota-kota itu dengan sendirinya mempunyai wewenang dan memang ditugaskan oleh peraturan ketata-negaraan mengelola segala sesuatu menyangkut kehidupan warga kota. Dalam hal pasar, di satu pihak mempunyai kedudukan daerah otonom (tingkat dua), di lain pihak harus tunduk kepada lembaga adat. Akibatnya, kendati pengelolaan sesuatu pasar menjadi kewajiban pemerintah satu kotamadya, hasilnya malah dibagi dengan instansi lain. Apa boleh buat, sebagian besar dari 51 negari yang menguasai Pasar Payakumbuh misalnya, berada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Karenanya, "seperti sebuah perusahaan, saham kami cuma kecil," sebagaimana dikatakan seorang pejabat di Balaikota Payakumbuh. Desa yang berada di Kotamadya Payakumbuh memang cuma 7 buah. Pola kerok (dualisme) penguasaan pasar itu ada dasar hukumnya yaitu Surat Keputusan Gubernur No. 18/1971. Itu tampaknya terpaksa ditempuh Gubernur Sumatera sarat dulu (Harun Zain) karena di Sumatera sarat banyak orang tahu lembaga adat memang kuat. Ketika Gubernur Azwar Anas yang tampil kemudian mengemukakan gagasan menerbitkan SK baru yang isinya melepaskan keikut-sertaan negari-negari atas penentuan nasib sesuau pasar, niatnya ini dicegah stafnya. "Sebab hal itu bisa menimbulkan akibat politis," sebagaimana dikatakan salah seorang staf Anas kepada Muchlis Sulin dari TEMPO. Jadi Kecil Kesulitan yang dialami para walikota antara lain menyangkut soal pendapatan daerah. Sebab dengan SK Gubernur tahun 1971 ditentukan 40% pendapatan pasar diserahkan kepada negari, 30% untuk perbaikan. Jadi, persentase bersih yang bisa dimanfaatkan kotamadya untuk kepentingan lain hanya sebagian kecil saja. Bertolak dari keinginan meningkatkan pendapatan, beberapa walikota pernah mencoba menaikkan tarif. Ini tal gampang dilaksanakan. Sebab para pedagang sebagaimana biasa terjadi di berbagai tempat, pada umumnya selalu keberatan. Maka kericuhan sering terjadi. Sebab kaum pedagang selalu mempersoalkan bahwa yang berwenang atas pasar-pasar itu tak cuma pemerintah kotamadya, tapi juga negari yang sebagian besar terletak di luar kota. Belum jelas kapan kericuhan-kericuhan tersebut berakhir. Tapi belakangan ada usul dari para Walikota agar pasar-pasar itu dijadikan Perusahaan Daerah. Menurut kalangan pejabat di kantor gubernur usul itu bagus. Sebab dengan begitu campur tangan pemerintah kotamadya tidak akan begitu kelihatan. Tak kecuali tentunya campur tangan serikat negari. Hanya masalahnya, usul ini tak juga mudah dilaksanakan. Terdengar suara, jangan-jangan dalam penentuan komposisi saham serikat negari ingin lebih besar. Hal mana dianggap tidak adil oleh kalangan orang-orang kotamadya. Maka ketika ditanya kapan rencana menjadikan pasar di beberapa kotamadya di Sumatera Barat itu dilaksanakan, drs Hawari Sidik sebagai jurubicara kantor gubernur cuma berkata "pokoknya masih disiapkan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus