Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penarikan lagu band punk Sukatani yang berisi kritik untuk polisi dari seluruh platform pemutar musik dianggap bagian pelanggaran kebebasan ekspresi. Firma hukum publik AMAR Law Firm menilai hal tersebut melanggar hukum dan tidak seharusnya terjadi di negara demokrasi.
“Klarifikasi, permintaan maaf, membuka anonimitas, dan menurunkan karya seni dari seluruh platform seharusnya tidak terjadi di negara demokrasi,” kata AMAR Law Firm dalam pernyataan tertulisnya pada Jumat, 21 Februari 2025.
Firma hukum itu melabeli peristiwa yang dialami oleh Sukatani sebagai pemberedelan karya seni yang melanggar kebebasan berekspresi. Menurut AMAR Law Firm, hal tersebut dilindungi dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hingga Deklarasi Universal HAM (DUHAM).
AMAR Law Firm, yang dikepalai Alghiffari Aqsa sebagai managing partner, menganalisis pembatasan HAM melalui lensa Prinsip Siracusa. Menurut prinsip tersebut, pembatasan HAM seharusnya memenuhi beberapa syarat. Adapun syaratnya adalah diatur oleh hukum, diperlukan dalam masyarakat yang demokratis, melindungi ketertiban umum, melindungi moral publik, untuk melindungi keagamaan nasional.
“Tidak ada satu pun kondisi tersebut terpenuhi, sehingga tidak terdapat alasan hukum untuk membatasi karya band Sukatani,” dalam keterangan mereka.
Polri sebelumnya telah membantah pihaknya meminta Sukatani untuk menarik lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari platform streaming dan media sosial. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepolisian tidak pernah memerintahkan hal tersebut.
Trunoyudo mengeklaim bahwa Polri tidak antikritik dan terus berupaya menjadi organisasi yang modern. “Komitmen dan konsistensi, Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern yaitu Polri Tidak Anti Kritik,” kata Trunoyudo kepada Tempo melalui pesan tertulis, Kamis, 20 Februari 2025.
Sebelumnya, grup band bergenre punk asal Purbalingga, Sukatani, mengumumkan penarikan lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik. Salah satu lagu yang dirilis dalam album Gelap Gempita itu berisi kritikan terhadap polisi.
Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personil band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personil Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis) menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri dan institusi kepolisian.
Mereka tampil tanpa topeng, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kedua personil Sukatani memang memilih untuk jadi anonim di depan publik.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi.
Dalam pernyataan itu, dia mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik terhadap anggota kepolisian yang melanggar aturan. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ujarnya.
Berikut lirik lagu Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar yang dinyatakan ditarik peredarannya.
Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Respons Kapolri Hingga Polda Jateng Soal Penarikan Lagu Band Sukatani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini