Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah memenuhi syarat untuk dimakzulkan. Pernyataan itu disampaikan menyusul ucapan Jokowi tentang presiden boleh kampanye dan memihak dalam Pemilu 2024.
"Menurut saya, ini adalah alasan yang sahih untuk sebuah proses pemakzulan, karena ini merupakan perbuatan tercela," kata Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Sebelumnya, isu pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Jokowi mencuat usai sejumlah tokoh nasional yang menamakan Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud MD di pada Selasa, 9 Januari 2024. Tuntutan pemakzulan itu buntut dugaan pelanggaran konstitusional Jokowi, antara lain nepotisme dalam putusan Mahkamah Konstitusi atau MK dan intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK seperti diungkapkan eks Ketua KPK Agus Rahardjo.
Menanggapi pernyataan Bivitri Susanti terkait dimakzulkan presiden tersebut. Lantas, siapa sebenarnya Bivitri Susanti?
Dikutip dari jentera.ac.id, Bivitri Susanti adalah akademisi dan pengamat hukum tata negara di Indonesia. Ia merupakan pelopor sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH )Indonesia Jentera. Ia juga pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Pakar kelahiran 5 Oktober 1974 ini mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universita Indonesia pada 1999. Selama menjadi mahasiswa, ia dan seniornya mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). PSHK adalah lembaga penelitian dan advokasi untuk reformasi hukum yang dilatar belakangi peristiwa Mei 1998.
Bivitri kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Warwick, Inggris pada 2002. Usai meraih gelar Master of Laws-nya, dia kembali melanjutkan ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.
Dilansir dari bunghattaaward.org, Bivitri mulai bekerja sebagai pengajar hukum tata negara pada 2015. Saat itu, ia juga menjabat Wakil Ketua I STH Indonesia Jentera dan peneliti di PSHK dalam bidang pembaruan hukum, antikorupsi dan hak-hak konstitusi. Bivitri juga kerap bekerja bersama dengan berbagai organisasi, mulai masyarakat sipil, hingga institusi pemerintah.
Masih melansir dari jentera.ac.id, Bivitri dikenal aktif dalam kegiatan pembaruan hukum. Ia merumuskan beberapa konsep dan langkah pembaruan, seperti Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007—2009), dan advokasi berbagai undang-undang.
Bivitri juga aktif dalam berbagai upaya pembaruan hukum lainnya. Ia ikut partisipasinya dalam penyusunan berbagai undang-undang dan kebijakan, serta bekerja sebagai konsultan untuk berbagai organisasi internasional. Ia banyak mengemukakan pendapatnya melalui media massa nasional, jurnal-jurnal nasional dan internasional, serta berbagai konferensi. Ia juga kerap melakukan advokasi kebijakan.
Tak hanya itu, Bivitri pernah menjadi menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014. Dua tahun kemudian, dia menjadi visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance. Ia juga menjadi visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.
Atas dedikasinya, Bivitri mendapatkan penghargaan sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018. Ia meraih penghargaan dalam Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Sebagai pakar hukum tata negara, Bivitri sempat menjadi salah satu tim Panelis dalam debat Pilpres 2019. Ketua KPK kala itu, Agus Rahardjo meminta dirinya menjadi panelis pada debat pertama capres-cawapres yang dilaksanakan pada 17 Januari 2019.
Tak hanya sekali, dirinya juga diminta menjadi panelis debat Pilpres 2024. Ia diminta menjadi panelis debat capres edisi perdana yang akan berlangsung di kantor Komisi Pemilihan Umum di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 12 Desember 2023. Namun, Bivitri menolak tawaran itu karena fungsi panelis hanya masih bekerja menyusun pertanyaan.
Menurutnya, para panelis mesti diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Mendalami jawaban capres melalui pertanyaan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan dari capres dan komitmen capres itu terhadap sebuah isu yang diperdebatkan.
KHUMAR MAHENDRA | IHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: Sebut Penuhi Unsur Pemakzulan, Ini 3 Pernyataan Bivitri Susanti Soal Pelanggaran Jokowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini