Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kekuatan oposisi di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR masih tetap dibutuhkan agar ada yang mengontrol dan mengawasi pemerintah. Menurut peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Lili Romli, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi harapan terakhir sebagai oposisi. Sejauh ini, kedua partai belum memutuskan bergabung dengan Prabowo-Gibran atau menjadi oposisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lili mengatakan, jika tidak ada oposisi, kebijakan yang dimunculkan cenderung merugikan rakyat seperti di era Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau semuanya masuk (ke koalisi), ya wassalam, DPR betul-betul tidak memainkan peran," kata Lili dalam webinar bertajuk 'Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi' di Jakarta, Senin, 29 April 2024 seperti dikutip Antara.
Dia menilai, saat ini, presiden terpilih Pilpres 2024 Prabowo Subianto ingin merangkul semua partai yang ada di luar koalisi pendukungnya, yaitu Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), hingga PKS.
Belakangan Prabowo baru menjalin komunikasi secara langsung dengan Nasdem dan PKB. Meski demikian, Lili menilai PPP dan PKS pun ingin diajak bergabung ke koalisi Prabowo.
"Yang tersisa adalah PDIP. Nah kalau PDIP kita ketahui juga ada dua faksi yang ingin tetap menjadi oposisi dan ada yang ingin bergabung," kata dia.
Fungsi Pengawasan DPR
Lili mengatakan ada sejumlah anggapan bahwa para anggota DPR akan tetap memainkan fungsi pengawasan walaupun partainya berkoalisi dengan pemerintah. Namun dia menilai pengawasan itu tidak akan setajam jika partai dari anggota DPR tersebut menjadi oposisi.
Karena itu, dia mengatakan demokrasi akan tetap bertahan jika tokoh-tokoh politik dan petinggi partai berkomitmen menjadikan demokrasi sebagai sistem bernegara di Indonesia, dan tidak ada selintas pemikiran pun untuk kembali ke otoritarianisme seperti di masa silam.
Dia menyebutkan ada keinginan agar Indonesia kembali menganut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 murni yang belum diamendemen. Menurut dia, UUD tersebut justru membentuk pemerintahan otoriter, baik pada masa Orde Baru maupun masa Demokrasi Terpimpin.
"Saya berharap ada komitmen partai-partai dan elite politik menjadikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik untuk Indonesia," kata dia.
Mardani Ali Sera Ingin PKS Tetap Jadi Oposisi
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Mardani Ali Sera mengatakan, secara pribadi, dia menyarankan partainya berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran. Dia menilai keberadaan PKS sebagai oposisi di pemerintahan adalah sehat bagi demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut dia ungkapkan menanggapi penolakan Partai Gelora jika PKS bergabung dengan pemerintahan Prabowo.
"Kalau saya, oposisi. Sehat kok, sekalian," ujar Mardani dalam sebuah video pernyataan yang dia kirimkan kepada Tempo pada Senin, 29 April 2024.
Menurut Mardani, nantinya jika PKS tetap berada di luar pemerintahan, PKS bisa mengawasi pemerintah agar kebijakan yang dibuat dapat sesuai dengan kepentingan rakyat. "Kita jaga pemerintah biar bekerja betul-betul buat rakyat," kata dia.
Dia juga menyinggung pernyataan Partai Gelora yang menolak PKS. Mardani menilai terdapat perbedaan proposal dan visi antara PKS dan Partai Gelora. Hanya, dia tak menjelaskan lebih detail mengenai perbedaan itu.
“Proposal kami sama Mas Anis (Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora) beda. Dan visinya beda," kata Mardani.
Partai Gelora menolak jika PKS bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik mengatakan PKS selama masa kampanye Pilpres 2024 selalu melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran.
"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," ujar Mahfuz dalam keterangan resmi yang dikutip pada Senin, 29 April 2024.
PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung atau tidak di pemerintahan Prabowo. Namun Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Alhabsyi sebelumnya memberi sinyal PKS akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Aboe menyebut PKS ingin berbuat sesuatu bagi bangsa Indonesia setelah dua periode berada di luar pemerintahan.
YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANTARA