Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di bawah kepemimpinan Menteri Abdul Mu’ti menetapkan sejumlah kebijakan baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Mulai dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB, hingga menghadirkan kembali sistem ujian akhir yang disebut dengan tes kemampuan akademik (TKA) dan sejumlah kebijakan lainnya.
Pilihan Editor:Kapan Pendaftaran Siswa dan Guru Sekolah Rakyat Dibuka?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Beberapa dari kebijakan tersebut merupakan kurikulum lama yang dihapuskan ketika pemerintah menerapkan Kurikulum Merdeka yang digagas oleh mantan Menteri Nadiem Makarim. Berikut sejumlah perbedaan sistem pendidikan saat ini yang diubah oleh Abdul Mu’ti:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sistem Penerimaan Murid Diganti SPMB
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang mulai berlaku pada tahun ajaran 2025/2026. Salah satu perbedaan antara keduanya ialah pada kuota jalur penerimaan murid.
Di PPDB, kuota jalur prestasi lebih sedikit dibandingkan dengan SPMB. Untuk SMP misalnya, sebelumnya pemerintah menentukan kuota jalur prestasi berdasarkan sisa dari jalur zonasi paling sedikit 50 persen, jalur afirmasi 15 persen, dan perpindahan tugas orang tua/wali maksimal 5 persen. Baru sisanya boleh digunakan untuk jalur prestasi.
Sementara dalam sistem baru, sekolah SMP wajib menyiapkan kuota paling sedikit 25 persen untuk jalur prestasi, dan SMA menerima paling sedikit 30 persen dari jalur prestasi. Abdul Mu’ti mengatakan hal ini dilakukan untuk menghidupkan kembali budaya apresiasi pada peserta didik yang berprestasi.
Ada Tes Ujian Akhir tapi Tidak Wajib
Pemerintah kembali mengadakan tes akhir dari satuan jenjang pendidikan semacam Ujian Nasional atau UN. Tes itu kini disebut dengan Tes Kemampuan Akademik atau TKA. Berbeda dengan UN, tes ini tidak bersifat wajib dan hanya berlaku bagi mereka yang memang siap dan mampu menghadapi tes guna menambah penilaian individu. Selain itu, soal-soal untuk tes ini juga tidak sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Abdul Mu’ti mengatakan bagi kelas 9 SMP, soal ujian akan dibuat oleh Pemerintah Provinsi, sedangkan untuk kelas 6 SD akan dipasrahkan pada pemerintah Kabupaten/ Kota. “Tentu sebagian dari kami yang wajibnya. Karena kami ada bank soal dari UN dulu,” kata Mu'ti dalam acara tanya-jawab bersama awak media di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.
TKA akan dilaksanakan mulai November 2025 bagi kelas 12, dan sekitar April-Mei untuk kelas 9 dan 6. Adapun mata pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, dan Matematika. Kemudian tambahan Bahasa Inggris, dan mata pelajaran pilihan antara IPA atau IPS untuk jenjang SMA.
Ketentuan Lulus Tetap Diserahkan Kepada Masing-Masing Sekolah
Meski ada tes kemampuan akademik, Abdul Mu’ti mengatakan ketentuan lulus atau tidak seorang siswa tetap diserahkan pada masing-masing sekolah. TKA hanya diselenggarakan bagi siswa yang ingin dan siap saja, yang kemudian akan menjadi nilai tambah bagi mereka untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Adapun bagi siswa yang tidak ingin mengikuti tersebut, kata Mu’ti, hanya diwajibkan mengikuti tes yang diselenggarakan oleh sekolah masing-masing guna menilai capaian belajarnya. “Ini win-win solution bagi yang anak yang mudah stres kalau menghadapi ujian. Juga jadi solusi bagi yang ingin punya capaian tertentu, seperti melanjutkan kuliah keluar negeri,” kata Mu’ti.
Muatan Pokok Pembelajaran Dikurangi
Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya saat ini tengah menggodok kurikulum pendidikan yang berbasis pembelajaran mendalam atau deep learning. Salah satu yang akan dilakukan adalah mengurangi muatan materi dalam semua mata pelajaran, baik di jenjang SD, SMP, maupun SMA.
“Ini dalam rangka pendalaman tadi ya. Jadi bukan bobotnya yang dikurangi tapi muatan materinya. Harapannya meski enggak begitu banyak tapi cukup dalam pemahaman siswa untuk satu materi,” tuturnya.
Sistem Penjurusan di SMA Kembali Diterapkan
Pemerintah akan kembali menerapkan sistem penjurusan untuk sekolah menengah atas atau SMA. Sistem penjurusan ini sebelumnya dihapus dalam penerapan Kurikulum Merdeka yang digagas Menteri Nadiem Makarim. “Jurusan akan kita hidupkan lagi, jadi nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ujar Menteri Abdul Mu'ti dalam acara tanya-jawab bersama awak media di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.
Tujuan pemerintah kembali menerapkan sistem lama ini adalah untuk memberikan kepastian pada penyelenggara pendidikan, khususnya bagi lembaga pendidikan di luar negeri terkait kemampuan murid dan kecocokannya dengan program studi yang dipilih.