Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengumuman itu datang dari New York. Pergantian Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) baru dilakukan 2006 nanti. Keputusan itu diumumkan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara, sesudah mengikuti rapat kabinet terbatas yang dipandu langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono nun dari Amerika Serikat, Senin pekan lalu. Presiden sudah pula mengirim surat khusus ke DPR guna menjelaskan sebab-musabab penundaan itu.
Surat itu merupakan jawaban resmi Presiden atas surat Ketua DPR yang dikirim ke Istana dua pekan lalu. Dalam surat itu, para wakil rakyat mempertanyakan rencana pergantian Panglima TNI, yang sudah lama terbengkalai. Setelah surat itu meluncur ke Istana, desas-desus tentang Panglima TNI yang baru kencang beredar. Ada kabar bahwa pada ulang tahun lima Oktober nanti, Cilangkap bakal mendapat panglima baru.
Kabar itu ternyata cuma gosip. ”Dengan surat ini, semuanya menjadi jelas bahwa pergantian Panglima TNI baru akan dilaksanakan pada tahun 2006 yang akan datang,” kata Yusril Ihza Mahendra.
Atas jawaban Presiden itu, beragam pendapat muncul dari DPR. ”Saya lihat sikap teman-teman sesuai dengan fraksi masing-masing,” kata Jeffrey Massey, anggota Komisi I DPR dari Partai Damai Sejahtera.
Effendi M.S. Simbolon, Ketua Kelompok Kerja Komisi I Bidang Pertahanan dan Keamanan DPR, yang berasal dari PDIP, misalnya, langsung mengatakan pergantian Panglima TNI seharusnya tak perlu ditunda-tunda. Apalagi, katanya, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto sudah beberapa kali mengajukan pengunduran diri. Kalau yang bersangkutan mau mundur, ”Apa pula alasannya Presiden menahan-nahan,” katanya. Ia menuding penundaan itu cuma karena alasan politik belaka. ”Secara eksplisit, jelas Presiden Susilo tidak mau dengan Ryamizard,” katanya.
Kritik yang sama juga datang dari Effendy Choirie, Wakil Ketua Komisi I Bidang Pertahanan yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa. Ia menilai penundaan itu justru bikin macet regenerasi di tubuh TNI. Dia juga menuding adanya muatan politik dari penundaan ini. ”Itu langkah untuk menjegal Jenderal Ryamizard Ryacudu,” ujarnya.
Ryacudu memang didukung PDIP dan PKB pada pencalonan tahun silam. Pada Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri—yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi telah kalah dalam pemilihan presiden—mengajukan nama Jenderal Ryamizard Ryacudu, yang saat itu duduk di kursi KSAD, ke legislatif. Ia calon tunggal. Wakil rakyat pun sudah memproses pencalonan itu. ”Bahkan Komisi Pertahanan dan Keamanan sudah setuju dengan Ryamizard,” kata Simbolon.
Tapi Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menarik kembali surat itu, sesaat setelah terpilih menjadi presiden. Hubungan antara Senayan dan Istana pun sempat memanas. Debat kencang bertaburan. Anggota Dewan, terutama dari Koalisi Kebangsaan, menilai Ryamizard sah menjadi panglima sejak 29 Oktober 2004. Cilangkap seperti memiliki dua panglima: Jenderal Endriartono Sutarto dan Jenderal Ryamizard Ryacudu.
Ketegangan ini kemudian mereda setelah rapat paripurna DPR memutuskan menerima surat penarikan pencalonan Ryamizard yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kian redalah ketegangan itu setelah Ryamizard memberi penjelasan, ”Saya tetap melaksanakan tugas sebagai KSAD. Dia atasan saya. Dan saya harus hormati,” ujarnya tegas seusai memberikan pembekalan kepada para perwira siswa Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Markas Komando Sesko TNI, ujung Oktober 2004.
Belakangan, Ryamizard lengser dari KSAD, lalu menjadi jenderal tanpa jabatan di Cilangkap. Namanya masih masuk nominasi calon Panglima TNI. Tapi ia harus bersaing dengan Jenderal Djoko Santoso (KSAD), Marsekal Djoko Suyanto (KSAU), dan Laksamana Slamet Soebijanto (KSAL). Ryamizard bakal pensiun April 2006. Dan jika pergantian panglima ditunda terus-terusan, ”Ini memang bermaksud mendepak Ryamizard secara halus,” kata sumber Tempo yang dekat dengan Ryamizard.
Menurut pengamat militer Salim Said, dugaan bahwa Presiden Yudhoyono hendak mendepak Ryamizard adalah tudingan spekulatif. Yang paling pokok adalah apakah penundaan pergantian Panglima TNI ini sebuah pelanggaran peraturan atau bukan. ”Saya kira, apa pun alasannya, Presiden tidak melanggar undang-undang dalam soal penundaan ini,” tuturnya. Bisa saja, kata Salim, ”Ditunda karena Presiden melihat Jenderal Endriartono sukses di Aceh.”
Dugaan Salim Said dibenarkan oleh Yusril. ”Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto masih diperlukan tenaga dan pikirannya dalam menyelesaikan konflik di Aceh secara damai, adil, dan bermartabat,” katanya. Pemerintah memang tengah menyelesaikan konflik berdarah di Aceh. Proses pemusnahan senjata milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dimulai 15 September hingga 31 Desember 2005, dan akan diikuti dengan kegiatan penarikan tentara dan polisi nonorganik dari wilayah perang saudara itu. Proses itu sesuai dengan kesepakatan pemerintah dengan GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005, dan rawan dengan berbagai kemungkinan. Presiden Yudhoyono rupanya berpendapat Jenderal Endriartono Sutarto adalah sosok yang paling cocok untuk mengamankan perjanjian damai ini.
Wenseslaus Manggut, Dimas Pradityo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo