Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TELEPON genggam anggota DPR asal Golkar, Musfihin Dahlan, Senin pekan lalu sebentar-sebentar berdering. Kode area telepon yang masuk pun lebih banyak dari wilayah Provinsi Riau, daerah pemilihannya. ”Teman dan kolega saya di Riau menanyakan berita yang ditulis majalah Tempo,” katanya, Rabu pekan lalu.
Ia memang mendapat tuduhan serius. Beberapa sumber Tempo memastikan Musfihin mendatangi Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Sabtu tiga pekan lalu. Ini terkait dengan SK Menteri Kesehatan No. 1241 Tahun 2004, yang menunjuk PT Asuransi Kesehatan sebagai pelaksana program berobat gratis bagi rakyat miskin. Penunjukan langsung ini dipersoalkan DPR karena menyalahi prinsip nirlaba seperti diatur undang-undang. Alih-alih mengingatkan melalui rapat resmi, Musfihin malah mendatangi Menteri Kesehatan dan menawarkan uang damai Rp 7 miliar (lihat Tempo 12-18 September 2005). Sumber Tempo yang mengetahui pertemuan itu mengatakan, permintaan tersebut sudah disampaikan Musfihin kepada Direktur PT Askes Indonesia, Ori Andari Sutadji. Tapi, karena pengeluaran untuk program kesehatan bagi rakyat miskin harus diketahui Menteri Kesehatan, jadilah Musfihin menemui Ibu Menteri.
Senayan gempar. ”Saya sempat menelepon Musfihin menanyakan kebenaran berita itu,” kata anggota DPR dari Komisi IX, Bisri Romly (PKB, Jawa Tengah X). Wakil Presiden Jusuf Kalla kabarnya sempat memanggil Siti Fadilah untuk meminta klarifikasi. Menteri Kesehatan membenarkan dan menyatakan belum sempat memberikan uang itu kepada Musfihin. Jusuf Kalla manggut-manggut. ”Bagus, Bu. Jangan pernah dilayani permintaan semacam itu,” kata Wakil Presiden seperti ditirukan seorang sumber. Musfihin sendiri kepada Tempo berulang-ulang menyangkal berita itu. Tapi Badan Kehormatan DPR akan segera memproses kasus ini, termasuk meminta keterangan dari Musfihin dan Menteri Siti Fadilah.
Siapakah Musfihin Dahlan? Lahir di Jakarta pada hari Natal 52 tahun lalu, Musfihin menghabiskan masa mudanya di Jakarta. Tahun 1976 ia adalah mahasiswa Sekolah Publisistik Jakarta (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Politik). Ketika itu ia mengaku menjadi salah satu penanda tangan Ikrar Mahasiswa Oktober 1977, yang menuntut diadakannya Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto. Akibat aksinya itu, ”Saya sempat merasakan pengapnya penjara Guntur, Jakarta,” katanya.
Selain terjun sebagai aktivis mahasiswa, Musfihin juga bergiat dalam dunia jurnalistik. Ia, misalnya, turut membidani lahirnya majalah kesehatan Higina, menjadi Pemimpin Umum Majalah Properti Indonesia, dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Jurnal Media Nusa.
Ketika era reformasi bergulir pada 1998, Musfihin bergabung dengan Partai Golkar. Menurut dia, adalah Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung sendiri yang mengajaknya bergabung. Posisi pertama yang ditempati mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) wilayah Jakarta itu adalah Ketua Divisi Humas Badan Informasi dan Komunikasi Partai Golkar Pusat.
Musfihin memang dikenal sebagai orang dekat Akbar Tandjung. Dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar akhir 2004 lalu, ia dikenal sebagai pembela setia sang Ketua Umum. Saat posisi Akbar terjepit, ia masih berusaha optimistis. Katanya, Akbar masih disokong setidaknya sembilan provinsi. ”Yang bermain menggembosi Akbar adalah unsur militer dan kekuatan lama yang bergabung dengan unsur kekuasaan,” katanya. Optimisme Musfihin tak terbukti: Akbar terjungkal, dan Jusuf Kalla naik ke tampuk kekuasaan.
AZ/Johan Budi S.P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo