Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Rame-Rame Soal Subsidi

Masalah pemberhentian subsidi departemen p & k kepada sekolah muhammadiyah karena bulan puasa ttp masuk sekolah, subsidi selalu di kaitkan dengan mutu sekolah. banyak sekolah-sekolah swasta yang tidak mendapat subsidi.(pdk)

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA pemandangan baru di beberapa masjid di Jakarta. Hari Jumat kemarin, dan Jumat sebelumnya, orang melakukan aksi mengumpulkan dana untuk Sekolah Muhammadiyah -- berwujud peletakan kotak sumbangan di masjid waktu ibadah Jumat. Ini tentu sehubungan dengan masalah subsidi bagi sekolah Muhammadiyah yang diperbincangkan orang sehubungan dengan kebijaksanaan baru Departemen P & K. Pertama, 15 Agustus, dimulai oleh 6 masjid: Al Azhar di Kebayoran Baru, Al Furqon di Kramat Raya, antara lain. Berapa yang berhasil dikumpulkan Rp 250 ribu. Minggu berikutnya, seperti dihimbaukan kalangan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII)--pemrakarsa aksi ini--meluas ke hampir seluruh masjid yang tergabung dalam Ikatan Masjid DKI. Jumlah masjid dalam organisasi tersebut 1.800 buah. Namun hasilnya belum dihitung seluruhnya. Dari yang telah sempat dilaporlian kepada DDII, menurut Yunan, "untuk sementara ada Rp 661 ribu. " Di masjid Al Azhar tak tanggung tanggung dipasang 5 kotak, masing-masing di dekat pintu masjid yang memang lima itu (bawah dua, atas tiga). Ternyata tanggapan sepi. Munkin karena tulisan pada kotak telah mengelupas dan kabur tertiup angin. Menurut Sukarso Zakaria, pegawai tata usaha masjid tersebut aksi pertama, 15 Agustus, dari kelima kotak hanya terkumpul Rp 37 ribu. Aksi kedua malah merosot: hanya Rp 17.500. "Mungkin letaknya kurang tepat," kata Sukarso lagi. Tapi mungkin juga karcna para jamaah sebenarnya tak begitu digugah Tak digencarkan dalam khotbah, misalnya. Direncanakan DDIII aksi solidarits ini hanya empat Jumat saja. "Masih banyak persoalan lain," kata Yunan Nasution--meskipun ada juga rencana meluaskannya ke luar Jakarta, bila diperlukan. Muhammadiyah sendiri, sementara itu, tidak mengadakan aksi apa-apa. Jumat pagi pekan lalu empat Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah datang ke DPR Wakil Sekjen Ramli Toha, Ketua Majlis Pendidikan dan Kebudayaan Prodjokusumo, dan dua anggota PP Lukman Harun dan lahmi Chotib. Bukan apa-apa -- "hanya bersilaturahmi, dan rindu bertemu sesama alumni perguruan Muhammadiyah," kata Prodjokusumo. Toh ada juga pembicaraan tentang masalah yang dihadapi Muhammadiyah kini dan yang menurut Daryatmo, Ketua DPR-RI, akan menjadi bahan dalam berhagai pembicaraan dengan pemerintah. Hendaknya pemerintah, seperti diulangi Prodjo kepada TEMPO dari yang diharapkan Muhammadiyah di DPR, tetap menjalankan kebijaksanaan kepada Muhammadiyah seperti yang sudah-sudah "dan tetap membolehkan kami libur puasa." Dan hendaknya masalah liburan sekolah, termasuk libur puasa, "tidak dikaitkan dengan santunan, bantuan atau subsidi." Sebetulnya ini masalah setahun lalu. Waktu itu ada pembicaraan antara Majelis Ulama Indonesia dengan Menteri P & K. Ceritanya bermula dengan dikeluarkannya SK Menteri P & K No.0211/ U/1978, tentang ditetapkannya Sistem Pendidikan Nasional yang antara lain menetapkan "bulan puasa adalah waktu belajar" (Pasal 6, ayat 1). Ini mengundang berbagai tanggapan. Maklum ketentuan seperti itu sangat menyalahi kebiasaan selama ini, meskipun tak semua sekolah libur penuh di bulan puasa. Buya Hamka, Ketua MUI, lantas menemui Menteri Daoed Joesoef, minta agar keputusan tersebut ditinjau kembali. "Menteri sangat keras sekali dengan pendapatnya," cerita Hamka kepada TEMPO ketika itu. Dan kemudian Kasman Singodimedjo, anggota MUI dan salah seorang Ketua PP Muhammadiyah yang menyertai Hamka, dan dikenal berwatak teuh atau keras, mengatakan akan tetap meliburkan sekolah Muhammadiyah. Menurut Buya, waktu itu Daoed pun menanggapi dengan keras "Silakan, tapi saya akan meninjau kembali subsidi untuk sekolah-sekolah Muhammadiyah (TEMPO, 12 Mei 1979). Toh, kemudian hingga puasa 1979 lewat belum ada kabar apa pun mengenai subsidi. Meski waktu itu PP Muhammadiyah tetap memutuskan sekolahnya libur. Dan bersama sekolah Muhammadiyah juga hampir semua sekolah islam dari semua sekolah swasta milik Muhammadiyahlah yang paling banyak mendapat subsidi P&K, selain Departemen Agama. Selain Muhammadiyah, lembaga swasta yang sekolahnya menerima subsidi P&K hanyalah lembaga kecil Muhammadiyah memang Swasa terbesar. SEKITAR dua bulan sebelum puasa 1980, masalah yang waktu itu hampir dilupakan muncul lagi. Musyawarah Nasional ke-2 MUI akhir Mei lalu kembali menghimbau Departemen P&K untuk meninjau libur puasa. Bagai menjawab himbauan itu, sewaktu mengadakan rapat kerja dengan komisi IX DPR, Menteri P & K kembali pula menegaskan bahwa di bulan puasa sekolah tetap harus dibuka. Di akhir Juni, seusai membuka POPSI (Pekan olahraga Pelajar Seluruh Indonesia) kepada surat kabar Terbit, Jakarta, Daoed Joesoef membenarkan bahwa departemennya telah menahan subsidi beberapa sekolah Muhammadiyah karena tidak menaati peraturan pemerinrah. Seminggu sebelumnya, surat kabar itu pun memuat wawancara dengan anggota PP Muhammadiyah, Lukman Harun, yang mengatakan subsidi untuk sekolah Muhammadiyah ditahan. Tapi secara resmi sebetulnya pihak Muhamlnadiyah belum memberi tanggapan. Beberapa sebabnya dikatakan oleh Prodokusumo. Organisasi perguruan Muhammadiyah memakai sistem desentralisasi, dan tak ada kewajiban Pengurus Wilayah untuk selalu membuat laporan ke pusat. "Pusat hanya mengurus masalah akademisnya. Soal penyelenggaraan administrasi, sarana dan keuangan diurus masing-masing," kata Prodjo pula. Kemudian terbctik kabar. Dalam rapat kerja Kepala Kanwil P & K seluruh Indonesia di Jakarta, 11 Juli lalu, Menteri P & K menginstruksikan kepada semua Kepala Kanwil P & K untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan selama bulan puasa, dan kalau perlu menahan subsidi bagi sekolah swasta yang tidak menaati praturan pemerintah. Ini dibenarkan paling tidak oleh Amir Ali, Kakanwil P & K Sum-Bar, dan J.W. Sulandra, Kakanwil DKI. Kemudian mulai santerlah tanggapan terhadap kebijaksanaan Menteri P & K itu. Harian Pelita edisi I Agustus bahkan memunculkan berita dua kolom pendek. Isinya Menteri P & K menghentikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada sekolah Muhammadiyah seluruh Indonesia. Dan sejak itu ramailah tanggapan. Beberapa hari sesudah harian itu terbit beberapa anggota DPR memberikan komentar. Ridwan Saidi, Sufri Helmy, Tanjung dan Chalik Ali dari Fraksi PP mengatakan bahwa kebijaksanaan mcncabut subsidi karena sekolah Muhammadiyah libur di bulan puasa, tidak wajar. "Mestinya kebijaksanaan itu hans dalam bentuk undang-undang," kata Kidwan Saidi. Dan Dep. P & K pun, empat hari sebelum Lebaran, menjawab dengan sebuah siaran pers, yang membantah adanya pencabutan subsidi "Tidak benar Menteri P & K hentikan bantuan sekolah Muhammadiyah." Ridwan Saidi, ditemui TEMPO minggu ini membenarkan, bahwa tanggapannya tentang malah subsidi berdasar berita surat kabar. "Lho, itu kan menurut pihak Departemen P & K sendiri yang diberitakan koran-koran?" Pihak P & K sendiri membantah. "Itu hanya isu yang dikarang surat kabar saja," kata Ir. Sudarmadi, Direktur SekIah Swasta, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Dari beberapa Kanwil P & K, antara lain Sumatera Utara. Sumatera Barar Jawa Barat, Jawa Timur, Riau dan DKI Jakarta memang sejumlah sekolah Muhammadiyah yang mendapat subsidi lancar-lancar saja subsidinya untuk tahun 1979/80. Hanya dari Kanwil P & K Jawa Tengah memang ada ketidak-beresan. Menurut Drs. Suhartono, Kepala Bagian Perencanaan Kanwil P & K Ja-Teng sejumlah sekolah swasta tak menaati peraturan pemerintah, tentang libur puasa. Toh, pejabat itu pun mengatakan ia agak mengalami kesulitan untuk menilai sekolah-sekolah Muhammadiyah sebut. "Mereka tidak libur sepenuhnya tapi masuk dengan pelajaran tidak seperti biasanya. Murid-murid hanya diberi pelajaran mengaji." Karena itu, satu sekolah di Purwokerto dan satu di Semarang, tertahan subsidinya. Sementara dari pihak Pengurus Wilayah Muhammadiyah di provinsi yang telah disebutkan, pun diperoleh keterangan yang sama subsidi lancar saja. Hanya dari Sum-Bar, pengurus wilayah tak berani mengatakan apa pun, karena ada "kami dilarang memberi keterangan atas instruksi DPP," kata H. Idris salah seorang pengurus wilayah Sum-Bar. Beberapa laporan kemudian masuk ke PP. Dan memang ada ketidakberesan. Menurut Prodjo, sebuah SMA-nya di Purwokerto dan sebuah sekolah di Semarang subsidinya tertahan. Seharusnya subsidi untuk SMA itu, dan perawatan laboratorium untuk sekolah di Semarang, sudah turun karena termasuk dalam subsidi tahun 1979/80. Kemudian dari Sum-Bar datang laporan belum turunnya juga subsidi untuk sekolah Muhammadiyah di Silungkang. Menurut catatan wartawan TEMPO di Padang, di Silungkang memang ada sebuah SMP Muhammadiyah bersubsidi. Pihak Dep. P & K tak bersedia memberi penjelasan secukupnya. Hanya khusus SMA di Purwokerto itu, kata Ir. Sudarmadi, masalahnya "sedang diproses". Bantuan sekolah itu tak dicabut, hanya menunggu surat keterangan tidak lalu bulan puasa tahun lalu yang dibuatkan Kepala Kanwil P&K Ja-Teng." Tapi memberikan samburannya pada ulang tahun, ke-65 Sekolah Adabiah di Padang pekan lalu, Menteri Daoed Joesoef kembali menegaskan. Keliru, kata Daoed, kalau ada sekolah swasta yang mengharapkan bantuan pemerintah tapi tak menaati peraturan pemerintah. Pihak Muhammadiyah tentu saja tak merasa keliru. Berdasar instruksi PP, sekolah Muhammadiyah puasa tahun ini sebenarnya bersekolah 8 hari. Dan itulah agaknya yang disebut orang P & K di Semarang sebagai "anak-anak diajar mengaji". Sebab seperti dibilang Prodjo, libur puasa memang bukan libur penuh yang santai." Melainkan untuk pnghayatan keagamaan. Lebih lagi UU No. 4 Tahun 1950 tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, Bab XV Pasal 26 Ayat 3, berbunyi "Sekolah partikelir dapat mengatur hari liburnya sendiri dengan mengingat yang termakrub dalam ayat 1 dan 2 pasal ini." Apa sambut Sudarmadi? "Betul tapi harus diingat bunyi ayat 1 dan 2 . . . " Ayat itu menyebut-nyebut "mengingat kepentingan pendidikan, faktor musim, kepentingan agama dan hari raya kebangsaan." Darmadi ingin memegang tafsiran, bahwa "dengan mengingat kepentingan pendidikan" artinya harus pula diingat SK Menteri P & K No. 0211/1/1978, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus