Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Poin-poin Tuntutan Kelompok Masyarakat Sipil Terhadap Revisi UU TNI

Koalisi Masyarakat Sipil saat sampaikan aspirasi justru diusir ketika datangi ruang rapat panja Revisi UU TNI di Hotel Fairmont.

19 Maret 2025 | 10.01 WIB

Ketua Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus saat berdemonstrasi di depan ruang rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menolak pembahasan RUU TNI yang dibahas oleh DPR dan pemerintah. Tempo/Novali Panji
Perbesar
Ketua Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus saat berdemonstrasi di depan ruang rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menolak pembahasan RUU TNI yang dibahas oleh DPR dan pemerintah. Tempo/Novali Panji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat sipil menggeruduk rapat panitia kerja (panja) terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau Revisi UU TNI yang diadakan di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu malam, 15 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu dari tiga perwakilan koalisi sipil yang melakukan interupsi, Ketua Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus, mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah menggelar rapat di hotel secara tertutup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi, juga terkait dengan pasal dan substansinya yang jauh dari upaya semangat menghapus dwifungsi militer," kata Andrie saat berorasi di depan ruang rapat Hotel Fairmont.

Tidak hanya itu, sebanyak 34 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi masyarakat sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG) mengecam rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas oleh Komisi I DPR.

Organisasi yang menyuarakan aspirasi tersebut antara lain Imparsial, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia), Arus Pelangi, Asosiasi LBH Apik Indonesia, Elsam, Gaya Nusantara, Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi, HuMa, Ikohi, ILRC, Imparsial, Infid, Institute for Ecosoc Rights, Jatam, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH Jakarta, LBH Pers, Migrant Care, Mitra Perempuan, PBHI, RPUK Aceh, SBMI, Setara Institute, SKPKC Papua, Solidaritas Perempuan, Turc, Walhi, Yappika, Yayasan Kalyanamitra, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Yayasan Pulih.

Mereka menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dianggap bermasalah dan berpotensi mengancam demokrasi serta hak asasi manusia di Indonesia.

Poin-Poin Tuntutan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik beberapa pasal dalam revisi UU TNI yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali fungsi politik tentara seperti di era Orde Baru. Beberapa tuntutan utama yang mereka ajukan meliputi:

1. Penolakan Terhadap Dwifungsi Militer
Koalisi menilai revisi UU TNI justru mengembalikan praktik dwifungsi militer yang menjadi ciri represif Orde Baru. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998.

2. Kekhawatiran Terhadap Pelanggaran HAM
Poin dalam revisi UU TNI dianggap bertentangan dengan berbagai rekomendasi internasional, termasuk Komite Hak Sipil dan Politik (CCPR), Universal Periodic Review (UPR), serta instrumen HAM global seperti Statuta Roma ICC dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT). Pasal 65 UU TNI yang mempertahankan yurisdiksi pengadilan militer untuk kasus HAM dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap pelaku pelanggaran HAM berat.

3. Menolak Penempatan Perwira Aktif di Jabatan Sipil
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menyoroti bahwa revisi ini berpotensi menambah jumlah perwira non-job serta memperkuat penempatan perwira aktif dalam jabatan sipil. Hal ini mengancam independensi sipil dan berisiko memperkuat impunitas dalam militer.

"Draft revisi Pasal 71, usia pensiunnya diperpanjang menjadi paling lama 62 tahun. Revisi ini, jika disahkan justru akan menambah persoalan yang tidak pernah diselesaikan," kata Isnur dalam keterangan resminya, Ahad, 16 Maret 2025.

4. Transparansi dan Partisipasi Publik
Koalisi menilai pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara tertutup, termasuk dengan menggelar rapat di hotel bintang lima, yang dinilai bertentangan dengan prinsip efisiensi anggaran negara.

Diketahui Komisi I DPR dianggap mengebut pembahasan revisi UU TNI bersama pemerintah. Mereka menggelar rapat secara tertutup selama dua hari di Hotel Fairmont Jakarta untuk membahas ihwal daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU TNI.

5. Ancaman Sanksi Internasional
Koalisi memperingatkan bahwa Indonesia bisa menghadapi konsekuensi serius di berbagai forum HAM PBB jika revisi UU TNI tetap dipaksakan. Potensi sanksi diplomatik juga menjadi ancaman nyata akibat pelanggaran terhadap komitmen HAM internasional. "Jika draf ini dipaksakan, Indonesia akan menghadapi konsekuensi serius di berbagai forum HAM PBB, termasuk sanksi diplomatik," ujar koalisi. 

Daniel Ahmad Fajri, Vedro Imanuel Girsang, dan Ade Ridwan Yandwiputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus