Gubernur Jawa Timur menolak putusan pengadilan yang mewajibkan Perumpel Surabaya membayar Rp 10,2 milyar. KALI ini, sengketa tanah menggetarkan Pengadilan Negeri Surabaya. Yang diperebutkan adalah tanah seluas 3,7 hektare di kawasan Jayengrono, Surabaya. Rabu lalu, majelis hakim memvonis Perum Pelabuhan III (Perumpel) Tanjungperak agar membayar Rp 10,2 milyar kepada sembilan pengusaha. Perumpel dinilai bersalah karena memutuskan perjanjian sewa-menyewa sepihak dengan pengusaha tersebut. Padahal, hak sewa baru berakhir Desember depan. Alasannya, di atas tanah itu, Pemda Kodya Surabaya akan membangun Central District Business. Untuk ini, pemda bekerja sama dengan investor PT Lami Citra Nusantara yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Wali Kota Surabaya, dan diperkuat rekomendasi Gubernur Jawa Timur. Namun, majelis hakim berpendapat, rekomendasi untuk pengalihan hak tanah itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Alasannya: Perumpel sudah melampui batas wewenangnya dengan mengalihkan hak tanah kepada orang lain tanpa izin Menteri Dalam Negeri. Segera saja, vonis itu mengundang berbagai reaksi. Perumpel III, melalui kuasa hukumnya Oetomo, S.H., dan rekan, menegaskan bahwa pemutusan hubungan sewa sepihak itu bisa dilakukan berdasar pasal 11 dalam perjanjian sewa tersebut. Apalagi ada pihak penggugat yang bertindak menyimpang dari perjanjian, selain menunggak uang sewa. Reaksi lebih keras datang dari Gubernur Jawa Timur Soelarso. Melalui Kepala Humas Pemda, Susanto, Gubernur mengatakan bahwa putusan itu terlalu terburu-buru dan tanpa berkonsultasi dengan pemda. Gubernur menilai, pengadilan turut merendahkan wibawa pemda dan tidak memahami pembangunan daerah. Lebih dari itu Soelarso akan mengupayakan saluran hukum untuk membatalkan putusan pengadilan tersebut. Apa kata penegak hukum? Simatupang, S.H., dari Pengadilan Negeri Surabaya, bisa memaklumi kegusaran pemda tapi, "Semestinya bersabarlah sedikit, sampai hak-hak orang lain selesai." Ia berpendapat, kepentingan pembangunan hendaknya jangan dijadikan dalih untuk mengenyampingkan hak-hak perdata orang lain. Laporan Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini