Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
RANCANGAN Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset kembali menjadi perbincangan ketika Presiden Prabowo Subianto menjawab berbagai pertanyaan jurnalis dalam wawancara di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad, 6 April 2025. Dalam wawancara tersebut, Presiden menyatakan sikapnya terhadap penyitaan aset hasil korupsi dari tangan koruptor sebagai upaya memberantas korupsi.
RUU Perampasan Aset masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Namun RUU tersebut tidak masuk dalam daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Menurut pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho, pengesahan RUU Perampasan Aset adalah kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem hukum. Dia mengatakan pengesahan RUU Perampasan Aset dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
“Dengan memberikan wewenang lebih besar kepada lembaga penegak hukum, RUU ini diharapkan dapat mempercepat proses perampasan aset dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaannya,” ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 10 April 2025, seperti dikutip dari Antara.
Karena itu, dia mengatakan terdapat urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset mengingat kelemahan regulasi saat ini yang menghambat pemulihan aset negara dan memberikan peluang bagi koruptor menyembunyikan kekayaannya.
Hardjuno berharap Presiden bisa menunjukkan keseriusan pemberantasan korupsi dengan segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Dia menilai RUU Perampasan Aset menjadi instrumen hukum yang kuat dan mendapatkan legitimasi serta dukungan dari masyarakat, memperkuat upaya pemberantasan korupsi, dan mewujudkan sistem hukum yang lebih adil di Indonesia.
Sebab, kata dia, RUU tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk menutup celah kejahatan ekonomi karena menggunakan pendekatan Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau aset bisa dirampas meski belum ada putusan pidana, selama bisa dibuktikan itu hasil kejahatan.
“Apalagi dalam kasus yang sulit dituntaskan secara pidana, karena pelaku menyembunyikan atau mengalihkan aset dengan cerdik. Ini penting agar negara tidak selalu kalah cepat dari koruptor yang sudah menyiapkan pelarian sejak awal,” tuturnya.
Dia menegaskan keberanian negara dalam menindak korupsi akan menjadi cermin keberanian bangsa ini menatap masa depan. Namun Hardjuno tetap menekankan RUU itu bukan berarti bebas risiko, sehingga tetap diperlukan kehati-hatian, pengawasan ketat, dan mekanisme hukum yang adil dalam pelaksanaannya. “Kita tidak boleh gegabah, tapi jangan pula takut mengambil langkah hanya karena ada risiko,” ujarnya.
Perjalanan Panjang RUU Perampasan Aset
RUU yang memiliki nomenklatur lengkap RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (PATP) itu tidak masuk dalam daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan menginginkan RUU Perampasan Aset masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2026.
Dia menuturkan, untuk mencapai hal itu, RUU yang masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2025 harus selesai dibahas di DPR. Menurut dia, terdapat 41 RUU yang masuk prioritas pada 2025, yang diusulkan oleh 13 komisi di DPR, Baleg, pemerintah, hingga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Perhatikan setiap tahun kita ada rapat lagi, ada prioritasnya lagi setiap tahun kan, mudah-mudahan ini pada tahun 2025 ini selesai semua,” kata Sturman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, 4 Desember 2024.
Pada pertemuan dengan media di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum di Jakarta Selatan pada 4 Desember itu, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan RUU Perampasan Aset sudah ada di DPR sejak April 2023. Namun pembahasannya tak berjalan lantaran bertepatan dengan momen tahun politik, yakni Pilpres 2024.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), RUU Perampasan Aset pertama kali disusun pada 2008. RUU ini telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal 2010. Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU ini masuk dalam Prolegnas, tetapi tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas.
RUU Perampasan Aset kembali masuk pada Prolegnas 2020-2024 dan pemerintah mengusulkan RUU ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020. Namun DPR tak menyetujui usulan itu. DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati RUU ini masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023. Namun RUU tersebut tak kunjung dibahas DPR meski Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan surat presiden (surpres) ke parlemen.
Hingga akhirnya RUU Perampasan Aset kembali masuk ke dalam Prolegnas 2025-2029. Namun RUU tersebut tidak masuk dalam daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Annisa Febiola dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Nadiem Makarim Hapus Sistem Penjurusan di SMA, Abdul Mu'ti Hidupkan Kembali
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini