Rabithah Menggugat Rashad Khalifah Komputer mengutik angka 19 "mukjizat Quran" buatan imam Masjid Tucson, AS. "Haram salat makmum di belakangnya," seru Rabithah Alam Islami di Mekah. RASHAD Khalifah namanya. Sarjana pertanian asal Mesir ini juga "bunyi" di Indonesia. Di kalangan Islam terpelajar, ia tidak asing. Kini, sebuah organisasi ulama terkemuka di dunia, yang berpusat di Mekah, Rabithah Alam Islami (Liga Islam Sedunia) "mengafirkan" dia. Siapa yang tidak terhenyak? Cuma, imam salat di Masjid Tucson, Arizona, itu tidak peduli. Ia masih menganggap dirinya pemuka Islam di AS. Padahal, sejak setahun lalu ia sudah disebut murtad. Dan baru-baru ini, kedua kalinya, Sekjen Rabithah Dr. Abdullah Umar Nasif mengeluarkan beleid pengkafiran untuk Rashad. Dan dalam Akhbar al-'Alam al-Islami diumumkan: "Ia mencemarkan akidah Islam suci". Nasif juga merujuk keputusan Majelis Fikih Islam Rabithah yang bersidang di Mekah, 19-26 Februari 1989 -- khusus "mengadili" Rashad. Kata majelis, "Rashad mengingkari sebagian ayat Quran, inkar Sunnah, menyamakan salat kaum muslim dengan sembahyangnya kaum musyrik, dan menobatkan diri menjadi nabi baru". Kesepakatan (ijma') ulama, "keempat pengakuan itu mengarah murtad, sehingga peserta majelis menetapkan Rashad kafir, dan keluar dari Islam". Kepalsuan Rashad lalu dibeber, supaya umat mengucilkannya. Tapi tertuduh bandel dan tetap imam di Masjid Tucson. Padahal, pengkafiran kedua yang keluar di koran tadi ada pula tambahan: "haram salat makmum di belakangnya". Rashad memamerkan penelitiannya tentang Quran mulai 1976 di London. Komputer, katanya, "Membuktikan mushaf Quran Usmani asli." Malah, ia menguak angka 19 sebagai "mukjizat Quran". Bilangan prima dalam matematika itu mendasari hitungan huruf, kalimat, ayat, dan surat Quran. Selain tak habis dibagi (kecuali dengan sendirinya), bilangan itu terdiri angka 1 terkecil serta 9 terbesar. Dan sedikitnya, menurut Rashad, ada 31 bukti yang menjelaskan mukjizat Quran dalam angka 19. Misalnya, kalimat Bismi Allah al-Rahman al-Rahim tersusun dari 19 huruf. Dalam kalimat itu ada empat kata. Juga, setiap kata disebut di Quran berkelipatan ulang 19. Kata ismi (19 x 1), Allah (19 x 142), al-Rahman (19 x 3), dan al-Rahim diulang 114 kali atau 19 x 6. "Ini bukan kebetulan," kata Rashad. Dan kalimat basmalah, yang mengawali surat-surat Quran, juga disebut 114 kali. Lha, bukankah ada satu surat (nomor 9, al-Tawbah) yang tidak dibuka dengan basmalah? Allah Sang Penghitung ternyata memasangnya di tempat lain, di tengah surat 27 (al-Naml), ayat nomor 30. "Saksikanlah bagaimana Allah menyelesaikannya, seperti ahli matematik merampungkan soal adirumit," ujarnya. Menurut dia, teori-19 itu ditarik dari ayat 30 surat al-Muddatstsir: Yang atasnya ada 19. Tentu, ulama menentang Rashad. Dr. Abdurrahman bint al-Syathi', ahli tafsir Mesir, menuduh Rashad menyerap teori-19 itu dari Yahudi. Maulana Abdul Quddus Hashimi dari Pakistan mengingatkan tentang pemujaan angka 19 dalam sekte Syiah Qaramithah. Malah sempalan Syiah, yaitu Kaum Bahaiyah, mengagungkan angka 19 sebagai angka pusat alam semesta. Dan rupanya pendiri Bahaiyah, Ali Muhammad Bab, lahir pada 1819 (1 + 8 + 1 + 9 = 19). Sarjana Arab terkemuka, Syeikh Abdullah ibn Abdul Aziz ibn Baz, menulis fatwa mengenai klaim bidaah Rashad. Dinilainya ia sesat. Sejak itu, Rashad menanggalkan kebangsaan Mesir. Ia jadi penduduk Amerika. Dibantu istrinya, ia menyebar gratis terbitan bulanannya dari Tucson ke pusat-pusat Islam di AS dan Kanada. Ia giat membina pengikut baru. Wanita bebas pilih pakaian dan membolehkan salat jamaah di samping lelaki. Gawat? Temuan Rashad tidak melulu ditolak. Misalnya, Fahmi Basya dari Fakultas MIPA Universitas Indonesia, menyebarkan ide "19" dalam bukunya One Million Phenomena (kini edisi 1989). Ahmad Deedat, debator Durban di Afrika Selatan, menyebar paham Rashad ke pelosok dunia lewat ceramah dan buku Al-Quran: The Ultimate Miracle (sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, 1984). Deedat cerai dengan Rashad yang meramal Hari Kiamat itu pecah 1709 tahun setelah wahyu Quran. Ini ditafsir dari ayat 87 surat al-Hijr. Abu Ameenah Bilal Philip, dosen di al-Manara, Riyadh, Arab Saudi, bersama mahasiswanya pada 1987 malah menelitinya. Ia menemukan banyak salah tafsir pada Rashad, karena tak punya program baku penghitungan huruf atau kata dalam Quran. Kata Qawm, misalnya, ia ratakan artinya kaum Nabi Luth, sesuai kelipatan 19. Padahal, di ayat lain menunjuk arti baru. Dan bagi Rashad, 19 itu kode numerik Quran. Artinya: Wahid, Allah Esa. "Ini dasar sistem numerologi. Hukum Islam menolaknya," kata Abu Ameenah. Menurut Ibn Abbas, numerologi adalah cabang sihir. Pada 1970-an, numerologi asal ajaran bangsa Babilonia dan Yunani kuno itu dikembangkan oleh Isa Abdullah, pendiri sekte Ansaru Allah di Brooklyn, New York. Dengan teori-19 juga, Louis Farrakhan mengganti nabi palsu Elijah Muhammad mengembangkan sekte "Negara Islam". Rabithah menganggap Rashad mengikuti jejak mereka. Rashad juga "sengaja" mengingkari Quran dengan menghitung jumlah kata al-Rahim di Quran 114 alias 19 x 6. Seharusnya 115. Dengan demikian, ia menyangkal kata Rahim di ayat terakhir surat al-Tawbah. Dan alasannya: Zaid ibn Tsabit, pengumpul Quran suruhan Abu Bakar, tidak menemukan naskah ayat itu di tangan sahabat lain. Adanya cuma dalam hafalan. Padahal, menurut Quraisy Shihab, dosen tafsir IAIN Jakarta, usaha pencarian naskah tersebut tidak pernah terhenti, sampai belakangan ditemukan ada pada seorang sahabat, Abu Khuzaimah al-Anshari. Jelas, Rashad memang sengaja menyangkal Quran. "Ini fatal. Ulama lampau pun sepakat mengafirkan orang yang mengingkari sebagian Quran," kata Quraisy. Ketua Majelis Ulama Indonesia itu sekata dengan keputusan Rabithah. Ahmadie Thaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini