Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Manusia dan tanda-tanda

Orang yang punya jabatan biasanya diwarnai dengan tanda-tanda: kantor, mobil, rumah, protokol dan sebagainya. tanda-tanda itu datang dan pergi bersama jabatan. manusia sebaiknya sadar hal ini.

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH yang tak ada padanya. Orangnya tampan, berpendidikan tinggi, berpangkat tinggi, berwibawa, beriman, cekatan dan ramah sekali. Semua sifat terpuji yang patut dianugerahkan Tuhan kepada keturunan Adam, terhimpun dalam dirinya. Bagi mereka yang mengenalnya, yang amat mengesankan ialah pandangannya yang jauh ke depan, kemampuannya mengorganisir dan kekritisannya berpikir. Juga amat praktis orangnya. Serba bisa dan kaya pengalaman dalam dan luar negeri. Padanya berbaur kemampuan berteori, bervisi dan berpraktek. Dia ini manusia modern tulen, yang sungguh dibutuhkan untuk menggerakkan modernisasi bangsa. Manusia modern, kata Alex Inkeles, mempunyai kesediaan menerima pengalaman baru dan keterbukaan terhadap pembaharuan dan perubahan mempunyai kemampuan berpendapat tentang persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya tapi juga di luarnya mempunyai tanggapan yang demokratis, sadar atas keragaman opini dan sikap mempunyai pandangan yang tertuju kepada masa kini dan masa depan, bukan terbuat oleh masa lampau yang kolot mempunyai keinginan rlibat dalam perencanaan dan organisasi mempunyai kepercayaan pada ilmu dan teknologi. Dan itu semuanya. Alhamdulillah, sudah terpadu dalam dirinya. "Syukur sekali dapat bertemu dengan Pak B (singkatan namanya). Pak B tentu sibuk sekali dengan urusan dinas, tamu dan segala macam. Kedatangan saya sekedar mampir, to say hallo. Dan juga untuk mengucapkan selamat atas pengangkatan Pak B, walaupun ucapan selamat yang terlambat." "Terima kasih. Saya juga senang Pak M menyempatkan mampir. Kebetulan ada waktu kosong satu jam ini. Satu jam lagi ada tamu orang Jerman." Saya sudah siap-siap menelan apa saja yang barangkali sukar.dikunyah. Siap menyimak hal-hal teknis yang saya kurang mengerti. Maklumlah, saya buta huruf dalam bidang keahliannya. Tapi untung, dugaan saya pelak. Dia tidak omong soal tugasnya yang berat dan rencananya yang besar-besar. "Kebahagiaan dalam hidup ini tidak tergantung pada pangkat. Dan dalam hidup ini orang kerap mencampur-adukkan kepuasan dan kebahagiaan. Orang mengira mencari dan menemukan kebahagiaan, tapi mengejar dan mendapat kepuasan. Dalam hidup perlu dipahami apa yang mau dicari, perlu dimengerti apa yang dikejar, bukan?" Dia tersenyum. Saya tertegun sejenak tapi merasa nyaman pembicaraan menjurus kepada soal yang dapat saya tangkap. Ucapannya mengingatkan saya kepada Krishnamurti dan sekaligus Annie Besant, tokoh KB Inggris, yang kemudian kagum terhadap ajaran-ajaran Krishnamurti. "Tentu saya akan berusaha menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Mudah-mudahan saya dapat menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Juga jelas saya dicantoli tanda-tanda. Tanda-tanda itu ya kantor, ya stempel, ya pegawai, ya rumah, ya mobil, ya sopir, ya protokol, ya segala macam. Jabatan kan penuh dengan tanda-tanda? Dan orang sebaiknya sadar akan makna tanda-tanda ini. Tanda-tanda datang bersama jabatan, pergi bersama jabatan." Dia tersenyum sekali lagi. Gayanya terus santai. "Sekarang orang membungkuk-bungkuk, pintu mobil dibukakan untuh saya, tas saya dijinjingkan, resepsi disiapkan, untaian bunga dikalungkan. Ini semuanya tanda-tanda. Bukan bagian utuh dari saya. Sekali saya berhenti atau dihentikan, saya kehilangan tanda-tanda. Itu proses yang wajar. Jangan istri merasa terhina karena dia juga kehilangan tanda-tanda, anak dan keponakan merasa terbanting akibat tanda-tanda yang sudah pergi. Itu namanya salah tafsir tentang makna tanda-tanda." Pembicaraan pun beralih kepada Ki Ageng Suryomentaram, yang berkata kepada Ki Woro bahwa dia belum pernah bertemu orang. "Selalu bertemu dengan disembah, diminta-mintai, diperintah, dimurkai. Jadi kan hanya bertemu dengan sembah, pinta, perintah, murka, bukan bertemu dengan orang." Sebagai filsafat hidup, Ki Ageng Suryomentaramlah orangnya yang mencanangkan asas 6-sa: sa-butuhe (sesuai dengan keperluan hakiki) sa-perlune (memenuhi keperluan secara efektif) saukupe (tanpa berlebih-lebihan) sa-benere (sesuai dengan kenyataan yang obyektif): sa-mestine (sesuai dengan rasa kebenaran dan keadilan) sa-kepenake (tanpa melewati batas kesanggupan fisik dan mental). Setahu saya, pikiran saya cepat melayang ke tokoh besar Mohammad Said Reksohadiprodjo almarhum: gaya hidupnya yang khas dan kegemarannya mendalami pandangan hidup Ki Ageng. Terbayang sajak Taufiq Ismail: Sandal Mohammad Said Reksohadiprodjo, Sandal yang menggesek debu Jakarta, Sandal yang menggesek debu Indonesia, Soh, soh, soh, beitu bunyinya. Pak B cerita tentang secuplik pengalaman di Surabaya beberapa tahun yang lalu, waktu-dia ingin ketemu seorang kepala kantor. oleh sekretaris dia dipersilakan menunggu. Kepala kantor sibuk. Seidah agak lama menunggu, dihubunginya lagi sekretaris itu. "Saya akan berterimakasih kalau dapat bertemu. Tapi kalau tak dapat, saya datang lain kali. Saya dari Jakarta." "O ya, bapak pimpinan juga sering ke Jakarta. Kalau ke Jakarta, dia menemui Pak B di sana." "Saya adalah Pak B itu." "O ya? O ya?" Sekretaris itu tiba-tiba tegak, persis seperti prajurit menghadapi jenderal. Dengan gagap dia minta maaf, lalu bergegas masuk memberitahukan kepalanya. "Aduuh, maaf pak, maaf pak." Pintu diketuk tanda tamu Jerman sudah datang. Saya minta diri dan bersalaman. Sambil berdiri sejenak dekat pintu, Pak B berkomentar: "Begitulah manusia menghadapi manusia. Manusia dengan tanda-tanda beda dengan manusia tanpa tanda-tanda manusia dengan lambang lain dengan manusia tanpa lambang. Lucu sekali .... " Pada waktu menuruni tangga, dalam benak saya berbaur Mohammad Said Reksohadiprodjo, Ki Ageng Suryomentaram dan Alex Inkeles.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus