Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan pelaksanaan aborsi bagi korban perkosaan masih menghadapi kendala regulasi, meski diperbolehkan dalam batas-batas tertentu menurut Undang-Undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asisten Deputi Pemberian Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA Ratna Oeni Cholifah menekankan pentingnya pelibatan lintas kementerian dan lembaga, terutama Kementerian Kesehatan, dalam menangani kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perlu pelibatan kementerian/lembaga terkait, terutama dengan Kementerian Kesehatan. Belum adanya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang aborsi menjadi salah satu hambatan,” ujar Ratna melalui ketarangan resmi, Rabu, 16 April 2025.
Menurut Ratna, sebelum Permenkes tersebut diterbitkan, diperlukan terlebih dahulu penetapan hukum dari pihak kepolisian terhadap kasus perkosaan yang dialami korban. Hal ini menjadi dasar legal untuk tindakan medis yang dilakukan.
Ratna juga menyinggung keberlakuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. “Perlindungan diberikan kepada anak usia 0 sampai 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan,” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya kompleksitas hukum yang perlu diperjelas saat kasus aborsi berkaitan dengan kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Pernyataan ini disampaikan KemenPPPA sebagai tanggapan atas pandangan Komnas Perempuan yang menyatakan bahwa korban pemerkosaan diperbolehkan melakukan aborsi maksimal hingga usia kehamilan 14 pekan.
Komnas Perempuan menyampaikan perempuan korban perkosaan, termasuk dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, berhak mengakses layanan aborsi hingga usia kehamilan 14 pekan.
Komisioner Komnas Perempuan Chatarina Pancer menjelaskan saat ini ketentuan hukum nasional telah berkembang, meninggalkan batas waktu maksimal 40 hari kehamilan sebagaimana tertuang dalam UU Kesehatan 2009.
"Pemahaman mengenai batas waktu aborsi bagi korban perkosaan kini merujuk pada ketentuan yang lebih progresif dan realistis, yakni maksimal 14 pekan usia kehamilan, sebagaimana tercantum dalam KUHP terbaru," kata Chatarina dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 14 April 2025.