Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Proteksi itu pelik

Wawancara tempo dengan dr. kenichi ohmae, ahli rekayasa nuklir, tentang proteksionisme yang dapat mengakibatkan kehancuran industri, pasar global dan kaukus asia.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Praktek proteksionisme bisa mengakibatkan keruntuhan industri. Dan Kenichi Ohmae mendukung Kaukus Asia. "YANG paling saya gemari adalah merancang bandar udara," ujar Dr. Kenichi Ohmae, sang Mr. Strategy yang terkenal dengan bukunya Dunia Tanpa Batas. Pasar bebas dunia adalah tujuan utamanya. Ia tampaknya bercita-cita menjadi arsitek tata ekonomi dunia baru. Selasa pekan silam Ohmae, yang adalah ahli rekayasa nuklir, tampil dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Institut Pendidikan dan Manajemen OTC. Usai seminar, ia meluangkan sedikit waktu untuk sebuah wawancara dengan Ivan Haris dari TEMPO. Petikannya: Bagaimana hubungan antara konsep pasar bebas dan proteksionisme yang dilakukan oleh AS dan Eropa Barat termasuk oleh Jepang sendiri? Saya tidak pernah setuju dengan proteksionisme. Sebab, proteksionisme membuat industri menjadi lemah, ketimbang menjadi solusi masalah. Dan saya tidak pernah melihat ada suatu (negara) industri yang diproteksi, yang akhirnya menjadi kuat. Yang harus dilakukan justru menyiapkan industri secara bertahap untuk memasuki pasar bebas. Soal proteksi memang problem yang pelik. Menurut saya, Jepang serta negara-negara maju seharusnya cepat-cepat ikut dalam GATT dan melepaskan batasan-batasan yang tidak perlu, seperti proteksi ini. Misalnya, AS harus melepaskan proteksinya terhadap daging sapi (beef) yang datang dari Brasil dan Australia. Jadi, apa yang harus dilakukan dalam suasana proteksi sekarang ini? Menurut saya, isu yang paling penting ialah, melepaskan proteksi secara bersama-sama, sehingga kalau rencana Mahathir berhasil, ini berarti kemajuan. Sebab, akibat dari proteksionisme, khususnya dalam sektor industri, adalah keruntuhan industri. Yang harus dilakukan adalah menciptakan industri di negara-negara berkembang, sehingga secara ekonomis masyarakatnya hidup sejahtera juga. Artinya, memiliki kemampuan ekonomi. Kalau mereka kaya, berarti terbuka pasar di sana. Hal ini ditemukan dalam kasus Jepang-Korea. Awalnya, Jepang melihat Korea dengan waswas karena dianggap sebagai pesaing. Namun, sekarang Jepang melihat dari sudut bagaimana caranya hidup bersama Korea. Jepang kemudian menyaksikan bagaimana Korea Selatan tumbuh sebagai negara berpenduduk 40 juta jiwa dengan pendapatan US$ 5.000 per kapita. Sebuah pasar yang dahsyat untuk produk-produk Jepang. Ini kan tidak buruk. Bagaimana dengan kasus Indonesia-Jepang? Kasus Indonesia-Jepang, dalam hubungannya dengan proteksi, masalahnya lain. Sampai sekarang, perbedaan pendapatan per kapita antara kedua negara ini sangat besar. Termasuk juga perbedaan level teknologinya. Sehingga harus ada program untuk liberalisasi secara bertahap. Tidak boleh sekonyong-konyong, sebab akan mengakibatkan kehancuran bagi industri di Indonesia. Bagaimana kita bisa menciptakan pasar global kalau pada dasarnya pasar itu adalah ajang perang antara produsen dan konsumen, antara entrepreneur dan entrepreneur, antara kepentingan ekonomi satu negara dan negara yang lain? Yang diperlukan adalah menciptakan serta mendorong perusahaan dan entrepreneur yang bisa survive di pasar domestik, baru nanti mereka akan melangkah ke pasar global. Harus diciptakan orang-orang yang siap ke sana. Tetapi ini tidak bisa dilakukan dengan melibatkan pemerintah, sebab membuka peluang bagi birokrasi untuk masuk sejak proses awalnya. Untuk masuk ke pasar global, tidak bisa dilakukan secara artifisial. Misalnya, membuat kuat sebuah perusahaan dengan intervensi pemerintah. Tidak bisa. Kalau kuat, ya, memang benar-benar kuat. Harus nomor satu dulu. Hal ini bisa mulai dilakukan dengan produk-produk yang sederhana, misalnya sabun, deterjen, minuman, dan makanan. Di negara-negara sedang berkembang, pengusaha dan pemerintah tidak bisa dipisahkan begitu saja. Kepentingan politik, kentara maupun tidak, selalu tercampur dalam hubungan-hubungan ekonomi antarnegara. Bagaimana Anda memisahkannya? Saya pikir Anda juga harus menerima bahwa, dalam mengimpor produk industri, pemerintah bisa mengintervensi dengan regulasi dan deregulasi. Tetapi industri-industri untuk ekspor harus dibiarkan (berkembang) sendiri. Ketika Jepang telah cukup kuat, area tersebut tidak dicampuri oleh pemerintah. Mereka baru ikut campur hanya dalam industri yang berada di ambang keruntuhan, atau industri yang berhubungan dengan infrastruktur, seperti listrik, bahan bakar, atau transportasi. Sedangkan yang berhubungan dengan konsumen dilepaskan pada entrepreneur. Sehingga kemudian terjadi laju perkembangan industri yang pesat. Ini yang membuat Jepang mampu masuk ke pasar global. Dalam ceramah Anda, siang tadi, Anda menyebutkan bahwa Anda percaya akan ada suatu treaty di antara negara-negara Asia. Apa komentar Anda tentang rencana Mahathir untuk Kaukus Asia? Ah, Anda pagi-pagi sudah menyebutkan Kaukus Asia, padahal istilah ini adalah versi yang sudah direvisi (tertawa). Bagus sekali. Saya sependapat dengan rencana Mahathir. Meskipun saya akui, rencana Mahathir ini amat ambisius. Anda bisa saja tidak setuju, tetapi tetap harus mengusulkan langkah awal menuju ke sana. Saya sendiri mengusulkan, Muangthai, Malaysia, dan Indonesia untuk berbicara terlebih dahulu, sebelum merealisasikan Kaukus seperti rencana Mahathir. Saya ulangi lagi, rencana Mahathir itu amat ambisius untuk langkah awal. Namun, penyesuaian paling mendasar harus dilakukan antara Muangthai, Malaysia, dan Indonesia. Kalau tahap ini sudah dilampaui, kemungkinan terciptanya kelompok ekonomi Asia akan semakin besar. Apa saran Anda supaya Indonesia bisa masuk ke pasar global? Cara yang terbaik adalah dengan mencoba memperlakukan beberapa daerah atau kota tertentu di Indonesia, seperti layaknya daerah baru. Kemudian membangunnya secara khusus, lalu menghubungkannya dengan luar negeri. Sasarannya adalah menghasilkan kelompok-kelompok masyarakat yang lebih maju dalam motivasi dan kesejahteraan. Ini akan merangsang yang lain untuk mengikuti. Cara ini pun lebih efektif. Bayangkan, betapa tidak mungkinnya mengangkat secara serentak 170 juta manusia dari suatu tingkat tertentu ke tingkat entrepreneurship.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus