Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Ongko masih berjalan terus

Yayasan Keluarga Adil Makmur pimpinan Jusuf Handojo Ongkowidjaja dikecam pelbagai pihak. Menurut Menkeu Radius Prawiro, yayasan itu liar. Tapi yayasan itu terus bertahan dan membagikan uang.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Ongko masih berjalan terus
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
JUSUF Handojo Ongkowidjaja dan Yayasan Keluarga Adil Makmur. Nama ini tiba-tiba saja melejit menjadi bahan pembicaraan di mana-mana. Tukang becak, pedagang kecil, sampal para bankir, ekonom, anggota DPR, dan beberapa menteri menyebutkan nama ini. Pekan lalu, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Departemen Keuangan, Radius meminta agar pihak yang berwajib menindak Yayasan Keluarga Adil Makmur (biasa disingkat KAM) yang dipimpin oleh Ongkowidjaja. Alasannya: usaha yang digerakkan KAM sama sekali tidak melapor atau minta izin pada Departemen Keuangan, sebagaimana laiknya. Selain itu, Radius meragukan kegiatan yang dilakukan KAM, yang begitu mudahnya memberikan pinjaman jutaan rupiah pada anggotanya, tanpa jaminan sesuai dengan tekms perbankan. "Perlu diteliti kekayaannya. Kalau memang benar kaya dan kelebihan uang, masih perlu dipenksa kesehatannya, apakah pikirannya berjalan normal atau tidak," ujar Radius. Mengapa Ongkowidjaja begitu penting? Betapa tidak. Dalam suasana ekonomi begini sulit, ketika mencari kredit bank bukan soal mudah, tiba-tiba orang ini muncul dengan tawaran yang menggiurkan (TEMPO, 19 Desember 1987). Misalnya, dengan membayar uang pendaftaran Rp 50.000,00 ditambah tabungan RD 210.000.00. seseorang akan menjadi anggota KAM dan berhak memperoleh satu paket pinjaman. Empat bulan kemudian, anggota itu bisa memperoleh kredit Rp 3.940.000,00 (Rp 5 juta dikurangi sejumlah potongan). Meski disebut kredit, dengan suatu sistem yang disiapkan yayasan itu, anggota tadi sama sekali tak perlu mengembalikan pinjaman atau mencicilnya dari kantung sendiri. Kemudian setelah 15 tahun, sang anggota memperoleh "hadiah" dari KAM sebesar Rp 9.640.000,00. Edan. Tak aneh kalau begitu banyak reaksi berhamburan menghantam KAM. Kebanyakan menuding KAM adalah suatu usaha berbau penipuan. Tapi kenyataannya, kantor pusat KAM, di Jalan Zainul Arifin, Jakarta Pusat, sekitar belakang Gajah Mada Plaza, sehari-hari penuh sesak oleh ribuan manusia. Jumlah anggotanya pun terus membengkak. Di sana Ongkowidjaja terus juga membagi-bagi paket kredit Rp 5 juta itu. "Orang mau bicara apa terserah. Kalau Tuhan masih sayang pada bangsa kita, Ongko akan jalan terus," kata bekas pendeta keturunan Cina itu. Lihatlah apa yang terjadi Senin pekan ini. Hari itu KAM mengeluarkan paket kredit kepada 400-an anggota yang kebagian giliran. Berarti Rp 1,5 milyar lebih uang yang hari itu ditebarkan Ongko. Paket itu dibagikannya dalam bentuk uang kontan. Maka, di kamar kerja Ongko, sebuah ruangan berukuran sekitar 50 m2 di lantai dua gedung sederhana itu, tampak dua peti aluminium penuh uang menunggu giliran untuk dibagikan. Padahal, Rabu pekan lalu, KAM baru membagikan 404 paket kredit kepada 354 anggota. Sejak berdiri Juni 1987, sudah lebih kurang 2.000 paket - atau sekitar Rp 8 milyar - yang telah dibagikan KAM pada para anggotanya, yang kini (menurut Ongko) berjumlah 65.000 tersebar di berbagai kota di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Paket-paket masih terus akan dibagikan. "Siapa saja yang tak percaya silakan datang kemari. Kantor saya terbuka, manajemen KAM terbuka. Tanggal 13 dan 24 bulan ini kami masih akan membagi paket," katanya. Pembagian paket itu, diakui Ongko, sengaja dipercepat. Banyak anggota, yang sebetulnya masih belum tepat waktu menerima paket, sudah diperintahkannya untuk dibayar. Dalam keadaan normal, sampai, enam bulan pertama, Juni-Desember 1987, KAM baru mengeluarkan 894 paket. Dan hanya dua bulan berselang pembagian paket melonjak jadi lebih dua kali lipat. "Membantu kaum ekonomi lemah apa salahnya? Dan harap diingat mereka 'kan masih anak-anak saya juga," kata Ongko, 49 tahun, memberi alasan mengapa terjadi percepatan "hadiah" untuk anggota yang biasa dipanggilnya sebagai anak. Tapi di balik itu agaknya KAM sedang melancarkan serangan balik terhadap berbagai tindakan dan suara keras yang kini menghantamnya. Kecaman Menteri Radius yang kemudian disiarkan RRI dalam siaran berita Kamis pagi pekan lalu, menurut R.S. Mangaratua Manullang, Kepala KAM Cabang Jakarta Pusat, mengakibatkan banyak calon anggota yang meragukan KAM. "Kalau berita koran, orang bisa kurang percaya. Tapi RRI itu 'kan media resmi pemerintah," kata Manullang. Di Bandung, Panglima Kodam Siliwangi, Mayor Jenderal Raja Inal Siregar, dalam jumpa pers, Senin malam pekan lalu, mengatakan telah mengimbau stafnya agar jangan terlibat KAM. "Kami kasihan kalau sampai ada tentara yang menyerahkan kartu gaji atau kartu pensiun demi mendapatkan pinjaman itu," kata Panglima. Harap diingat, menurut pengakuan Ongko, 60% anggotanya adalah anggota ABRI, purnawirawan, dan pegawai negeri. Dalam pertemuan dengan kepala cabang dan perwakilan KAM seluruh Indonesia, Minggu siang yang lalu, berbagai pimpinan KAM daerah melaporkan kepada Ongko bahwa begitu besar tekanan yang mereka alami di daerah, baik oleh petugas polisi maupun aparat lainnya. Semua itu menyebabkan arus masuk anggota KAM akhir-akhir ini konon mengecil. Padahal, sebetulnya, justru karena anggotalah Ongkowidjaja mampu menciptakan paket pinjaman "ajaib" itu. (lihat Boks). Maka, dalam pertemuan yang disebut tadi, Ongko dengan berapi-api, membantah berbagal isu maupun serangan yang datang "Kalau paket tidak turun-turun, baru saya bisa dituduh menipu. Buktinya? Kalau saya benar menipu, silakan tangkap saya," katanya, disambut keplok gemuruh. Hari itu wajah Ongko tampak cerah setelah beberapa hari murung. Dua hari sebelumnya konon ia diperiksa oleh petugas Kodim setempat dan Bakin. Menurut Ongko, "Kini mereka merasa puas, karena saya menjelaskan semuanya secara terbuka." Masih kurang? Sabtu lalu, Ongko memasang iklan di koran-koran memmta segenap anggota KAM tenang dan tak terpancing pada berbagai berita. Lalu KAM tak lupa, mengucapkan, "Turut mensukseskan Sidang Umum MPR 1988". Amran Nasution, Tri Budianto Soekarno (Jakarta), Ida Farida (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus