Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pemecah Suara dari Cendana

Tommy Soeharto mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Fulus banyak, kendala juga banyak.

24 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANDIDAT Ketua Umum Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, melangkah cepat di Gedung Granadi di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu pekan lalu. Sore itu ia telah ditunggu tuan rumah, Hutomo Mandala Putra, 47 tahun. Christina Aryani, anggota tim sukses Yuddy, tak boleh masuk ruangan Tommy Soeharto, panggilan akrab putra kinasih mantan presiden Soeharto itu. ”Hanya empat mata, Mas Tommy dan Mas Yuddy bertemu sekitar satu setengah jam,” kata Christina.

Seusai pertemuan, Yuddy dan Tommy bungkam. Esok harinya, Yuddy malah berangkat umrah ke Mekah bersama rombongan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Elite Golkar pendukung Yuddy, seperti Fahmi Idris, Poempida Hidayatullah, dan Indra J. Piliang, turut serta. ”Yang umrah bareng Pak JK sekitar 200 orang,” kata Christina.

Desas-desus segera meruap: pertemuan Tommy dan Yuddy membahas rencana majunya sang tuan rumah ke bursa pemilihan Ketua Umum Partai Golkar, Oktober nanti. Sumber Tempo menjelaskan, Yuddy datang atas undangan Tommy. ”Mereka sepakat bersinergi di Munas,” katanya. ”Tak saling menjegal dan mengumbar kampanye hitam.” Tak jelas bagaimana persisnya sinergi itu nanti akan diwujudkan dalam Musyawarah Nasional VIII—ajang pemilihan Ketua Golkar—di Pekanbaru, Riau, Oktober mendatang. ”Akan dirumuskan, siapa mendapat apa,” kata Zaenal Bintang, ketua tim sukses Yuddy.

Sebelum bertolak ke Mekah, Yuddy, yang mengaku dekat dengan Cendana, berseloroh tentang majunya Tommy sebagai kandidat ketua. Kata Yuddy, ”Mungkin dia kasihan melihat saya yang tak punya uang.”

Munculnya Tommy membuat peta politik Golkar bergeser. Saat ini ada tiga kandidat kuat: Surya Paloh (Ketua Dewan Penasihat), Aburizal Bakrie (anggota Dewan Penasihat), dan Yuddy Chrisnandi (salah satu ketua). Ical disebut-sebut telah menguasai semua daerah. Surya Paloh juga terus bergerilya. Sedangkan Yuddy dianggap underdog karena tak punya duit. ”Hadirnya Tommy memecah dukungan ke Ical,” kata Zaenal.

Hingga kini, menurut orang dekatnya, Tommy belum banyak bermanuver. Tapi, menurut sumber Tempo, utusan Sulawesi Selatan sudah bertemu dengan Tommy. Kekayaan dan trah Keluarga Cendana diyakini menjadi modal kuat mantan terpidana kasus pembunuhan Hakim Agung Syaifuddin itu. ”Orang-orang Dewan Pengurus Pusat Golkar masih mondar-mandir ke Cendana,” kata sumber itu.

Kolega dan sahabat Tommy masih tenang-tenang saja. Ahad sore dua pekan lalu, Tommy malah menengok Ananda Mikola, pembalap yang melejit ke sirkuit internasional. Tak membicarakan Golkar, Tommy lebih banyak memantau persiapan putra mantan pembalap nasional Tinton Soeprapto itu berlaga ke Eropa. ”Mobil balap Mas Tommy mau dipakai Nanda ke Eropa,” kata Tinton.

Soal Golkar, Tinton yakin, jika sudah punya rencana, sohibnya itu pasti akan berusaha keras mendapatkannya. Tommy juga bukan tipe orang yang suka dilamar. ”Kalau berniat, dia yakin akan jadi,” kata Tinton. Tentang restu kakak-kakaknya, Tinton yakin sudah ada pembicaraan. ”Tak mungkin melangkah tanpa setahu Cendana.”

Tinton siap berjibaku mendukung Tommy merebut pucuk pimpinan Golkar. ”Itu tiketnya ikut pemilihan presiden 2014,” ujarnya. Sebagai kader Golkar, di mata Tinton, Tommy sudah dikenal berbagai kalangan. ”Saya tersinggung jika ada yang mengatakan Tommy anak kecil yang tak tahu apa-apa.”

Indra Bambang Utoyo, yang juga dekat dengan Cendana, melihat dua kendala Tommy. Pertama soal anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang menyatakan calon ketua harus orang yang pernah menjadi pengurus partai selama satu periode—baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten. ”Mas Tommy hanya sempat jadi anggota MPR dari Sulawesi Selatan pada 1993,” kata Indra.

Kedua, Tommy bakal terhalang portal PDLT alias prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela. Padahal dia pernah dihukum karena terlibat pembunuhan Hakim Agung Syaifuddin.

Sohib Cendana lainnya melihat majunya Tommy akibat dipanas-panasi kubu yang tak menyukai Ical. ”Mencalonkan Tommy langkah blo’on, tak tahu peta, karena Golkar aturannya jelas,” katanya. ”Bagaimana jika Tommy ditanya soal keterlibatannya dalam pembunuhan Hakim Agung Syaifuddin?” Itu fakta perjalanan hidup Tommy yang tak bisa ditutupi. ”Mas Bambang Trihatmodjo dan Mbak Tutut malah mendukung Ical.”

Soal dukungan Bambang ke Ical dibenarkan Indra Utoyo. ”Mas Bambang bilang ke saya langsung. Kalau Mbak Tutut, saya tak tahu.”

Bahriyoen Soetjipto, pengusaha yang juga dekat dengan Keluarga Cendana, yakin Tommy mampu memimpin Golkar. ”Tommy bukan orang baru dalam politik,” kata Ketua Pengurus Pusat Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri itu. Pada 1999, pascareformasi, Tommy turut membidani lahirnya Partai Republik, tapi cuma dari balik layar. ”Tapi dia realistis. Jika tak ada dukungan, pasti tak memaksa maju.”

Soal kewajiban Tommy menjadi anggota Partai Golkar minimal 10 tahun terus-menerus dan menjadi pengurus selama satu periode dianggap bukan persoalan oleh beberapa anggota Beringin. Juga syarat bahwa pencalonan itu mesti didukung 30 persen pengurus. Jika lolos, usul itu harus dibawa ke tim verifikasi yang terdiri atas Syamsul Mu’arif, Andi Mattalata, dan Muladi.

Menurut sumber Tempo, kuncinya adalah perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Soal perubahan ini ada di tangan ketua Golkar kabupaten/kota, yang jumlahnya sekitar 470 orang. Jika Tommy bisa merangkul 300 dari mereka, semua bakal beres. ”Itu bisa diatur dengan kekuatan fulus Tommy,” kata salah seorang fungsionaris. ”Orang Golkar kan pragmatis, segalanya bisa ditentukan uang,” kata Zaenal Bintang.

Jika semua upaya tak berhasil, kubu Yuddy berharap Tommy bakal mencurahkan tenaga dan fulus ke Yuddy. Datangnya Tommy ibarat ”turunnya sepotong roti,” kata seorang sumber.

Komunikasi politik dengan Tommy membuka tabir redupnya pendanaan Yuddy. ”Mungkin Tommy adalah jawaban Tuhan atas doa Yuddy.” Soal kelak jadi apa di Golkar, itu urusan belakangan.

Manuver yang dibangun dua orang muda Golkar itu tak menyurutkan langkah Surya Paloh. Banjirnya duit Tommy juga tak membuat pengusaha media itu kecut. ”Pak Surya Paloh punya pengaruh dan jaringan luas di daerah,” kata Edhison Betaubun, anggota tim sukses Surya Paloh. Dia mengklaim bosnya didukung dua pertiga pengurus Golkar provinsi dan kabupaten. Selain itu, daerah menginginkan ketua umum berusia di bawah 60 tahun. ”Pak Ical sudah 66 tahun, seusia Pak JK yang akan lengser.” Tentang pertemuan Surya Paloh dengan Tommy, Edhison membantah. ”Menjelang Munas, banyak kabar tak jelas.”

Ical juga tak gentar dengan masuknya putra penguasa Orde Baru itu ke gelanggang. ”Tommy juga kader Golkar, silakan saja,” katanya. ”Ibarat main tenis, menang atau kalah itu biasa.”

Dwidjo U. Maksum, Akbar Tri Kurniawan, TNR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus